Kehidupan aktor Gunawan Maryanto tak ada yang berubah meski telah meraih berbagai penghargaan. Dia tetap sibuk dengan kegiatan berkesenian hingga meninggal Rabu malam.
Oleh
Putu Fajar Arcana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tak ada yang berubah dalam kehidupan Gunawan Maryanto alias Cindhil. Kendati telah memenangi berbagai penghargaan bergengsi, hidupnya tetap dia abdikan secara total untuk dunia kesenian, terutama teater dan puisi. Sebelum meninggal, bersama awak Teater Garasi, ia masih mengikuti rapat untuk membahas program Open Lab, sebuah platform pelatihan teater dari kelompok yang bermarkas di Jomegatan, Ngestiharjo, Yogyakarta ini.
Menurut Clink Sugiarto, Kamis (7/10/2021), rekan Cindhil di Teater Garasi, meski telah memenangi banyak penghargaan, rekannya itu tetap berlatih dan mengerjakan tumpukan tugasnya seperti biasa. ”Dia tetap naik motor sehari-hari, geletakan di sanggar, seperti kami pada umumnya,” katanya.
Clink Sugiarto, mengatakan aktor peraih Piala Citra untuk Peran Utama Pria Terbaik FFI 2020 ini, tampak sehat sebelum rapat dimulai. ”Kami rapat dari jam 1 siang sampai jam 3 sore. Lalu rapat diskor sebentar karena kami butuh makan. Ketika menunggu makanan datang itulah Mas Cindhil mengeluh dadanya sakit dan perutnya mual. Kemudian muntah-muntah,” kata Clink. Cindhil, tambah Clink, sempat mengatakan bahwa asam lambungnya kumat. ”Mungkin ini sering terjadi, tetapi dia tidak pernah bilang,” katanya.
Rekan-rekannya kemudian memberinya asupan bubur, tetapi bubur yang telah dimakan Cindhil, menurut Clink, malah keluar lagi. Karena mengira peristiwa itu sebagai masuk angin, salah seorang rekannya kemudian mengerok punggung Cindhil. ”Tetapi keadaannya tidak membaik. Saya kemudian mengantarkannya ke RS Ludiro Husodo, kira-kira berjarak 10 menit dari sekretariat Garasi,” ujar Clink, yang hampir berbarengan menjadi anggota Teater Garasi antara 1995/1996.
Pada pukul 18.00 WIB, kata Clink, Cindhil masih bisa berkomunikasi. ”Dia malah memberikan nomor telepon adiknya. Dan tak lama kemudian beberapa keluarga telah berkumpul di RS. Sampai pukul 19.00, saya lihat Mas Cindhil masih bisa berkomukasi dengan adiknya,” kata Clink.
Tak lama setelah itu, tiba-tiba dokter mengabarkan kondisi penyair peraih penghargaan Khatulistiwa Literary Award tahun 2010 itu, menurun. ”Bahkan, yang bikin kaget pukul 20.07 Mas Cindhil dinyatakan meninggal dunia. Saya kehabisan kata-kata,” kata Clink. Seperti diberitakan Kompas.id, Rabu (6/10/2021), Gunawan Maryanto, sutradara dan aktor Teater Garasi, mendadak pergi selamanya setelah mengeluh dadanya sakit, mual, dan muntah-muntah.
Pemakaman
Menurut rencana jenazah Gunawan Maryanto, akan dimakamkan Kamis pukul 13.00 di Pemakaman Umum Kampung Karangmalang, Depok, Sleman di dekat makam ayahnya, Sumarto. Pihak keluarga, kata Clink, meminta agar Cindhil dimakamkan di kampung kelahirannya.
Genthong HAS, guru teater pertama Cindhil, mengatakan sejak kecil sesungguhnya anak didiknya itu telah pergi dari rumah. ”Dia itu minggat sejak SD, ketika ibunya tiba-tiba meninggal, seperti ada kemarahan. Nah, sejak itu dia tinggal di mana-mana, mungkin di rumah saudara atau tetangganya, tetapi tidak pulang,” kata Genthong.
Ketika masa SMA, Genthong memiliki program pelatihan teater bersama Dinas Pendidikan Luar Sekolah Daerah Istimewa Yogyakarta, di mana ia kemudian bertemu dengan Cindhil. ”Saya tahu kemudian dia anak dari SMA-C, itu SMA unggulan untuk jurusan sosial. Ya dia tampak lebih menyerupai gelandangan, sama sekali tidak terurus, tetapi sangat cerdas, pendiam tetapi serius belajar,” tutur Genthong.
Sejak mengikuti program itu, kira-kira antara 5 dan 6 tahun, tambah Genthong, praktis Cindhil dan beberapa muridnya yang lain, tinggal di sekretariat Sanggar Anom di kisaran Desa Sendowo D-77, Yogyakarta. ”Ya, sehari-hari ya di sana, geletakan. Banyak peristiwa kami jalani bersama, termasuk mementaskan naskah Menunggu Godot karya Samuel Beckett,” kata Genthong. Saat pentas itu, Cindhil, antara lain bermain dengan Hanung Bramantyo, yang sekarang menjadi sutradara film.
Sebagai guru, Genthong mengenang Cindhil, sebagai orang berbakat yang terlalu cepat pergi. ”Kita kehilangan dia di saat sedang bersinar. Dia itu lahir jadi simbol pekerja keras, tak kenal lelah dengan banyak pekerjaan sekaligus,” kata Genthong.
Aktor kawakan Whani Darmawan mengatakan sebelum meninggal, Cindhil telah sampai pada puncak karismanya. ”Dia bukan saja melahirkan karya akting dan sastra yang bermutu, tetapi juga pada implementasi prilaku hidup,” kata Whani dalam perjalanan menuju rumah duka di Karangmalang. Implementasi prilaku hidup itu, misalnya, terlihat bagaimana Cindhil, menyikapi popularitas, pekerjaan, relasi berkebudayaan, dan teman-temannya. ”Dia tetap biasa saja sebagai seorang aktor yang telah membuktikan kemampuan aktingnya,” kata Whani.
Seperti yang dikatakan Clink, sahabat dekatnya itu tetap mengikuti latihan kemampuan raga atau olah tubuh yang diampu oleh aktor Ari Dwiyanto. ”Dia tetap latihan raga, termasuk silat hari Senin lalu,” ujar Clink. Di sela-sela mempersiapkan agenda Open Lab, Cindhil tetap mengerjakan setumpuk pekerjaannya secara simultan. Mungkin, kata Clink, oleh karena itu dia abai memperhatikan kesehatannya, termasuk tidak pernah merasa lelah jika berurusan dengan dunia teater dan puisi.