Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia terus meningkat. Namun, akses penyandang disabilitas sangat terbatas. Bila akses ditingkatkan, kesejahteraan mereka juga meningkat.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kondisi penyandang disabilitas yang memiliki keterbatasan membuat kesejahteraan kelompok tersebut lebih rendah dibandingkan kelompok lainnya. Padahal, ketika penyandang disabilitas diberikan akses di bidang kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan, tingkat kesejahteraan mereka akan meningkat.
Untuk meningkatkan akses penyandang disabilitas; ketersediaan, kelengkapan, dan validasi data penyandang disabilitas menjadi penting. Oleh karena itu, pendataan ulang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah sehingga diperoleh data valid sesuai kondisi lapangan.
Demikian hasil studi Tim Article 33 Indonesia yang disampaikan pada Diskusi Publik Forum Kajian Pembangunan ”Akses Meningkat, Kesejahteraan Membaik”, Studi Akses Penyandang Disabilitas Pada Layanan Publik dan Dampak Spasialnya, Kamis (30/9/2021) secara daring. Kajian tersebut dilakukan karena jumlah penyandang disabilitas tinggi, kurang akses, dan rendahnya kondisi kehidupan penyandang disabilitas di Indonesia.
Dari hasil studi yang disampaikan Yusuf F Martak (peneliti Article 33 Indonesia) dan Hardiyani Puspita Sari (asisten peneliti Article 33 Indonesia), menemukan sejumlah permasalahan disparitas keberadaan akses bagi penyandang disabilitas di antardaerah di Indonesia.
Untuk mendorong kinerja dari pelaksana khusus pada pemenuhan hak di bidang kesehatan, akan diberikan reward bagi fasilitas kesehatan yang telah memenuhi hak tersebut secara maksimal.
Misalnya, keberadaan penyandang disabilitas yang cenderung tidak memiliki akses berdampak negatif bagi kesejahteraan rumah tangga dan daerahnya. Namun, jika bagi penyandang disabilitas mendapat akses lebih, akan dapat meningkatkan kesejahteraannya, pada tingkat rumah tangga hingga daerah.
”Jika penyandang disabilitas diberikan akses yang cukup untuk pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan, diindikasikan dapat memberikan sumbangan positif bagi rata-rata kesejahteraan rumah tangganya,” ujar Yusuf.
Dari kajian tersebut tim peneliti merekomendasikan untuk bidang kesehatan, perlu adanya fasilitas kesehatan ramah disabilitas, tenaga kesehatan dengan keahlian khusus disabilitas, dan pemberian jaminan kesehatan bagi semua penyandang disabilitas.
Di bidang pendidikan, perlu ada penambahan fasilitas pendidikan khusus disabilitas, mendorong sekolah inklusif, dan memperbanyak guru dan tenaga kependidikan dengan kompetensi pendidikan khusus mumpuni.
Selain itu, di bidang pekerjaan, perlu mendorong akses lapangan kerja disabilitas yang disertai tempat kerja ramah disabilitas. ”Dengan seluruh keterbatasan, pemerintah dapat berfokus kepada area yang memiliki spillover effect yang besar,” kata Yusuf.
Studi di Wajo dan Klaten
Hardiyani memaparkan studi yang dilakukan Article 33 Indonesia di dua daerah yakni Kabupaten Wajo (Sulawesi Selatan) dan Kabupaten Klaten (Jawa Tengah) yang berfokus pada sektor kesehatan.
Hasil studi tersebut merekomendasikan perlu ada penghargaan bagi pelaksanaan pemenuhan hak penyandang disabilitas; ketersediaan, kelengkapan dan validasi data penyandang disabilitas; pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan bagi penyandang disabilitas; pemenuhan fasilitas kesehatan bagi penyandang disabilitas.
Selain itu perlu ada standar operasional prosedur pelayanan kesehatan selama pandemi bagi penyandang disabilitas; penentuan prioritas penyandang disabilitas disabiltas; dan pembentukan komite penyandang disabilitas.
”Untuk mendorong kinerja dari pelaksana khusus pada pemenuhan hak di bidang kesehatan, akan diberikan reward bagi fasilitas kesehatan yang telah memenuhi hak tersebut secara maksimal,” ujar Handayani terkait rekomendasi pertama, soal penghargaan bagi pelaksanaan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Pendataan penyandang disabilitas perlu dilakukan karena selama ini ada perbedaan sumber data. Selain data di dinas kependudukan dan catatan sipil yang tidak lengkap, juga karena sumber data dari fasilitas kesehatan yang lebih kecil dari kondisi riil, dan data dinas sosial yang masih belum mencakup keseluruhan penyandang disabilitas.