Kasus Covid-19 di Indonesia cenderung turun beberapa hari terakhir, juga tingkat hunian di rumah sakit. Meski demikian, masyarakat diimbau tetap waspada dan tidak hanyut dalam euforia.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus Covid-19 dan tingkat kematian secara nasional turun signifikan. Meski demikian, kita tidak boleh lengah dengan mengabaikan protokol kesehatan karena risiko penularan masih ada.
Data Kementerian Kesehatan, Senin (6/9/2021), menunjukkan, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia bertambah 4.413 orang sehingga total menjadi 4.133.433 kasus. Sementara kasus aktif turun sebesar 9.248 sehingga total menjadi 146.271 kasus.
Penambahan kasus baru dan kasus aktif di Indonesia lebih rendah daripada sejumlah negara lain di Asia Tenggara. Filipina mengalami penambahan kasus baru 22.415 dengan total kasus aktif 159.633 kasus. Malaysia memiliki 17.352 kasus baru dan kasus aktif 252.668 kasus. Sementara Thailand mendapatkan 13.988 kasus baru dan kasus aktif 148.622.
Menyikapi perkembangan terbaru Covid-19 di Indonesia, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat terkait pandemi Covid-19 untuk menghindari adanya euforia berlebihan. Ia menekankan bahwa virus ini bisa dikendalikan, tetapi tidak mungkin hilang sepenuhnya.
”Masyarakat harus sadar bahwa Covid selalu mengintip. Varian Delta selalu mengintip kita. Begitu lengah, bisa naik lagi,” kata Presiden, Senin.
Belajar dari negara lain
Guru Besar dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam mengatakan, saat ini memang kasus Covid-19 di Indonesia cenderung turun, juga tingkat hunian di rumah sakit. ”Tetapi, jangan sampai euforia. Kita harus belajar dari negara lain yang sudah divaksin dan lepas masker, tetapi kasusnya naik kembali,” ucapnya.
Namun, jangan sampai euforia. Kita harus belajar dari negara lain yang sudah divaksin dan lepas masker, tetapi kasusnya naik kembali.
Penurunan kasus di Jawa terjadi signifikan, tetapi di beberapa daerah lain masih cukup tinggi. Protokol kesehatan, terutama masker, harus tetap dipakai. Mengacu pada studi skala besar terbaru di Bangladesh, masker terbukti efektif menurunkan penularan sekalipun tingkat vaksinasi negara tersebut relatif rendah.
Indonesia juga mesti belajar dari kesalahan strategi penanganan sebelumnya yang melonggarkan karantina dan varian baru masuk. ”Kita sudah kecolongan dua kali sehingga masuk varian Alfa dan kemudian Delta. Jangan sampai kecolongan lagi dengan varian Mu. Karantina harus diperkuat,” ujarnya.
Kemarin, pemerintah memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di luar Jawa/Bali hingga 20 September mendatang. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut saat ini hanya tersisa dua provinsi di luar Jawa/Bali yang menerapkan PPKM level, 4 yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
”Pandemi belum berakhir dan virus ini tidak bisa hilang. Masyarakat diminta tetap waspada meski angka kasus turun, tetapi ini belum merata dan masih bersifat dinamis,” ujar Airlangga.
Per 5 September 2021, masyarakat yang melakukan skrining lewat aplikasi PeduliLindungi di fasilitas publik, seperti pusat perbelanjaan, industri, dan olahraga, di Jawa dan Bali terdata mencapai 21 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 761.000 orang masuk kategori merah, dan tidak diperkenankan masuk serta beraktivitas di tempat publik oleh sistem. Adapun sejumlah 1.603 orang masuk kategori hitam, yakni status positif Covid-19 dan kontak erat, tetapi mencoba melakukan aktivitas publik.
”Ke depan, pemerintah akan menindak orang yang masuk kriteria hitam PeduliLindungi, yakni masih mencoba melakukan aktivitas di area publik dan membawa mereka ke isolasi terpusat. Ini untuk menjaga dan melindungi kita semua, karena mereka bisa membangun kluster baru lagi di berbagai tempat,” kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengingatkan, sekalipun kasus telah turun, penambahan kematian harian di Indonesia masih sangat tinggi. ”Kematian karena Covid-19 kita masih tertinggi di ASEAN yang mengindikasikan adanya masalah strategi hulu dan hilir,” katanya.
Guru Besar FK UI sekaligus mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama menambahkan, penurunan status dari pandemi menjadi endemi belum akan terjadi dalam waktu dekat ini. ”Bagaimana dan kapan pandemi berakhir di dunia dan di suatu negara akan bergantung setidaknya pada bagaimana virusnya sendiri, termasuk bagaimana mutasinya. Selain itu, hal itu ditentukan bagaimana perilaku kita dalam menjalankan protokol kesehatan dan kebijakan pembatasan, serta bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dalam diagnosis baru, obat baru, hingga vaksin,” ujarnya.
Menurut Tjandra, suatu negara dianggap status epidemiologinya sudah aman apabila angka reproduksi virus di bawah 1, jumlah kasus dan kematian dapat ditekan amat rendah, pelayanan kesehatan dapat menanggulangi setiap kasus yang ada, serta jumlah yang divaksinasi sudah memadai. (AIK/WKM/LKT/CAS)