Di rubrik Bahasa ini, Ahmad Sahidah menulis ”Hukum DM” dalam edisi Selasa, 13 Juli 2021. Saya tidak tahu apakah Ariel Heryanto akan menganggapnya polisi bahasa dan apakah Bre Redana akan menggolongkannya ke dalam priayi-priayi yang bercita rasa adiluhung. Saya menghargai tulisannya itu sebagai cerminan kecintaannya kepada bahasa Indonesia.
Ahmad Sahidah memperingatkan munculnya kebiasaan yang salah dalam berbahasa, yakni melanggar hukum DM. Kalau kesalahan itu dibiarkan saja, tidak mustahil bahwa kesalahan tersebut lama-kelamaan akhirnya berterima menjadi salah kaprah.
Contoh yang diberikannya ialah public figure dan social media yang dialihejakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi publik figur dan sosial media. Seharusnya kata-kata itu mematuhi kaidah tata bahasa Indonesia; dalam hal ini, hukum DM. Jadi, yang benar ialah figur publik dan media sosial.
Saya setuju. Kalau tidak dialihejakan, tetapi diterjemahkan, public figure menjadi tokoh masyarakat.
Ahmad Sahidah memberi conton-contoh lain yang dikatakannya perkecualian (ala Sutan Takdir Alisjahbana) atau bahkan pelanggaran hukum DM, yakni perdana menteri, bumiputera, dan mikrobiologi. Saya setuju bahwa perdana menteri merupakan perkecualian. Karena itu, perdana menteri (prime minister) tidak usah ”dibetulkan” menjadi menteri perdana. Namun, juga jangan dijadikan pola dan ditiru! Kalau dalam tata istilah ada istilah-istilah yang diutamakan, diselangkan, dijauhkan, pemadanan prime minister dengan perdana menteri itu sebaiknya kita kategorikan sebagai yang dijauhkan.
Akan tetapi, bumiputera dan mikrobiologi bukan perkecualian dan juga bukan kesalahan (pelanggaran hukum DM). Bumi dan mikro dalam kedua kata itu bukan adjektiva yang menyifati (menerangkan keadaan) nomina yang ditulis serangkai dengan—dan mengikuti—kata bumi dan mikro itu. Keduanya ialah bentuk penggabung yang memang harus ditulis serangkai dengan—dan di depan—nomina yang bersangkutan.
Begitu pula, mikrobiologi dan telefon sudah benar. Kalau ada yang perlu dibetulkan, itu bukan mikrobiologi, tetapi usaha mikro karena sebagai bentuk penggabung mikro ’renik’ itu harus ditulis serangkai dengan—dan di depan—nomina yang diterangkannya. Seharusnya istilah ”UMKM” (usaha mikro, kecil, dan menengah) diluruskan menjadi ”URKM” (usaha renik, kecil, dan menengah), atau ”UGKM” (usaha gurem, kecil, dan menengah). Dulu gurem dalam petani gurem diartikan secara kiasan sebagai ’sangat kecil’. Sejatinya gurem itu sejenis tungau.
Bumiputera itu istilah Malaysia. Di Indonesia sebutannya pribumi. Bumiputera tidak usah ”dibetulkan” menjadi putera bumi. Demikian pula Pancasila, Dwiwarna, adidaya, Baratayuda, dan sebagainya tidak usah dibalik-balik.
L Wilardjo
Pendekar Bahasa yang Fisikawan