Berpikir Kritis Kunci agar Tak Hanyut dalam Banjir Informasi
Kemampuan untuk berpikir kritis ini membuat orang tidak mudah terpengaruh. Kemampuan ini penting karena saat ini siapa pun bisa memproduksi berita dan konten serta menyebarkannya.
Oleh
Angger Putranto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Disrupsi terjadi hampir di semua lini kehidupan baik pertanian, media bahkan juga pendidikan. Di tengah banjir informasi yang mendisrupsi, dibutuhkan kemampuan berpikir kritis agar tak mudah hanyut.
Hal itu mengemuka dalam diskusi bersama Institut Pertanian Bogor, PT Great Giant Pineapple dan harian Kompas yang bertajuk ”Literasi Digital Banjir Informasi, Memilah Hoax dan Fake News”, Jumat (3/9/2021). Hadir dalam diskusi tersebut, Direktur PT Great Giant Pineapple Welly Soegiono, Rektor Institut Pertanian Bogor Prof Dr Arif Satria, SP, MSi., Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra dan 100 peserta diskusi lainnya.
Salah satu banjir informasi, ujar Arif Satria, tampak dalam layanan pesan singkat aplikasi Whatsapp. Banyak informasi bertebaran di aplikasi tersebut yang tidak semuanya benar. Sayangnya, informasi yang belum tentu benar itu dengan mudah dibagikan.
”Dalam kondisi ini diperlukan kemampuan untuk berpikir kritis. Saat menerima informasi, jangan mudah menyebarkannya. Jangan asal forward. Berpikirlah kritis, bagaimana kebenarannya, apa manfaat dan dampaknya bila disebarkan,” tuturnya.
Arif mengatakan, kemampuan untuk berpikir kritis ini membuat orang tidak mudah terpengaruh. Kemampuan ini penting karena saat ini siapa pun bisa memproduksi berita dan konten serta menyebarkannya. Berpikir kritis, membuat seseorang juga bisa memilih dan memilah informasi mana yang penting dan bermanfaat bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya.
Disrupsi, lanjut Arif, tidak hanya terjadi di dunia media dengan fenomena banjir informasi. Dunia pendidikan dan pertanian juga mengalami hal serupa. Ia mencontohkan, sesaat lagi pendidikan tidak hanya lahir dari lembaga pendidikan, tapi justru dari lahir dari pasar.
”Disrupsi ini harusnya jadi pulang bukan hanya sekedar tantangan. Oleh karena itu, diperlukan pola pikir tumbuh berkembang yang melihat segalanya sebagai peluang. Optimisme ini membuat kita bisa keluar dengan strategi yang tepat,” tuturnya.
Salah satu strategi yang penting ialah kreatif. Upaya sinergi yang dilakukan PT Great Giant Pineapple, Institut Pertanian Bogor, dan Harian Kompas merupakan upaya kreatif untuk menghadapi peluang di era disrupsi
”Saat ini segala sesuatunya berubah dengan sangat cepat. Kita sudah seharusnya bersinergi agar arah perubahan ini tetap lurus menuju ke arah pertumbuhan yang benar,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Direktur PT Great Giant Pineapple Welly Soegiono. Menurutnya, sinergi yang dilakukan dilakukan PT Great Giant Pineapple, Institut Pertanian Bogor, dan harian Kompas merupakan bagian dari upaya untuk merawat jurnalisme berkualitas dan meningkatkan literasi digital.
”Kami, IPB dan PT GGP, tentu berharap mendapat banyak info yang presisi dari Kompas. Kami juga berharap upaya kami dalam pengembangan agrikultural dapat dipublikasikan oleh Kompas. Bila itu diwujudkan, sinergi perguruan tinggi seperti IPB dengan PT GGP dan Kompas bisa turut mengembangkan sektor hortikultura,” tuturnya.
Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra menyambut baik hubungan baik Kompas, PT GGP dan IPB. Kompas terus berupaya untuk memublikasikan capaian-capaian perguruan tinggi dan swasta.
”Kami bisa memublikasikan hasil riset dan temuan-temuan perguruan tinggi untuk kemajuan bangsa. Saat kami ingin memperdalam hasil liputan, kami juga berharap para dosen di IPB dapat memberi warna dan gagasan dari fakta-fakta yang kami temukan,” tuturnya.
Hasil liputan yang dipadukan dengan hasil riset para akademisi, lanjut Sutta, nantinya juga bisa dimanfaatkan oleh pihak swasta. Hasil liputan tersebut mungkin membantu perusahaan swasta seperti PT GGP dalam menentukan arah kebijakan perusahaan.