Mangkunegara IX, Raja Rendah Hati yang Peduli Seni
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara IX mengembuskan napas terakhir dalam usia 70 tahun, Jumat (13/8/2020) dini hari. Sang raja dikenal rendah hati, serta peduli pada seni dan budaya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
Keluarga Pura Mangkunegaran Surakarta berduka. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegara IX mengembuskan napas terakhir dalam usia 70 tahun pada Jumat (13/8/2020) dini hari di Jakarta. Sang pemimpin dikenang sebagai sosok yang rendah hati dan punya kepedulian pada kemajuan seni budaya.
Jenazah Mangkunegara IX diberangkatkan dari Jakarta bersama rombongan keluarga pukul 10.20. Rombongan itu tiba sekitar pukul 16.15 di Pura Mangkunegaran, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Rombongan terdiri dari permaisuri Mangkunegara IX, yaitu Kanjeng Gusti Putri (KGP) Mangkunegara IX atau Priska Marina; dan dua putranya, yaitu Gusti Raden Ajeng Ancilla Sura Sudjiwo dan Gusti Pangeran Haryo Bhre Chakrahutomo Wira Sudjiwo.
Peti jenazah yang baru tiba kemudian diterima sejumlah abdi dalem dari Wedhana Satriya Pura Mangkunegaran. Para abdi dalem mengantarkan jenazah almarhum menuju tempat persemayaman di Ndalem Ageng, yang berada di tengah kompleks Pura Mangkunegaran. Permaisuri dan dua putra almarhum mengikuti.
KGP Mangkunegara IX selalu tersedu setiap kali ada kolega yang mengucapkan rasa belasungkawa. Putranya, Bhre, berusaha menenangkan. Bhre juga berupaya agar tampak tegar atas setiap ungkapan duka yang diterimanya.
Bhre mengucapkan, kepergian ayahnya cukup mendadak. Beberapa hari sebelum berpulang, Mangkunegara IX tampak sehat dan sempat saling menelepon. Kebetulan, Bhre juga sedang berada di Kota Surakarta untuk sejumlah urusan saat kondisi kesehatan ayahnya menurun.
”Ini sesuatu yang tidak pernah kami bayangkan terjadi. Ini kehilangan yang besar bagi Mangkunegaran juga bagi keluarga. Ke depan, kami harus bisa melanjutkan semangat-semangat Kanjeng Gusti (Mangkunegara IX),” kata Bhre.
Mangkunegara IX dilahirkan di Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada 18 Agustus 1951. Beliau merupakan putra laki-laki dari KGPAA Mangkunegara VIII dan Raden Ajeng Sunituti atau GKP Putri Mangkunegara VIII. Semasa remaja, Mangkunegara IX diberi nama GPH Sudjiwo Kusumo. Pendidikan dasar hingga menengah ditempuhnya di Kota Surakarta.
Egaliter
Ketua Himpunan Kerabat Mangkunegaran (HKMN) Satyotomo menceritakan, sosok Mangkunegara IX sebagai pribadi yang egaliter. Meski menyandang status bangsawan, tidak lantas membuatnya membeda-bedakan dalam berteman. Bahkan, Mangkunegara IX semasa muda lebih senang dipanggil dengan nama mudanya, yaitu Sudjiwo.
”Masa remajanya sangat merakyat. Bergaul dengan siapa pun. Dari kecil ya sekolah di sekolah biasa. Orang-orang itu malah tidak pernah manggil pakai ’Gusti\'. Langsung ’Jiwo’ saja begitu. Beliau tidak pernah keberatan,” kata Satyotomo.
Sikap rendah hati Mangkunegara IX dibenarkan pula oleh Joko Pramudya dari Humas Pura Mangkunegaran. Selama 30 tahun lamanya, ia menjadi abdi dalem, jarang sekali ia menyaksikan Mangkunegara IX marah kepada abdi dalem. Sang pemimpin selalu punya cara membuat abdi dalemnya menyadari kesalahan sehingga memperbaikinya sendiri.
”Beliau sangat baik hati dan bijaksana. Jarang sekali duko (marah) dengan abdi-abdi dalem. Cara bicaranya juga sangat kebapakan dan mengayomi. Beliau menghormati semua orang. Juga termasuk orang-orang kecil,” kata Joko.
Mangkunegara IX juga dikenal punya tingkat kepedulian yang tinggi terhadap seni budaya. Salah satunya ditunjukkan dengan pendirian Akademi Seni Mangkunegaran Surakarta pada 2006.
Selain itu, Mangkunegara IX juga dikenal punya tingkat kepedulian yang tinggi terhadap seni budaya. Salah satunya ditunjukkan dengan pendirian Akademi Seni Mangkunegaran Surakarta pada 2006. Lembaga tersebut menjadi tempat pendidikan tinggi seni yang bernaung di bawah Yayasan Mangkunegaran yang dipimpin langsung oleh Mangkunegara IX.
Joko mengungkapkan, pendirian lembaga tersebut ditujukan untuk pengembangan budaya Mangkunegaran. Mangkunegara IX punya kekhawatiran apabila kesenian khas dari lingkungan kerajaan tersebut punah.
”Jadi itu khusus mempelajari kaitannya dengan seni budaya dengan gaya yang khas dari Mangkunegaran. Beliau tahu banyak kesenian berkembang selain di Mangkunegaran. Biar tidak punah, beliau mendirikan ini (Akademi Seni Mangkunegaran),” kata Joko.
Seni tari
Menurut situs resmi Pura Mangkunegaran, yaitu puromangkunegaran.com, Mangkunegara IX punya minat tinggi terhadap seni tari. Minatnya tampak dari kemahirannya memerankan Bambangan. Bambangan adalah kesatria yang lemah lembut dan halus. Peran tersebut perlu karakter kuat dan latihan keras untuk mencapai tingkatan tertentu.
Pada situs tersebut, disebutkan juga tari gaya Mangkunegaran semakin berkembang semasa kepemimpinan Mangkunegara IX. Ada sejumlah karya yang dihasilkan pada masa tersebut, seperti Tari Bedhya Suryosumirat (1990), Tari Kontemporer Panji Sepuh (1993), Tari Harjuna Sasrabahu, Tari Puspita Ratna (1998), Tari Kontemporer Negeri Sembako (1998), Tari Kontemporer Krisis (1999), Drama Tari Mintaraga, dan Drama Tari Dewa Ruci.
Tari gaya Mangkunegaran semakin berkembang semasa kepemimpinan Mangkunegara IX.
Daryono, dosen program studi seni tari ISI Surakarta, menyampaikan, pengembangan drama tari semasa kepemimpinan Mangkunegara IX kian menunjukkan keberpihakan sosok tersebut terhadap dunia kesenian. Ruang pengembangan seni diberikan porsi cukup besar.
”Saya kira untuk melengkapi genre tari yang ada. Kan ada bedaya, wireng, pethilan, dan ada genre drama tari ini. Saya kira ini untuk memperkaya pertunjukan,” kata Daryono.
Mangkunegara IX tak hanya meninggalkan KGP Mangkunegara IX, GRA Ancilla Sura Sudjiwo, dan GPH Bhre Chakrahutomo Wira Sudjiwo. Ada dua putra lain yang ditinggalkan, yakni GPH Paundrakarna Sukmaputra Jiwanegara dan GRA Putri Agung Suniwati. Kedua putra tersebut merupakan hasil pernikahannya dengan Sukmawati Soekarnoputri.
Joko mengungkapkan, pihak keluarga belum memikirkan soal suksesi takhta di lingkungan kerajaan tersebut. Segenap keluarga sedang fokus mengurus kedukaan. Persoalan suksesi bakal diurus selanjutnya. ”Yang penting hari ini kami mengurus soal kedukaan dulu. Berikutnya baru dipikirkan lebih lanjut soal itu,” kata Joko.
Menurut rencana, Mangkunegara IX akan disemayamkan di Ndalem Ageng hingga Minggu (15/8/2021). Pada hari Minggu, jenazah baru akan dimakamkan di Astana Girilayu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Minggu sekitar pukul 10.00. Sebelumnya, diadakan prosesi pemakaman sesuai adat Mangkunegaran. Untuk layat, bakal diterapkan protokol kesehatan ketat.
Mangkatnya Mangkunegara IX meninggalkan duka tak hanya di kalangan kerabat, tetapi juga warga Surakarta. Salah satu Raja Jawa tersebut telah meninggalkan garis haluan dan beragam karya seni budaya untuk melestarikan eksistensi Pura Mangkunegaran.