Statuta Baru Dinilai Cederai Martabat dan Wibawa UI
Dewan Guru Besar Universitas Indonesia menilai, perubahan Statuta UI terbaru justru mengancam martabat UI karena cacat formil atau prosedural dan materiil atau substantif.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kisruh rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia menjadi wakil komisaris utama salah satu badan usaha milik negara yang dinilai melanggar Statuta UI Tahun 2013 terus menuai kritik. Kali ini, internal UI melalui kajian Dewan Guru Besar UI menilai, perubahan Statuta UI yang terbaru justru mencederai otonomi dan tata kelola universitas yang baik.
Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UI Harkristuti Harkrisnowo, saat dihubungi, Selasa (27/7/2021), menjelaskan, UI harus menjaga tata kelola atau good university governance sebagaimana telah digariskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI. Perubahan menjadi PP No 75/2021 tentang Statuta UI justru mengancam martabat UI karena cacat formil atau prosedural dan materiil atau substantif.
”Dalam rangka menjaga martabat dan wibawa UI, DGB UI memohon kepada Presiden melalui kementerian terkait untuk tidak memberlakukan PP No 75/2021 dan kembali pada Statuta UI berdasarkan PP No 68/2013,” kata Harkristuti Harkrisnowo.
Dalam rangka menjaga martabat dan wibawa UI, DGB UI memohon kepada Presiden melalui kementerian terkait untuk tidak memberlakukan PP No 75/2021 dan kembali pada Statuta UI berdasarkan PP No 68/2013. (Harkristuti Harkrisnowo)
DGB UI secara resmi menerima Statuta UI yang baru pada 19 Juli 2021. Lalu, berdasarkan rapat pleno DGB UI pada 23 Juli 2021 yang membahas daftar inventarisasi masalah dalam PP No 75/2021, ditemukan perbedaan antara draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Statuta UI baru dengan Statuta UI baru yang akhirnya diterbitkan.
Di Statuta UI yang baru ditemukan ketentuan bahwa rektor berhak mengangkat/memberhentikan jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional peneliti, lektor kepala, dan guru besar. Ada pula perubahan larangan rangkap jabatan rektor dan wakil rektor dari pejabat pada BUMN/BUMD menjadi direksi pada BUMN/BUMD.
Selanjutnya, menghapus ketentuan bahwa pemilihan rektor oleh Majelis Wali Amanat (MWA) dilakukan oleh panitia yang berasal dari kelompok stakeholder UI dengan persyaratan tertentu, tapi menyerahkan sepenuhnya pada MWA. Menghapus kewajiban rektor untuk menyerahkan laporan kerja tahunan kepada Senat Akademik dan DGB. Menghapus mandat bagi empat organ untuk menyusun anggaran rumah tangga.
Ketentuan baru lainnya, yakni menghapus syarat non-anggota partai politik untuk menjadi anggota MWA. Menghapus kewenangan DGB untuk memberikan masukan kepada rektor tentang Rencana Program Jangka Panjang, Rencana Strategis, dan Rencana Akademik.
Statuta UI yang baru juga mengurangi kewajiban bagi UI untuk mengalokasikan dana pada mahasiswa tidak mampu. Beasiswa diberikan bagi yang memiliki prestasi akademik tinggi.
Dalam rangka menjamin good university governance, DGB mengirim hasil kajian kepada tiga organ UI. DGB UI meminta segera diadakan pertemuan bersama untuk mempersiapkan penyusunan Statuta UI yang baru, termasuk yang akan dibahas dalam Statuta UI baru adalah kemungkinan pengalihan kewenangan antar-organ, yang tentu harus dibicarakan secara bersama di antara empat organ UI.
”Kami sudah menyurati tiga organ lainnya, (yaitu) MWA, Rektorat, dan Senat Akademik untuk bersama-sama mengajukan permohonan kepada Presiden untuk mencabut PP No 75/2021. Besar harapan kami, dua organ lain MWA dan Rektorat akan sepakat dengan DGB dan Senat Akademik untuk menjaga good university governance,” kata Harkristuti.
Anggota DGB UI, Sulistyowati Irianto, mengatakan, PP Statuta UI yang baru cacat formil dan materiil. DGB UI melalui tiga wakilnya mengikuti proses penyusunan RPP Statuta UI sampai terakhir kali pada rapat 30 September 2020 di Kemendikbud Ristek.
Pada 19 Juli 2021, DGB UI tiba-tiba menerima copy salinan PP No 75/2021. Setelah diamati, DGB UI berkesimpulan bahwa penerbitan PP tersebut tanpa mengikuti proses pembahasan RPP, baik di internal UI bersama tiga organ lainnya, yaitu Rektor, MWA, dan SA, maupun rapat-rapat di Kemendikbud Ristek, di Kementerian Hukum dan HAM, serta di Sekretariat Negara, dari Oktober 2020 sampai terbitnya PP Juli 2021.
DGB UI memiliki sejumlah dokumen kronologis yang pada intinya telah terjadi penyimpangan prosedur dan tidak dipenuhinya asas keterbukaan dalam penyusunan PP No 75/2021 sebagaimana diatur dalam UU No 12/2011 tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Karena itu, DGB telah memutuskan secara bulat, PP No 75/2021 memiliki cacat formil dan materiil.
Rawan kepentingan
Dalam webinar Aliansi Dosen dan Mahasiswa UI Menilik Statuta UI baru pada Sabtu (24/7/2021), Guru Besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Manneke Budiman mengaku prihatin melihat rumah UI sedang dihancurkan dari luar, bahkan juga oleh orang-orang UI sendiri. ”PP statuta UI yang baru tidak bertujuan untuk memajukan UI dalam berbagai aspek, (tapi) justru membuat UI makin rentan terhadap kepentingan politik luar,” kata Manneke.
Menurut Manneke, tata kelola UI makin sentralistik pada rektor. Kini, terbuka jalan bagi siapa pun rektornya di UI untuk memasukkan orang-orang politik ke UI, baik lewat jalur MWA maupun akademik (doktor kehormatan, lektor kepala, guru besar) tanpa pertimbangan ataupun persetujuan organ lain secara proporsional.
Sementara itu, pernyataan yang mengatasnamakan Alumni UI Cinta NKRI, mendukung sepenuhnya kepada MWA, Rektor UI beserta seluruh jajaran Rektorat, DGB UI, dan Senat Akademik UI, untuk terus melakukan pembenahan, perbaikan, perubahan, peningkatan kualitas dan penyusunan program kerja UI sebagai pusat keunggulan sampai dengan berakhirnya masa tugas Rektor UI dan MWA UI terpilih tersebut.