Mari Kita Lindungi Tenaga Kesehatan
Lonjakan kasus Covid-19 menempatkan tenaga kesehatan menjadi lebih mudah tertular Covid-19. Kita bisa melindungi mereka dengan cara sederhana, yaitu menjalankan protokol kesehatan.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI mencatat 545 dokter meninggal akibat Covid-19 hingga Minggu (18/7/2021). Beban kerja tenaga kesehatan di tengah lonjakan kasus penularan yang sangat tinggi saat ini menjadi salah satu alasannya.
Menurut data Satuan TugasvPenanganan Covid-19, pada Minggu kemarin ada penambahan 44.721 kasus positif Covid-19 di Indonesia dengan jumlah kasus aktif sebanyak 542.236 kasus. Adapun jumlah pasien meninggal sebanyak 73.582 kasus atau bertambah 1.093 jiwa.
Tren penambahan kasus dan angka kematian yang cenderung meningkat menyebabkan sejumlah fasilitas kesehatan kolaps. Selasar dan lorong-lorong di sejumlah rumah sakit habis digunakan sebagai ruang perawatan.
Selain berdampak pada tenaga kesehatan kewalahan dan terlalu letih, rumah sakit pun kekurangan ruang perawatan serta logistik, seperti oksigen dan obat-obatan, menipis.
Bahkan, sejumlah rumah sakit kehabisan oksigen. Pun masyarakat umum sulit mendapatkan tabung oksigen beserta regulatornya dan mengisi ulangnya. Kalaupun tersedia, harganya sudah melangit.
Setiap dokter yang meninggal, artinya, negara kehilangan satu aset utama dalam sistem ketahanan kesehatan nasional. Ini pukulan berat bagi dunia kedokteran. (Menaldi Rasmin)
Dengan kondisi kelelahan berlebih yang dialami tenaga kesehatan tersebut, saat ini membutuhkan pembenahan manajemen pelayanan kesehatan agar beban kerja tenaga kesehatan seimbang.
”Saat ini kita dihadapkan dengan kapasitas (layanan kesehatan) berlebih, supply dan demand yang tidak seimbang, obat dan alat kesehatan yang terbatas, hingga keterbatasan sumber daya manusia karena paparan Covid-19. Dalam ilmu kesehatan, ini disebut functional collapse,” kata Ketua Tim Mitigasi PB IDI M Adib Khumaidi pada konferensi pers daring.
Salah satu faktor penyebab rumah sakit mengalami kolaps fungsional karena banyak tenaga kesehatan terpapar Covid-19. Hingga kini ada 545 dokter meninggal karena Covid-19. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) pun mencatat 7.392 perawat positif Covid-19 dan 445 perawat meninggal. Tenaga kesehatan lain, seperti bidan, apoteker, hingga tenaga lab, pun turut terpapar Covid-19.
Lonjakan kasus Covid-19 menyebabkan jumlah pasien yang ditangani tenaga kesehatan semakin banyak. Penambahan fasilitas kesehatan, seperti tempat tidur dan ruang perawatan, pun turut menambah beban kerja mereka.
Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi Dokter PB IDI Mahesa Paranadipa Maikel mengatakan, beban kerja yang berlebihan membuat tenaga kesehatan kelelahan. Mereka berpotensi mengalami burnout atau keletihan fisik dan mental jika ini terjadi dalam waktu panjang. Hal tersebut membuat mereka semakin rentan terhadap penularan Covid-19.
”Dokter jadi tulang punggung penanganan Covid-19. Di satu sisi, tidak semua dokter spesialis bisa ditempatkan di ruang perawatan karena menimbang faktor risiko dan (penyakit) komorbid,” ujar Mahesa.
Ia meminta agar masyarakat membantu mengurangi beban tenaga kesehatan dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan. Menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas jadi cara ampuh mengurangi beban tenaga kesehatan.
Perbaiki sistem
Selain menjalankan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat lebih ketat, serius, dan efektif, sistem pelayanan kesehatan perlu dibenahi. Pemerintah daerah dan seluruh rumah sakit diminta untuk segera melakukan identifikasi kemampuan, seperti ketersediaan sumber daya manusia, ruang perawatan, obat, dan alat kesehatan. Ini penting untuk memetakan fasilitas kesehatan saat ini.
Sistem rujukan pasien berjenjang juga dibutuhkan. Ini untuk mengurangi beban rumah sakit. Sistem rujukan berjenjang bisa dimulai dengan triase berbasis komunitas.
Baca juga: 545 Dokter Meninggal akibat Covid-19
Triase adalah sistem identifikasi dan klasifikasi pasien berdasarkan kondisinya. Satgas Covid-19 di RT/RW bisa ditugaskan untuk identifikasi tingkat keparahan pasien. Tenaga kesehatan kemudian yang menentukan apakah pasien dapat isolasi mandiri di rumah atau perlu dirujuk ke rumah sakit. Penentuan ini juga bisa dilakukan melalui aplikasi telemedicine atau telemedik.
Selanjutnya, rumah sakit dapat menyiapkan rumah sakit lapangan untuk menangani pasien bergejala sedang. Sementara itu, rumah sakit difokuskan untuk menangani pasien bergejala berat hingga kritis.
Adib menambahkan, menambah kapasitas tempat tidur belum menyelesaikan masalah. Penugasan dan penempatan tenaga kesehatan juga harus strategis. Ini sekaligus untuk meminimalkan gugurnya tenaga kesehatan.
”Terlalu banyak dokter yang meninggal. Mereka tidak bisa dilihat dengan angka. Setiap dokter yang meninggal, artinya, negara kehilangan satu aset utama dalam sistem ketahanan kesehatan nasional. Ini pukulan berat bagi dunia kedokteran,” ujar Dewan Penasihat Tim Mitigasi Dokter PB IDI Menaldi Rasmin.
Lonjakan kasus
Penambahan signifikan kasus Covid-19 di sejumlah daerah terus terjadi. Seperti di Jambi, lonjakan mencapai 200 persen dalam empat hari terakhir meski varian Delta belum terdeteksi. Dinas kesehatan berencana mengirimkan sampel ke Litbang Kementerian Kesehatan di Jakarta pada Senin ini.
Juru Bicara Penanganan Covid-19 Provinsi Jambi Johansyah mengatakan, sudah 3 dari 9 rumah sakit di Kota Jambi mengalami keterisian tempat tidur 100 persen. Keterisian pada enam rumah sakit lainnya 53-90 persen.
Terkait itu, Gubernur Jambi Al Haris menerbitkan Instruksi Gubernur Nomor 7 Tahun 2021 yang terbit 16 Juli tentang Optimalisasi Penanganan Kasus Covid-19 di Masyarakat dan Perawatan Kasus di Rumah Sakit serta Rumah Isolasi.
Instruksi itu di antaranya menyebutkan agar pemerintah kota dan kabupaten memastikan tersedianya tempat perawatan di rumah sakit bagi warga positif Covid-19 dengan gejala sedang dan berat. Rumah sakit diminta menambah kapasitas tempat tidur bagi pasien Covid-19. Daerah juga diminta menyediakan rumah isolasi khusus bagi warga yang tanpa gejala atau bergejala ringan.
Di tengah berlangsungnya PPKM darurat, warga Kota Mataram di Nusa Tenggara Barat tetap menghabiskan waktu sore dengan berbagai kegiatan di kawasan bekas Bandara Selaparang, Minggu. Kegiatan itu dilakukan hampir tanpa protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menjaga jarak.
Baca juga: 1.671 Kasus Baru di NTB dalam Sepekan, Protokol Kesehatan Masih Longgar
Berdasarkan data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi NTB, kasus baru Covid-19 di NTB mulai mengalami lonjakan sejak 11 Juli 2021. Hari itu, pasien positif baru mencapai 194 orang. Sejak hari itu, kasus harian di NTB tak pernah berada di bawah 100 kasus.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi NTB Romy Hidayat mengatakan, peningkatan kasus salah satunya terjadi karena melemahnya praktik protokol kesehatan di masyarakat. ”Jadi penularannya sangat tinggi,” kata Romy.
Di Kendari, Sulawesi Tenggara, jumlah pasien Covid-19 yang menjalani perawatan terus melonjak mencapai 816 orang. Ini membuat rumah sakit penuh dan kesulitan menerima pasien baru. Akibatnya, tak semua pasien bergejala berat bisa segera mendapatkan perawatan.
”Hari ini ruangan perawatan Covid-19 sudah penuh. Ruangan yang kami tambah terisi pasien,” kata Direktur RSUD Kendari dr Sukirman, Minggu.
Sejak kasus melonjak, RSUD Kendari membuka ruangan perawatan baru Covid-19. Ruangan yang awalnya memuat 40 pasien saat ini telah ditambah menjadi 124 kamar. Meskipun begitu, semua ruangan perawatan telah penuh pasien.
Baca juga: Pasien Capai 816 Orang, Rumah Sakit di Kendari Penuh
Penambahan kamar, rumah sakit, dann logistik obat serta oksigen merupakan tindakan responsif yang tak bisa terus-menerus dilakukan. Petugas kesehatan memiliki batas kekuatan dan sumber dayanya.
Mari kita lindungi para tenaga kesehatan dengan cara sederhana, yaitu tak jemu bersama-sama menjalankan protokol kesehatan. Ikhtiar ini pun untuk menjaga agar tulang punggung kesehatan di negeri kita ini tidak terus berguguran.