NTT Menggelar Kegiatan Belajar Mengajar Tatap Muka Mei 2021
Meski sedang dalam masa tanggap darurat Bencana Seroja, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur memastikan memberlakukan kegiatan belajar-mengajar tatap muka dijadwalkan mulai 1 Mei 2021 bagi siswa SMA.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Meski sedang dalam masa tanggap darurat bencana badai Seroja, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur memastikan memberlakukan kegiatan belajar-mengajar tatap muka pada 1 Mei 2021. Kebijakan ini berlangsung bagi sekolah dengan kondisi gedung yang aman ditempati.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nusa Tenggara Timur (NTT) Linus Lusi di Kupang, Selasa (27/4/2021), mengatakan, kegiatan belajar-mengajar (KBM) tatap muka untuk tingkat SMA atau sederajat tidak bisa ditunda. Belajar daring selama lebih dari satu bulan ini membuat para siswa jenuh, orangtua pun kesulitan mendampingi anak-anak di rumah, belum lagi menyangkut kesulitan kuota internet.
”Awal Mei 2021, kami mulai KBM tatap muka untuk tingkat SMA dan sederajat bagi sekolah yang gedungnya masih aman ditempati. Sekolah yang tidak layak akibat terjangan Badai Seroja tetap mengikuti KBM secara daring,” kata Lusi.
Ia mengatakan, KBM tatap muka Mei ini sebagai persiapan awal memasuki KBM sesungguhnya pada Juli 2021. Persiapan ini menyangkut pembersihan sekolah dan halaman sekolah, perbaikan pagar sekolah, serta pengadaan tempat sampah.
Awal Mei 2021 kami mulai KBM tatap muka untuk tingkat SMA dan sederajat bagi sekolah yang gedungnya masih aman ditempati. (Linus Lusi)
Pengadaan sanitasi, termasuk keran air, di setiap pintu masuk ruang kelas, tata tertib menjaga jarak saat mencuci tangan dengan sabun, cara berbaris sesuai protokol kesehatan di halaman sekolah, dan bagaimana cara berkumpul bersama saat istirahat sekolah agar tidak berkerumun harus dipraktikkan lebih awal.
Protokol kesehatan
Kegiatan itu menyangkut penyesuaian dengan protokol kesehatan Covid-19. Para siswa harus menjalankan protokol kesehatan di lingkungan sekolah sebagai kebiasaan hidup baru yang tidak bisa dianggap remeh. Apalagi, para siswa belum berhak mendapat vaksin Covid-19, sementara kebanyakan guru sudah mendapatkan vaksin.
Ia mengaku, orangtua siswa dan para guru di beberapa SMA di Kota Kupang sudah melakukan pertemuan secara virtual membahas KBM tatap muka ini. SMA Katolik Giovani, misalnya, pihak sekolah dan orangtua sudah sepakat untuk KBM tatap muka ini.
”Semua dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat. Para siswa tidak hanya mendapatkan bimbingan dan peringatan dari guru-guru sekolah, tetapi juga orangtua. Pihak orangtua tiga kali dalam satu pekan wajib mengunjungi sekolah untuk memantau anak-anak terkait pelaksanaan protokol kesehatan,” kata Lusi.
Terkait kerusakan gedung sekolah akibat Badai Seroja, Lusi mengatakan, data kerusakan yang diperoleh secara daring per Senin (26/4/2021) sebanyak 398 gedung, yang terdiri dari gedung SMA atau sederajat, SMP atau sederajat, SD, dan TK. Kerusakan itu tersebar di Rote Ndao 74 unit, Kota Kupang 81, Kabupaten Kupang 69 unit, Sumba Timur 71 unit, Alor 42, Flores Timur 6 unit, Lembata 11 unit, Sabu Raijua 20, Malaka 10 unit, dan Manggarai Timur 14 unit.
Data ini masih bersifat sementara. Ketika tim verifikasi dari pusat tiba, bisa saja data kerusakan bertambah. Namun, setelah diverifikasi dapat dipastikan jenis kerusakan berat, sedang, dan kerusakan ringan.
Gedung yang rusak ini dibangun pemerintah pusat, yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tim dari dua kementerian ini akan melakukan verifikasi atas semua kerusakan itu.
”Tim ini akan didampingi tim dari dinas pendidikan dan kebudayaan provinsi, lalu sama-sama ke dinas kabupaten/kota, sama-sama melakukan verifikasi,” ujarnya.
Data jumlah sekolah SMA/SMK dan SMP di NTT sebanyak 903 unit. SD se-NTT sebanyak 5.181, SMP 1.774, TK 1.599, SLB 33, kelompok bermain 3.575, tempat penitipan anak (TPA) 24 unit, tempat kegiatan belajar masyarakat (TKBM) (untuk paket C) 2.024 unit, dan sanggar kegiatan belajar masyarakat (SKBM) 20 unit. Total gedung sekolah, termasuk yang diselenggarakan masyarakat, mencapai 15.133 unit.
Ketua Dewan Pendidikan NTT Simon Riwu Kaho mengatakan, perbaikan gedung sekolah di NTT sebaiknya dimulai dari pulau-pulau terpencil. Kondisi sekolah di pulau-pulau itu sangat memprihatinkan. Tanpa bencana saja, sekolah di pedalaman itu sulit berkembang karena gedung sekolah dan sarana pendukung sangat terbatas.
Belum normalnya jaringan listrik, telekomunikasi, dan ketersediaan bahan pangan membuat guru sekolah negeri enggan mengabdi di pedalaman. Sekolah-sekolah di pedalaman lebih banyak ditangani guru sukarela yang sebagian besar lulusan SMA atau sederajat dari desa itu. ”Mereka tidak digaji, kalau ada pun dari dana komite berkisar Rp 100.000-Rp 150.000 per bulan, sementara guru berstatus pegawai negeri sipil memilih mengajar di kota,”ujarnya.
Kondisi sumber daya lulusan SD dan SMP di pedalaman pun sangat rendah. Lulus dengan nilai tinggi, tetapi tidak tahu baca, tulis, dan menghitung. Tidak hanya itu, pengetahuan praktis tentang letak geografis sebuah kota atau provinsi pun mereka tidak tahu.
”Di sekolah menengah pedalaman Sumba Timur, Lewoleba, Lembata, saja mereka menjawab saya ada di Sulawesi Utara, kemudian Labuan Bajo di Sumatera Selatan,”kata Riwu Kaho.