Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta dan/atau Musik menjawab persoalan ketiadaan pusat data lagu dan musik secara nasional.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gebrakan penting dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik adalah pembentukan basis data lagu dan musik nasional. Ini menjawab tantangan terbesar penegakan hak cipta di sektor musik, yakni ketiadaan basis data acuan pemungutan dan penyaluran royalti.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta dan/atau Musik diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2021. Sehari kemudian, PP ini diundangkan.
Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FSMI) Candra Darusman saat dihubungi, Rabu (7/4/2021), di Jakarta, mengatakan, kewajiban membayar royalti lagu dan musik sudah lama. PP No 56/2021 untuk mengingatkan mereka yang belum membayar royalti.
Terobosan PP No 56/2021 bukan urusan bayar-membayar royalti yang memang sudah jadi kewajiban kepada pencipta, pemegang, dan pemilik hak cipta. Gebrakan peraturan pemerintah ini adalah basis data lagu dan musik yang terpusat.
”Terobosan PP No 56/2021 bukan urusan bayar-membayar royalti yang memang sudah jadi kewajiban kepada pencipta, pemegang, dan pemilik hak cipta. Gebrakan peraturan pemerintah ini adalah basis data lagu dan musik yang terpusat. Sebab, selama ini belum ada,” ujarnya.
Pasal 3 PP No 56/2021 menjelaskan, setiap orang dapat menggunakan secara komersial lagu ataupun musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Adapun bentuk layanan publik yang bersifat komersial meliputi seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, diskotek, konser musik, alat transportasi, pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan pertokoan, serta pusat rekreasi. Lalu, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, dan usaha karaoke.
Sementara Bab II PP No 56/2021 yang dimulai dari Pasal 4 hingga Pasal 7 mengatur tentang pusat data lagu dan musik. Pasal 5 PP No 56/2021 menjelaskan, semua lagu dan musik yang telah dicatatkan dalam daftar umum ciptaan dimasukkan ke dalam pusat data.
Pasal 6 Bab II PP No 56/2021 menyebutkan, pusat data lagu dan musik dikelola oleh direktorat jenderal. Pusat data dan lagu dapat diakses oleh LMKN, pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait dan kuasanya, serta orang yang menggunakan secara komersial untuk memperoleh informasi lagu ataupun musik yang tercatat.
Pada Pasal 7 Bab II PP No 56/2021 dijelaskan, pusat data lagu dan musik memuat informasi tentang pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait, hak cipta, dan hak terkait. Informasi tersebut dapat berasal dari hak cipta secara elektronik. Pembaruan data bisa dilakukan setiap tiga bulan atau sewaktu-waktu jika dibutuhkan.
Candra mengatakan, FSMI mengapresiasi inisiatif pemerintah membangun basis data lagu dan musik terpusat. FSMI berharap negara bisa bekerja sama dengan swasta, seperti para musisi.
Sebelumnya, pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif (kini melebur ke dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) menggagas Portamento. Portamento merupakan platform mahadata musik. Musisi dapat mengunggah karya musik sekaligus keterangan pencipta, lirik, rekening bank, nomor pokok wajib pajak, dan segala hal tentang musik.
Namun, hingga sekarang, gagasan tentang Portamento belum tampak realisasinya. Menurut Candra, jika ingin melanjutkan Portamento, pemerintah harus memodifikasinya sesuai dengan amanat PP No 56/2021. Misalnya, basis data yang dulu ingin dibangun di Portamento tidak perlu. Sebagai gantinya, dalam Portamento cukup dipasang sistem yang bisa mendeteksi, mengawasi, dan memonitor.
”Basis data akan berpusat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. DJKI kan selama ini memang mengurus pendaftaran hak cipta lagu dan musik,” katanya.
Dengan adanya PP No 56/2021, kata Candra, para LMK yang sudah ada di Indonesia tetap berperan mengumpulkan royalti lagu dan musik. Ketika telah terkumpul, dasar pembagian royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait mengacu pada basis data yang diamanatkan PP.
Manajer Advokasi Koalisi Seni Hafez Gumay menyampaikan, selama ini Indonesia belum memiliki sistem yang dapat mendeteksi dan menghitung penggunaan lagu dan musik secara komersial. Sistem ini mutlak diperlukan guna menjamin pembagian royalti kepada para pencipta lagu berjalan adil.
”Selama ini, penentuan besaran pembagian royalti untuk pencipta lagu tidak jelas karena data jumlah penggunaan lagu dan musik belum transparan,” ujarnya.
Sistem informasi lagu dan/atau musik (SILM), menurut PP No 56/2021, akan dibangun oleh LMKN. LMKN merupakan lembaga bantu pemerintah non-APBN yang dibentuk menteri dan memiliki kewenangan menarik, menghimpun, mendistribusikan royalti, dan mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta serta pemilik hak terkait di bidang lagu ataupun musik.
Harapannya, setelah SILM beroperasi, setiap pencipta lagu akan mendapatkan royalti sesuai dengan jumlah pemakaian karya mereka dengan bukti penghitungan yang transparan.
Hafez mengatakan, Pasal 22 PP No 56/2021 mengamanatkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia membangun basis data dan LMKN membangun SILM paling lambat dua tahun sejak PP diundang. Dia memandang, semua pelaku di industri musik harus terus menekan pemerintah dan LMKN agar segera merampungkan kewajibannya. Jangan sampai pengalaman keterlambatan hadirnya PP No 56/2021 terulang kembali.
”PP No 56/2021 merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Artinya, PP ini datang sangat terlambat. Padahal, peraturan pelaksana sebuah UU seharusnya rampung paling lambat dua tahun setelah UU dinyatakan berlaku,” katanya.
Hafez menambahkan, tanpa basis data dan SILM, transparansi pemungutan dan pendistribusian royalti akan sulit terwujud. Permasalahan penegakan hak cipta lagu dan musik akan kembali terulang.