Risiko penularan saat pembukaan sekolah tetap tinggi, terutama jika kasus penularan di komunitas masih tinggi. Hal ini harus diantisipasi dengan adanya tes rutin dan pelacakan.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Diduga karena tidak taat protokol kesehatan, ratusan siswa di sejumlah daerah terpapar Covid-19. Siswa yang tertular rata-rata tinggal di sekolah berasrama.
Di SMA 1 Sumatera Barat, Padang Panjang, Sumatera Barat, sebanyak 61 siswa terpapar Covid-19. Mereka kini menjalani isolasi mandiri di asrama sekolah.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang Nuryanuwar, Rabu (31/3/2021), mengatakan, sebelumnya 43 siswa telah dinyatakan positif Covid-19 dan pada Selasa (30/3/2021) malam bertambah 18 siswa yang tertular virus korona baru sehingga total ada 61 siswa terkonfirmasi positif Covid-19.
”Umumnya tanpa gejala. Mereka menjalani isolasi mandiri di asrama sekolah,” kata Nuryanuwar.
Munculnya kluster penularan Covid-19 di sekolah berasrama itu diduga akibat kunjungan orangtua ataupun ketidaktaatan warga sekolah terhadap protokol kesehatan. Kasus positif Covid-19 di SMA ini pertama kali ditemukan sekitar dua pekan lalu.
Menurut dia, hingga Selasa, sudah lebih dari 300 siswa yang dites usap PCR. Siswa yang tak tertular sudah dipulangkan ke kampung masing-masing.
Untuk mencegah kejadian serupa, Nuryanuwar meminta orangtua menjalani tes cepat antigen sebelum mengunjungi anaknya di asrama. Risiko penularan dari orangtua kepada anak tinggi karena interaksi mereka sangat dekat, seperti bersalaman dan cium pipi.
Dalam sepekan terakhir, 56 siswa dan guru di SMA Tititan Teras di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, juga terkonfirmasi positif Covid-19. Kegiatan sekolah ditiadakan untuk sementara.
Juru bicara penanganan Covid-19 Provinsi Jambi, Johansyah, mengatakan, pemeriksaan langsung dilakukan menyusul munculnya kasus seorang siswa di kelas XI yang terkonfirmasi positif. Sama seperti di Padang Panjang, penyebaran virus korona baru di SMA Tititan Teras relatif cepat karena para siswa tinggal bersama di asrama.
Kasus penularan Covid-19 juga terjadi di sebuah pondok pesantren (ponpes) khusus perempuan di Kelurahan Kauman, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah. Hingga saat ini, sedikitnya ada 38 santri dan ustazah atau guru di ponpes itu yang terkonfirmasi positif Covid-19. Menurut Camat Pasar Kliwon Ari Dwi Daryatmo, untuk mencegah meluasnya penularan, ponpes tersebut telah diminta menghentikan sementara kegiatan pembelajaran tatap muka.
Menyikapi sekolah tatap muka yang sudah digelar di sejumlah daerah, epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengatakan, pemeriksaan rutin dan pelacakan yang cepat harus menjadi syarat pelaksanaan sekolah tatap muka selain penerapan protokol kesehatan yang ketat. Tanpa tes rutin, sekolah bisa menjadi kluster Covid-19 yang berisiko, terutama terhadap guru ataupun orangtua, karena penularan pada anak-anak dan remaja biasanya tanpa gejala.
Penularan SARS-CoV-2 dapat terjadi di lingkungan sekolah ketika strategi pencegahan tidak diterapkan atau tidak diikuti. Misalnya, masker tidak dikenakan dengan baik dan benar serta kondisi ruang kelas padat.
”Bagaimanapun, risiko penularan saat pembukaan sekolah tetap tinggi, terutama jika kasus penularan di komunitas juga masih tinggi. Hal ini harus diantisipasi dengan adanya tes rutin agar kasusnya tidak membesar,” kata Dicky.
Jika sekolah tidak melakukan tes rutin dan tidak memiliki kemampuan lacak yang baik, risikonya akan terjadi penularan yang meluas di sekolah. Selanjutnya, penularan juga bisa terjadi kepada guru dan keluarga. Oleh karena itu, jika pembelajaran tatap muka tetap digelar, kemampuan tes dan lacak harus diperbaiki.
Ketua Umum Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Seto Mulyadi mengatakan, pihaknya bersama Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan (Kerlip) menyatakan menolak penyesuaian terbaru surat keputusan bersama empat menteri. Kedua organisasi mengimbau kepada masyarakat untuk tetap bersabar dan menahan diri untuk menggelar pembelajaran tatap muka.
”Membuka persekolahan untuk kembali melakukan tatap muka kami pandang sebagai pelanggaran yang sangat keras terhadap hak hidup dan berkembang anak,” katanya. (JOL/NDU/HRS/AIK/EGI/DNE/ITA/MED/DIV/IKA)