Pemerintah mengubah penghitungan penggunaan dana bantuan operasional sekolah reguler dan dana alokasi khusus fisik. Perubahan itu dengan harapan untuk meningkatkan pemerataan mutu pelayanan pendidikan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengubah penghitungan nilai satuan bantuan operasional sekolah dan dana alokasi khusus fisik. Perubahan itu bertujuan untuk membantu pemerataan mutu layanan pendidikan.
Untuk bantuan operasional sekolah (BOS) reguler, pada 2021 pemerintah mulai menerapkan penghitungan nilai satuan biaya operasional berdasarkan indeks kemahalan konstruksi (IKK) dan indeks peserta didik (IPD) tiap kabupaten/kota. Untuk DAK fisik, penggunaan difokuskan pada ketuntasan sarana prasarana pendidikan dengan pembangunan ataupun rehabilitasi bersifat kontraktual.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, Kamis (25/2/2021), di Jakarta, menjelaskan, penghitungan nilai satuan biaya berdasarkan IKK dan IPD bertujuan menciptakan keadilan sosial bagi sekolah-sekolah di pelosok. Pada tahun-tahun sebelumnya, penghitungan nilai satuan biaya berdasarkan jumlah siswa sehingga membuat sekolah di kelompok wilayah seperti itu dirugikan.
”Kalau berdasarkan IKK dan IPD, perhitungan nilai satuan biaya operasional lebih adil. Biaya logistik dan distribusi setiap kabupaten/kota yang berbeda-beda jadi terakomodasi. Dampak nyatanya adalah terjadi kenaikan signifikan penerimaan BOS reguler di sekolah di daerah pelosok.
Sebagai gambaran, nilai satuan biaya per siswa per tahun di jenjang sekolah dasar (SD) akan mengalami kenaikan rata-rata 12,19 persen, dengan rentang penerimaan Rp 900.000 sampai dengan Rp 1.960.000. Di jenjang SMP, rata-rata kenaikan nilai satuan biaya per siswa per tahun 13,23 persen, dengan rentang penerimaan Rp 1.100.000 sampai dengan Rp 2.480.000.
Di jenjang SMA, rata-rata kenaikan nilai satuan biaya per siswa per tahun 13,68 persen, dengan rentang penerimaan Rp 1.500.000 hingga Rp 3.470.000. Kemudian di jenjang SMK rata-rata kenaikan 13,61 persen, dengan rentang penerimaan Rp 1.600.000 sampai Rp 3.720.000. Di jenjang SLB, rata-rata kenaikan 13,18 persen, dengan rentang penerimaan Rp 3.500.000 sampai dengan Rp 7.940.000.
Kalau berdasarkan IKK dan IPD, perhitungan nilai satuan biaya operasional lebih adil.
Untuk sekolah dengan jumlah siswa kurang dari 60 anak, pemerintah menyamakan penghitungan dengan sekolah yang punya siswa 60 anak. Hal ini bertujuan menjaga kesetaraan penyaluran BOS reguler.
Tahun 2021, pemerintah mengalokasikan Rp 52,5 triliun dana BOS bagi 216.662 satuan pendidikan jenjang SD, SMP, SMA/SMK, dan SLB di Indonesia. Nadiem memastikan, skema penyaluran langsung ke rekening tiap sekolah kembali dijalankan. Skema ini mampu mengurangi keterlambatan distribusi dana BOS reguler.
”Penyaluran BOS langsung ke rekening sekolah pada 2020 telah mengurangi keterlambatan 32 persen atau sekitar tiga minggu lebih cepat dibanding tahun sebelumnya,” ucapnya.
Fleksibilitas pemakaian
Mengenai kebijakan pemanfaatan BOS reguler, Nadiem menekankan bahwa fleksibilitas pemakaian diserahkan kepada kepala sekolah yang berlaku tahun lalu tetap berlanjut. Dia lantas menceritakan pengalamannya saat kunjungan ke Papua. Salah satu sekolah yang dia kunjungi mengaku menggunakan dana BOS reguler untuk membantu biaya transportasi siswa dan guru.
Mengenai DAK fisik, dia mengatakan, pada tahun 2020, kebijakan penggunaannya menyasar sebanyak mungkin sekolah yang butuh rehabilitasi. Pemenuhan seperti itu menjadi parsial. Oleh karena itu, kebijakan diubah menjadi mengejar ketuntasan sarana prasarana pendidikan.
Pelaksanaan pembangunan ataupun rehabilitasi menjadi bersifat kontraktual. Meski demikian, dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat dengan tenaga profesionalnya akan turun melakukan penilaian, mengevaluasi, dan memonitor. Jadi, penggunaan anggaran diharapkan menjadi lebih tepat sasaran dan efisien.
”Kepala sekolah menjadi lebih fokus ke proses pembelajaran dan tidak terbebani administrasi proses pengadaan barang dan jasa,” ujar Nadiem.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Jumeri menambahkan, pelaporan penggunaan BOS reguler mengoptimalkan sistem daring melalui laman bos.kemdikbud.go.id. Hal ini untuk menjaga akuntabilitas.
Bagi sekolah-sekolah di daerah yang terbatas akses internet, Kemendikbud mendorong dinas pendidikan setempat membantu pelaporan. Kemendikbud juga memberikan waktu pelaporan lebih panjang.
”Pelaporan pemakaian dana menjadi syarat wajib bagi sekolah bisa menerima bantuan tahap berikutnya,” kata Jumeri.
Keberpihakan
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) Asep Tapip Yani, saat dihubungi terpisah, berpendapat, perubahan perhitungan nilai satuan biaya operasional sekolah sudah tepat. Formula itu perlu dipertahankan untuk menjamin keadilan.
Kebanyakan dinas pendidikan di kabupaten/kota telah mengajarkan pengisian rencana kegiatan dan anggaran sekolah (RKAS) dan pelaporan secara daring. Setelah itu, penentuan pemakaian diserahkan kepada kepala sekolah.
Menurut Asep, tantangan BOS reguler sekarang adalah keberpihakan kepala sekolah kepada guru honorer. Dia mengamati, fleksibilitas pemakaian yang diberikan oleh Kemendikbud belum sepenuhnya dioptimalkan.
”Sejumlah guru berstatus aparatur negeri sipil mulai pensiun dan diganti oleh guru honorer. Sekolah tidak boleh lagi memungut dari orangtua, maka BOS reguler amat diharapkan. Namun, pemakaian BOS untuk honor guru belum terlalu dijalankan,” tuturnya.