Pemerintah Mesti Menjamin Alokasi Kanal yang Berkeadilan
Pemerintah perlu menjamin keadilan dalam proses sewa-menyewa kanal atau ”mux” pasca-migrasi siaran televisi analog ke televisi digital.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Alokasi kanal atau mux pascamigrasi siaran televisi analog ke televisi digital perlu mengedepankan prinsip keadilan. Pemerintah diharapkan tidak melepaskan proses alokasi hingga penentuan tarif sewa kepada penyelenggara multiplekser.
Direktur Teknik Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI) Supriyono, Jumat (26/2/2021), di Jakarta, mengatakan, sampai akhir 2020, TVRI telah memiliki 120 pemancar digital. Pada 2021, TVRI akan menambah 15 baru. Dari 120 pemancar digital tersebut, seluruhnya telah siap menampung lembaga penyiaran swasta sebagai penyedia konten.
Siapa yang datang lebih dulu, akan kami layani. (Supriyono)
Sebagai salah satu penyelenggara multiplekser, dia mengatakan, TVRI terbuka kepada lembaga penyiaran yang mau menyewa mux. ”Siapa yang datang lebih dulu, akan kami layani,” ujarnya.
Hanya saja, Supriyono menyampaikan, untuk saat ini, kondisi mux di beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta, sudah penuh.
Mengenai sewa-menyewa mux, dia menjelaskan, hal terpenting adalah dampak efisiensi yang dihasilkan. Hasil evaluasi internal TVRI menunjukkan, sewa mux akan menghasilkan efisiensi operasional sampai 50 persen. Lembaga penyiaran yang menyewa tidak perlu mengeluarkan biaya untuk perawatan peralatan. Jaminan mutu layanan juga ditanggung penyedia.
Mengenai tarif sewa mux, Supriyono mengatakan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah memiliki formula perhitungan. LPP dan lembaga penyiaran swasta (LPS) sebagai penyelenggara multiplekser juga memiliki rumus perhitungan. Hanya saja, dia optimistis pemerintah akan menetapkan batas atas tarif.
Wakil Ketua I Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Neil R Tobing mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran baru saja diberlakukan. Pelaku penyiaran televisi, seperti ATVSI, masih menunggu peraturan setingkat menteri untuk penetapan peta jalan migrasi siaran televisi analog ke televisi digital.
”Peraturan menteri tentang peta jalan migrasi semestinya akan memuat proses seleksi mux di provinsi yang tersisa dan tahapan pelaksanaan migrasi, seperti jadwal siaran bersamaan antara digital dan analog (simulcast). Semuanya itu seharusnya mempertimbangkan kondisi keuangan pelaku yang sudah ada,” ujarnya.
Menurut Neil, pandemi Covid-19 berdampak pada kondisi keuangan perusahaan televisi swasta. Pada tahun 2020, rata-rata pendapatan iklan turun sampai dengan 35 persen. Lalu, pada Januari 2021 masih terjadi penurunan pendapatan iklan sekitar 7 persen dibandingkan setahun sebelumnya.
Mayoritas anggota ATVSI siap melakukan simulcast di 12 provinsi yang sudah ditenderkan. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan pertimbangan kondisi keuangan perusahaan. Sementara proses simulcast di provinsi-provinsi lain masih menunggu, antara lain peraturan, seleksi, pembangunan jaringan, dan uji coba.
Mengenai tarif sewa kanal mux, Neil mengatakan, ATVSI akan mengikuti formula yang ditetapkan pemerintah. ATVSI menunggu juga penetapan batas atas tarif sewa, termasuk kontrak antarpenyedia layanan. Akan tetapi, tarif yang berlaku antara penyelenggara multiplekser dan penyewa terjadi secara bisnis ke bisnis.
Ketua Pusat Studi Komunikasi, Media, dan Budaya Universitas Padjajaran (Unpad) Eni Maryani saat dihubungi terpisah memandang pentingnya pemerintah hadir untuk memberikan jaminan keadilan. Ini dimulai dari pemerintah mengeluarkan peraturan terkait sewa-menyewa mux. Selama proses penyusunannya, pemerintah harus melibatkan lembaga penyiaran penyelenggara multiplekser dan lembaga penyiaran yang akan sewa, termasuk televisi lokal dan komunitas.
”Niat baik pemerintah untuk menjamin keadilan tidak cukup. Kondisi lembaga penyiaran berbeda-beda. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2020 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran butuh peraturan turunan,” katanya.
Pendiri Rumah Perubahan LPP, Masduki, berpendapat, prinsip keadilan dalam alokasi kanal/mux memerlukan studi yang dilakukan lembaga independen. Setiap provinsi, berdasarkan pembagian mux, mempunyai kondisi sosial ekonomi yang berbeda.
”Alokasi kanal adil di kawasan Jawa belum tentu di wilayah lain. Tata kelola media penyiaran juga berbeda. Prinsip utamanya, media publik dan komunitas harus masuk prioritas mendapatkan mux yang adil,” katanya.
Dalam diskusi daring ”Peluang Konten Lokal dan Stasiun TV Lokal dalam Migrasi Digital” yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen, Kamis (25/2), Geryantika Kurnia, Direktur Penyiaran, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), menyampaikan, pemerintah menjamin pengalokasian slot mux yang adil. Pemerintah juga akan menjamin adanya evaluasi penghitungan tarif sewa.