M Nuh: Tiga Langkah untuk Menghadapi Disrupsi dan Pandemi
Menurut Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, masa pandemi ini merupakan waktu terbaik bagi perusahaan pers dan juga pegiat pers untuk berkontemplasi dan menentukan langkah menghadapi tantangan pada era disrupsi digital.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Krisis akibat pandemi Covid-19 menjadi ujian penentu bagi perusahaan pers, bertahan atau mati. Namun, selain tantangan, pukulan ganda berupa disrupsi digital dan pandemi Covid-19 yang memperberat disrupsi digital ini juga memberikan banyak peluang bagi perusahaan pers untuk bertahan.
Karena itu, menurut Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh, masa pandemi ini merupakan waktu terbaik bagi perusahaan pers dan juga pegiat pers untuk kontemplasi dan menentukan langkah. ”Ada tiga hal kalau kita ingin melakukan kontemplasi,” katanya ketika dihubungi Kompas di sela-sela Konvensi Nasional Media Massa dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) 2021 di Jakarta, Senin (8/2/2021).
Pertama, kata Nuh, perusahaan pers harus berubah pada era digital ini. Sinyal perubahan sejatinya sudah sejak 20 tahun lalu saat teknologi digital mulai berkembang. Namun, waktu itu banyak yang enggan berubah. Kalaupun berubah, sifatnya sangat evolutif dan sangat terlambat. Pandemi ini menjadi pemaksa bagi perusahaan pers untuk segera melakukan transformasi digital.
”Biasanya orang itu, kalau tantangannya belum hidup dan mati, masih biasa saja. Kalau (sekarang) konsekuensinya hidup dan mati, mau tak mau harus berubah. Ini momentum, jangan sampai sudah jelas (tantangan) di depan mata, kita enggak berubah,” kata Nuh.
Kedua, lanjut Nuh, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi semua sektor. Pelajaran yang bisa dipetik dari kondisi ini adalah pentingnya membangun kohesivitas atau kekitaan menggunakan pendekatan sistem. Sebagaimana pandemi yang harus diselesaikan bersama-sama dengan memperkuat sistem yang ada, demikian pula dalam dunia pers.
Ekosistem dunia pers harus diperkuat. Ini bukan saatnya lagi untuk monopoli atau punberkompetisi untuk menang atau kalah, tetapi harus bersinergi. Sinergi inilah yang menjadi roh dari era digital.
”Ekosistem dunia pers harus diperkuat. Ini bukan saatnya lagi untuk monopoli ataupun berkompetisi untuk menang atau kalah, tetapi harus bersinergi. Sinergi inilah yang menjadi roh dari era digital. Meski telah melakukan transformasi, kalau kita belum bisa bersinergi, itu artinya perilaku kita masih nondigital,” ujar Nuh.
Sementara yang ketiga, kata Nuh, sinergi dalam cara kerja dan juga sinergi antarmedia mewujud menjadi konvergensi. ”Semua sektor harus menyatu menjadi keutuhan. Kesempurnaan itu bukan di ’atau’, tetapi di ’dan’. Substansi (konten) dan medianya itu sama-sama penting,” kata Nuh.
Media massa, kata Nuh mempunyai potensi yang tidak dimiliki media lainnya, termasuk platform digital global, yaitu data dan fakta. Hanya informasi yang berbasis data dan faktalah yang bisa dikonversi menjadi pengetahuan, yang dapat mencerdaskan masyarakat.
Keberadaan platfom digital global, seperti Google dan Facebook, kata Nuh, tidak perlu dipertentangkan karena hanya akan berujung pada persaingan. ”Kita tidak bisa menghindari platform digital global, tidak mungkin juga menolak. Sekarang ini bagaimana bisa mewujudkan kerja sama penerbit berita dan platform digital global,” katanya.
Dalam hal ini, pendekatan yang harus dibangun adalah bagaimana berkolaborasi dan bersinergi untuk tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa. Media sosial, kata Nuh, merupakan kendaraan yang muatannya harus diisi informasi yang berbasis pada data dan fakta supaya bisa jadi pengetahuan.
”Dewan Pers mengambil inisiatif untuk mengajak duduk bareng antara publisher (penerbit berita) dan platform (digital global), antara media yang berbasis physical space, yaitu media konvensional, dan media yang berbasis cyberspace, yaitu media baru. Karena tujuannya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, media apa pun bisa dipakai. Konvergensi dan sinergi menjadi satu kesatuan,” ujar Nuh.
Kemerdekaan pers
Adapun sebagai pilar keempat demokrasi, kata Nuh, pers nasional dan juga nilai-nilai yang diusung pers bisa tumbuh dengan baik kalau kemerdekaan pers bisa dibangun dan semakin berkualitas. Kompetensi wartawan sebagai garda terdepan penyedia informasi menjadi prasyarat utama.
”Perlu kompetensi wartawan yang memadai untuk menyediakan informasi kepada masyarakat. Peningkatan kompetensi wartawan itu tiada henti, dan wartawan itu pembelajar sejati karena persoalan yang dihadapi terus berubah,” kata Nuh.
Akan tetapi, kompetensi saja belum cukup, kata Nuh, wartawan juga harus mendapatkan perlindungan. Selama ini, wartawan masih terus menghadapi ancaman kekerasan. Untuk melindungi wartawan dari ancaman kriminalisasi ketika menjalankan fungsi jurnalistiknya, baru-baru ini Dewan Pers membuat nota kesepahaman dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).
”MoU (nota kesepahaman) ini memperkuat MoU Dewan Pers dengan Kepolisian Negara RI yang sudah ada selama ini,” kata Nuh. Salah satu butir MoU ini menyebutkan, jika muncul indikasi pemidanaan terhadap pers oleh Polri, Kompolnas akan mengingatkan Polri tentang pentingnya menggunakan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk menangani kasus-kasus pers.
Pada masa pandemi ini, kata Nuh, wartawan juga perlu mendapatkan perlindungan sosial dan kesehatan. Karena peran pers sangat penting dalam menyediakan informasi yang berkualitas dan kredibel pada masa pandemi ini, wartawan termasuk yang perlu mendapatkan prioritas dalam pemberian vaksin sebagai bentuk perlindungan.
”Kalau selama ini wartawan (sudah) pakai masker, APD (alat pelindung diri), jaga jarak, itu perlindungan. Diperlukan alat pelindung yang tumbuh dari dalam melalui antibodi. Kami sudah koordinasi dengan Menteri Kesehatan, beliau merespons positif. Semoga dalam waktu dekat bisa dilaksanakan vaksinasi untuk 17.000-18.000 wartawan,” kata Nuh.
Wartawan juga perlu mendapatkan perlindungan terkait kesejahteraannya. ”Kalau kesejahteraan tidak terjamin, belum bisa sempurna cara kerjanya. Wartawan dituntut profesional, tetapi kesejahteraan tidak profesional,” kata Nuh.
Pada akhirnya, kata Nuh, negara harus hadir untuk menjaga kelangsungan bisnis industri pers. Pers merupakan bagian dari pilar demokrasi dan menjadi tugas negara untuk menjaga kualitas demokrasi. Perhatian negara melalui pemerintah dengan memberikan insentif ekonomi patut diapresiasi.