Pelaksanaan protokol kesehatan yang ketat merupakan syarat penting pembukaan sekolah di masa pandemi. Penyebaran kasus Covid-19 yang rendah di masyarakat menjadi kunci untuk membuka sekolah dengan aman di masa pandemi.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Ketika pemerintah melalui surat keputusan bersama empat menteri memberi lampu hijau untuk pembukaan sekolah di semua zona Covid-19, ada semangat untuk menyiapkan pembelajaran tatap muka. Sekolah-sekolah bergegas melengkapi persyaratan untuk pembelajaran tatap muka.
Pembelajaran tatap muka yang dilakukan sesuai protokol kesehatan diyakini menjadi jalan keluar untuk mengatasi dampak negatif penutupan sekolah. Pembelajaran jarak jauh yang tidak efektif karena sejumlah kendala menghambat perkembangan kognitif serta tumbuh kembang anak. Terlalu lama belajar di rumah juga berdampak pada kondisi psikososial anak.
Namun di tengah upaya pemerintah daerah dan sekolah menyiapkan pembelajaran tatap muka di sekolah, kasus Covid-19 di masyarakat terus meningkat. Zona risiko tinggi Covid-19 atau zona merah terus bertambah, per 4 Januari 2021 sebanyak 76 kabupaten/kota atau 14,79 persen.
Dengan mempertimbangkan tingkat penularan Covid-19 yang masih tinggi dan jumlah kasus Covid-19 yang terus bertambah, sejumlah daerah memutuskan menunda pembukaan sekolah pada Januari 2021. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Banten, serta Pemerintah Kota Depok (Jawa Barat) dan Pemkot Bengkulu telah memutuskan menunda pembukaan sekolah.
Pemerintah Provinsi Jateng melalui Surat Keputusan Gubernur Ganjar Pranowo tertanggal 16 Desember 2020 meminta bupati dan walikota menunda pembelajaran tatap muka pada satuan pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan pendidikan masyarakat. Pemprov Banten menunda pembukaan sekolah di semua jenjang pendidikan.
Terutama Jakarta masih tinggi bahkan terus naik jumlah kasusnya, kami minta ditunda dulu pembelajaran tatap mukanya.(Satriwan Salim)
Koordinator Nasional Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim meminta Pemprov Jawa Barat dan DKI Jakarta juga menunda pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. “Terutama Jakarta masih tinggi bahkan terus naik jumlah kasusnya, kami minta ditunda dulu pembelajaran tatap mukanya,” kata dia, Senin (28/12/2020).
Tingkat penyebaran kasus Covid-19 di masyarakat, berdasarkan sejumlah kajian yang dilansir Jurnal Nature pada 18 Agustus 2020, harus menjadi pertimbangan utama dalam pembukaan sekolah. Penggunaan masker, pembatasan jumlah siswa, serta kebersihan merupakan syarat penting untuk membuka sekolah, tetapi penyebaran kasus Covid-19 yang rendah di masyarakat adalah kuncinya.
Karena itu, jika sekolah dibuka sebelum penularan Covid-19 di masyarakat mencapai tingkat yang rendah, kasusnya akan meningkat. Dengan rasio positif Covid-19 di Indonesia yang empat kali lipat dari ambang batas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO), pembukaan sekolah akan berisiko tinggi memicu penularan Covid-19 di sekolah.
Kajian World Economic Forum yang dipublikasi pada 10 Agustus juga menyebutkan, pembukaan sekolah terlalu dini di negara berkembang secara signifikan meningkatkan risiko penyebaran Covid-19. Pembukaan sekolah ketika kasus Covid-19 masih tinggi meningkatkan risiko anak-anak tertular di sekolah dan menularkannya ke orangtua dan kakek nenek mereka di rumah.
Di negara berkembang, banyak orang lanjut usia tinggal bersama anak dan cucu mereka. Jika mereka tertular Covid-19, akan sangat berisiko. Dengan kapasitas tenaga kesehatan dan rumah sakit yang sangat terbatas saat ini, peningkatan kasus Covid-19 akan semakin menyulitkan upaya penanganannya.
Saat ini, rasio positif Covid-19 di Indonesia rata-rata di atas 20 persen, atau dari setiap lima orang yang diperiksa ada satu yang positif. Perlu usaha sungguh-sungguh dan kerja keras semua pihak untuk mencapai rasio positif di bawah 5 persen sesuai saran WHO.
Pemerintah memegang peranan penting di sini, dengan kebijakan-kebijakan yang konsisten, mengutamakan penanganan masalah kesehatan untuk mendukung sektor-sektor lainnya termasuk pendidikan. Masyarakat juga mempunyai andil besar dengan disiplin protokol kesehatan karena protokol kesehatan hanya efektif jika semua orang mengikutinya.
Persyaratan lainnya untuk membuka sekolah yang aman di masa pandemi adalah kesiapan sekolah untuk melaksanakan protokol kesehatan dan disiplin perilaku warga sekolah. Unicef menyarankan staf administrasi dan guru juga harus dilatih tentang jarak fisik, praktik kebersihan sekolah, serta pengenalan gejala mirip flu dan tindakan yang harus dilakukan jika hal itu terjadi di sekolah.
Dengan kondisi saat ini, ketika kasus Covid-19 di masyarakat masih tinggi, perlu waktu dan upaya sungguh-sungguh untuk memastikan bahwa semua persyaratan pembukaan sekolah terpenuhi. Upaya memenuhi persyaratan tersebut harus diiringi upaya meningkatkan kualitas pembelajaran jarak jauh selama sekolah belum bisa dibuka kembali.
Pemerintah, menurut Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Anggi Afriansyah, harus membenahi berbagai persyaratan dasar pendidikan seperti akses, sarana dan prasarana, teknologi, serta penguatan sumber daya manusia lebih cepat dan terencana. Keberpihakan kepada siswa dari keluarga miskin harus menjadi prioritas utama karena mereka yang paling terdampak penutupan sekolah.
“Pembelajaran di masa pandemi belum optimal karena berbagai keterbatasan. Pemerintah harus segera memperbaiki berbagai keterbatasan tersebut. Perbaikan kualitas pembelajaran menjadi sangat prioritas, dan kebijakan-kebijakan harus diarahkan kepada perbaikan pembelajaran di masa pandemi. Evaluasi menyeluruh menjadi sangat penting,” kata dia.