Tanpa sadar kita kadang-kadang memakai kalimat yang seolah-olah benar, tetapi sesungguhnya keliru atau salah. Oleh karena itu, kalimat itu terasa janggal. Perhatikan kalimat berikut. (1) ”Wah, menarik ya, ada tempat menginap di Bogor rasa Bali dengan jarak 1,5 jam saja dari Jakarta”.
Sepintas kalimat ini betul. Kita paham maksudnya. Akan tetapi, kalau kita telisik lebih jauh, ada yang terasa janggal pada kalimat ini. Sebetulnya berapa kilometer jarak Jakarta dengan ”tempat menginap di Bogor” itu? Tidak jelas. Alih-alih menerakan berapa kilometer, penulis malah menyebutkan waktu tempuh, yaitu ”1,5 jam saja dari Jakarta”. Namun, tak jelas pula ”1,5 jam” itu ditempuh dengan moda transportasi apa: bus, mobil pribadi, taksi, atau sepeda motor. Jadi, disadari atau tidak, ada yang kurang pada kalimat ini.
Kalimat (1) mirip dengan kalimat berikut. (2) ”Lahir di Desa Ciudian, berjarak sekitar dua jam perjalanan dari Kota Garut, Jawa Barat, grup musik Voice of Baceprot kini populer di mana-mana”.
Perhatikan ujaran, ”Desa Ciudian, berjarak sekitar dua jam perjalanan dari Kota Garut”. Ujaran ini menimbulkan beberapa tanyaan. Berapa kilometer jarak Desa Ciudan dengan Kota Garut? Kita tidak diberi tahu. Hanya disebut ”dua jam perjalanan dari Kota Garut”. Akan tetapi, dengan kendaraan apa perjalanan dilakukan dari Kota Garut? Tentu ada beberapa kemungkinan: dengan bus, opelet, mobil pribadi, sepeda motor? Moda transportasi mana yang waktu tempuhnya ”sekitar dua jam perjalanan dari Kota Garut” ?
Tanyaan serupa bisa diajukan pada kalimat berikut. (3) ”Ia berasal dari Kampung Sapan Ranca Tunjung yang berjarak lebih dari tiga jam bermobil dari tempat wisata tersebut”. Meski sudah disebut ”bermobil”, kita tetap tidak tahu jarak sesungguhnya Kampung Sapan Ranca Tunjung ke ”tempat wisata tersebut”. Informasi yang sangat penting itu justru ”disimpan” rapat oleh penulis kalimat. Pokoknya ”berjarak lebih dari tiga jam”. Titik.
Ada kesamaan tiga kalimat di atas. Ketiganya sama-sama mengaitkan jarak dua tempat dengan waktu tempuh: (1) ”1,5 jam saja dari Jakarta”, (2) ”dua jam perjalanan dari Kota Garut”, dan (3) ”lebih dari tiga jam perjalanan dari tempat wisata tersebut”. Inilah yang menyebabkan ketiga kalimat itu terasa janggal. Informasi yang sangat penting justru ”dirahasiakan” oleh penulis kalimat, yakni berapa kilometer.
Ketiga kalimat bisa kita rekonstruksi agar lebih jelas dan lebih mudah dicerna. Caranya? Dengan mengembalikan bagian kalimat yang tercerabut ke posisi semula dan semestinya. Ketiga kalimat menjadi seperti ini. (1a) ”Wah, menarik ya, ada tempat menginap di Bogor rasa Bali dengan jarak 75 kilometer dari Jakarta dan dapat ditempuh 1,5 jam saja”. (2a) ”Lahir di Desa Ciudian, berjarak 100 kilometer dan ditempuh sekitar dua jam perjalanan dari Kota Garut, Jawa Barat ….”. (3a) Ia berasal dari Kampung Sapan Ranca Tunjung yang berjarak 150 kilometer dan ditempuh lebih dari tiga jam bermobil dari tempat wisata tersebut”.
Kata-kata yang dicetak miring pada kalimat (1a)-(3a) adalah kata-kata yang, sadar atau tidak, dilesapkan para penulis sehingga ketiga kalimat terasa janggal. Bandingkanlah dengan pemakaian kata jarak pada kalimat-kalimat di bawah ini.
(4) Perjalanan dari Praha ke Dresden, yang berjarak sejauh 118 kilometer, ditempuh dalam waktu sekitar dua jam.
(5) Letaknya hanya berjarak sekitar 2 kilometer dari Menara Bayterek.
(6) Jarak dari Stasiun Sukabumi ke Bubur Bunut hanya sekitar 2 kilometer.
Kalimat (4)-(6) terasa lebih enak dibaca ketimbang kalimat (1)-(3), bukan?
PAMUSUK ENESTE
Pengajar di Teknik Grafika dan Penerbitan PNJ Depok