Pemerintah Upayakan Guru Madrasah Ikut Seleksi ASN
Berdasarkan data Kementerian Agama, total guru madrasah 750.451. Jumlah ini terdiri dari guru madrasah yang berstatus honorer (82,28 persen) dan guru madrasah berstatus ASN-PNS sebanyak 132.907 (17,71 persen).
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya memperbaiki kesejahteraan guru madrasah melalui program seleksi aparatur sipil negara skema pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. Upaya ini perlu diikuti dengan tata kelola pembinaan kelembagaan.
Mengutip pernyataan resmi di laman Kementerian Agama (Kemenag), Kamis (24/12/2020), Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Madrasah Kemenag M Zain mengatakan, Kemenag berharap ada alokasi kuota seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Sebab, mayoritas guru binaan Kemenag berstatus nonaparatur sipil negara (ASN), baik guru madrasah maupun guru pendidikan agama pada satuan sekolah.
Menurut dia, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag M Ali Ramdhari telah bersurat kepada Deputi Menteri Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Tujuannya adalah agar digelar rapat koordinasi lintas kementerian untuk membahas penetapan kuota dan kriteria seleksi PPPK, termasuk guru di bawah Kemenag.
Kami harap rencana pelaksanaan seleksi PPPK bagi formasi guru tahun mendatang ada kuota bagi Kemenag. (M Ali Ramdhari )
”Kami harap rencana pelaksanaan seleksi PPPK bagi formasi guru tahun mendatang ada kuota bagi Kemenag,” tuturnya.
Saat dikonfirmasi Minggu (27/12/2020), Zain mengatakan, pada tahun 2020, sudah terdapat kuota PPPK guru di bawah Kemenag sebanyak 9.462 orang. Kuota ini telah dibahas bersama Badan Kepegawaian Nasional dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan sekarang sudah berjalan prosesnya. Untuk tahun 2021, pihaknya berharap Kemenag mendapat jatah 10 atau 20 persen dari total kuota nasional PPPK guru.
Berdasarkan data Kemenag, total guru madrasah mencapai 750.451. Jumlah ini terdiri dari guru madrasah yang berstatus non-ASN/honorer (82,28 persen dari total) dan guru madrasah berstatus ASN-PNS sebanyak 132.907 (17,71 persen). Jumlah guru madrasah berstatus ASN-PNS yang akan memasuki masa pensiun pada 2020 dan 2021, yaitu 6.737 orang.
Selain itu, Kemenag mempunyai dan membina 124.781 guru pendidikan agama Islam pada satuan pendidikan umum dan mereka berstatus non-ASN/honorer. Lalu, ada 106.874 guru pendidikan agama Islam berstatus ASN-PNS.
Zain menyampaikan, pihaknya juga berharap ada kuota besar melalui skema PNS sampai empat tahun mendatang. Dia mengakui hal itu tidak mudah dilakukan untuk guru madrasah.
Tantangannya ada dua faktor, pertama untuk pengangkatan calon PNS, acuannya tetap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Pasal 4 sampai 14. Pengajuan kebutuhan calon PNS harus lewat elektronik di Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi. Pengangkatan melalui skema PPPK pun sama mekanismenya. Ini telah diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK.
Kemudian, faktor kedua adalah anggaran. Pengangkatan guru honorer menjadi PPPK membuat gajinya harus dibayarkan oleh negara. Menurut Zain, postur anggaran di Kemenag berbeda dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Total anggaran pemerintah daerah pun berbeda-beda.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru Iman Z Haeri, Senin (28/12/2020), mengatakan, kebanyakan guru madrasah mengajar secara sukarela, bukan demi karier profesional. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah yang sekarang berupaya memperbaiki kesejahteraan guru madrasah non-ASN melalui seleksi PPPK.
Meski wacana Kemenag perlu mempunyai jatah kuota pengangkatan guru madrasah non-ASN menjadi PPPK dinilai positif, Iman berharap masa abdi (pengabdian) harus menjadi pertimbangan utama pemerintah. Tujuannya adalah agar cepat memperoleh kesejahteraan.
”Masa abdi minimal bagi guru PPPK adalah lima dan sepuluh tahun, baru pembaruan kontrak. Guru-guru honorer yang ikut seleksi PPPK adalah di atas 35 tahun. Jadi, jika usia saat ini 50 tahun, guru bersangkutan bisa sampai pensiun menjadi PPPK,” ujarnya.
Selain itu, Iman setuju agar adanya seleksi PPPK tidak lantas membuat skema PNS ditiadakan. Skema seleksi PNS harus tetap diadakan.
Iman juga mengingatkan bahwa kebanyakan madrasah berstatus milik swasta. Kebanyakan guru madrasah non-ASN berasal dari sana. Selain kesejahteraan gurunya minim, perhatian tata kelola madrasah sebagai lembaga oleh pemerintah sering kali tidak maksimal. Misalnya, selama masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) karena pandemi Covid-19, madrasah tidak mendapat arah dan panduan.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI) H Syamsuddin mengatakan, PGMI sering menyuarakan minimnya guru madrasah berstatus ASN. Realitas ini menyebabkan kesejahteraan mereka rendah sehingga mempengaruhi mutu saat mengajar anak.
”Pembinaan guru berada di bawah Kemenag dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Apabila berbicara perbaikan mutu guru, kedua instansi ini semestinya berjalan bersama,” ujarnya.
Syamsuddin menyampaikan, PGMI mendukung rencana Kemenag agar ada jatah kuota seleksi PPPK untuk guru madrasah. Rencana ini positif jika bisa ditindaklanjuti dan menghasilkan perbaikan kesejahteraan guru madrasah non-ASN. Hanya saja, PGMI menyarankan agar pengalaman mengabdi ikut disertakan sebagai salah satu syarat utama penerimaan. Sebab, tidak sedikit guru madrasah non-ASN mengajar bertahun-tahun.
Seiring dengan upaya pengangkatan status itu, dia berharap pemerintah memperbaiki tata kelola madrasah swasta sehingga layanan pendidikan menjadi berkualitas. Jika diperlukan, pemerintah bisa menambah madrasah negeri. Pemerintah daerah dapat dilibatkan sehingga meminimalkan konflik.
Wakil Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) Tasdik Kinanto saat dikonfirmasi secara terpisah menjelaskan, mekanisme formasi guru ASN semestinya diajukan oleh Kemenag langsung kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB). Lalu, Kemenpan dan RB akan mempelajari, mengevaluasi, dan memberikan persetujuan formasi.
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kemenpan dan RB Andi Rahadian menambahkan, jenis dan jumlah formasi tergantung dari usulan kebutuhan setiap instansi pusat hingga daerah. Kemudian, ada mekanisme pembahasan bersama.