Pendekatan Kurikulum Masa Depan Semakin Membuka Ruang Berinovasi
Sejalan dengan semangat Merdeka Belajar, pemerintah menginginkan perubahan pendekatan kurikulum yang sebelumnya berkembang linear menjadi fleksibel.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Merdeka Belajar menitikberatkan sistem pendidikan untuk pembangunan kompetensi utama. Kurikulum yang akan dibangun pun berbasis kompetensi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui dokumen Peta Jalan Sistem Pendidikan 2020-2035 menyebutkan hal itu. Perkembangan kurikulum dari linear kelak mesti fleksibel.
Jika sebelumnya diwajibkan, nantinya kurikulum akan menjadi kerangka/menu. Kurikulum yang sebelumnya fokus pada kegiatan akademik, kelak fokus ke keterampilan lunak dan pengembangan karakter.
”Jadi, pendekatan kurikulum masa depan memberikan ruang berinovasi pada sekolah di seluruh Indonesia. Gagasan inti kurikulum yang sangat fleksibel sehingga memungkinkan pembelajaran berbasis proyek kolaborasi lintas mata pelajaran, seperti pembelajaran model STEAM (sains, teknologi, teknik, seni rupa, dan matematika),” ujar Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril saat menghadiri webinar ”Pembelajaran Karakter Anak Indonesia Membangun Budaya Damai melalui Permainan Coding Berbasis STEAM bagi Anak Usia Dini”, Sabtu (19/12/2020), di Jakarta.
Dia menjelaskan, kompetensi inti yang kelak harus dikuasai peserta didik yaitu numerasi dan literasi. Saat dua kompetensi ini dipunyai, peserta didik mudah melangkah ke pembelajaran apa pun.
Pengembangan karakter yang dimaksud pemerintah, kata Iwan, mengacu ke Profil Pelajar Pancasila. Misalnya, penghargaan terhadap perbedaan, keterampilan kolaborasi, serta minat dan kepedulian ke isu-isu sosial.
”Dengan semangat kurikulum masa depan seperti itu, model pembelajaran STEAM mudah bertumbuh. Saya kira, sekolah berbasis seni ataupun sekolah berbasis kearifan lokal akan bermunculan. Bentuk sekolah seperti itu tetap mesti mengajarkan kompetensi numerasi dan literasi,” ujar Iwan.
Dia menambahkan, pemerintah akan menyosialisasikan paradigma baru kurikulum kepada guru dan calon guru. Rencana pembekalan ataupun pelatihan bakal dilakukan. Namun, dia tidak menyebutkan detail waktu dan tempat.
Rektor Universitas YARSI Fasli Jalal menilai, kebijakan pemerintah sekarang bagus untuk memperbaiki masalah anak berkemampuan berpikir rendah (lower order thinking). Anak dengan kemampuan itu cenderung kurang bisa berpikir kritis, kreatif, susah menganalisis, dan mencipta.
Apabila kualitas peserta didik masih bertahan seperti itu, dia khawatir Indonesia akan tertinggal dari negara lain. Indonesia juga sukar menghadapi disrupsi teknologi digital yang melahirkan robot-robot cerdas.
Dosen Fisika Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Janto V Sulungbudi, berpendapat senada. Melatih kemampuan berpikir tinggi (high order thinking) dapat dilakukan sejak anak usia dini.
Caranya adalah memberikan pembelajaran berbasis proyek, seperti model STEAM. Bahan belajar bisa diambil dari benda-benda yang ada di sekeliling anak.