Pandemi Covid-19 Bisa Jadi Momentum Mengembangkan Seni Pertunjukan
Seni pertunjukan selama ini berkembang sesuai perkembangan teknologi. Pandemi kini memaksa seni pertunjukan kembali beradaptasi dengan perubahan yang lebih cepat.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Pengunjung mengabadikan karya proyeksi video mapping di pameran imersif Affandi Alam, Ruang, Manusia di Galeri Nasional Indonesia (Galnas), Jakarta, Selasa (27/10/2020). Setelah beberapa saat terhenti sejak pandemi Covid-19, pameran temporer di Galnas kembali menerima pengunjung yang melihat pameran.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi menjadi momentum tepat untuk mengembangkan seni pertunjukan melalui teknologi dan media baru. Dengan ini, pekerja seni dapat mengeksplorasi karya baru sekaligus melestarikan warisan budaya.
Hal ini mengemuka dalam diskusi daring berjudul ”Eksplorasi Digital Konsep Virtual Seni Pertunjukan”, Jumat (18/12/2020). Sutradara dan pendiri Garin Workshop, Garin Nugroho, mengatakan, seni pertunjukan bertransformasi dari masa ke masa mengikuti perkembangan zaman. Misalnya, pertunjukan panggung yang kemudian pindah ke televisi maupun radio. Alih wahana seni pertunjukan kembali terjadi. Kali ini, pertunjukan pindah ke layar gawai.
”Sebelumnya, seni dikembangkan mengikuti perkembangan teknologi, misalnya radio, televisi, dan panggung yang lebih besar. Kini, industri yang mengandalkan segala sesuatu yang serba virtual sedang mencapai masa puncaknya. Lalu bagaimana dengan seni pertunjukan? Seni pertunjukan saya rasa masih terlambat (mengikuti perkembangan teknologi),” kata Garin.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG
Pengunjung melihat karya proyeksi video mapping dalam pameran imersif Affandi Alam, Ruang, Manusia di Galeri Nasional Indonesia (Galnas), Jakarta, Selasa (27/10/2020). Setelah beberapa saat terhenti sejak pandemi Covid-19, pameran temporer di Galnas kembali menerima pengunjung yang melihat pameran.
Menurut dia, penting bagi seniman masa kini menggunakan teknologi dan media baru, misalnya media sosial seperti Youtube dan Tiktok. Tujuannya agar seni pertunjukan tidak mati, terus bertumbuh, dan menjangkau masyarakat.
Sebelumnya, seni dikembangkan mengikuti perkembangan teknologi, misalnya radio, televisi, dan panggung yang lebih besar. Kini, industri yang mengandalkan segala sesuatu yang serba virtual sedang mencapai masa puncaknya. Lalu bagaimana dengan seni pertunjukan? Saya rasa masih terlambat.
Ini penting karena pertunjukan dinilai sebagai jendela warisan seni budaya Nusantara. Menyesuaikan seni pertunjukan dengan perubahan teknologi sama dengan mengelola warisan tersebut.
”Warisan budaya kita sangat banyak. Namun, masih sedikit orang yang mampu mentransformasikan warisan itu menjadi konten industri kreatif saat ini. Padahal, konten itu jadi sumber ekonomi kreatif dan ekspresi bersama,” tutur sutradara film Kucumbu Tubuh Indahku itu.
Dalang Ki Gondo Wartoyo menampilkan pertunjukan wayang kulit di atap rumahnya di Desa Tegalgiri, Nogosari, Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (8/10/2020). Lakon yang dimainkan dalam pentas tersebut berjudul ”Prabu Boten Gadah Arto” yang menceritakan susahnya kehidupan para pekerja seni selama pandemi.
Rama Soeparapto, Direktur Artistik Coconut Mind, sebuah agensi kreatif, mengatakan, kerja sama jadi kunci untuk berkarya zaman sekarang. Ada banyak talenta baru yang bisa diajak berkolaborasi. Ia mendorong seniman membuka peluang kerja sama selebar-lebarnya, baik dengan desainer, ilustrator, kamerawan, maupun ahli tata pencahayaan panggung.
”Apa pun latar keahlian orang tersebut, bekerja samalah. Jika kemampuan itu digabung, akan jadi terobosan (karya) baru. Saya yakin kita bisa berinovasi,” kata Rama.
Menjaga akar
Kendati dituntut beradaptasi dengan perubahan zaman, seniman dan publik diminta tetap menjaga akar kebudayaan. Itu prinsip yang harus dipegang sebelum mengembangkan budaya ke format modern.
Menurut Dibal Ranuh, Direktur Kreatif Kitapoleng, sebuah komunitas seni, kombinasi antara seni berbasis tradisi dan teknologi yang modern sangat menarik. Teknologi memungkinkan lahirnya ruang ekspresi yang mendalam, ekspresif, bahkan personal. Di sisi lain, seberapa jauh eksplorasi budaya tetap bergantung pada sang seniman.
”Kita perlu ikuti perkembangan zaman, tetapi akar budaya dan tradisi harus dijaga. Harapannya ini membuka mata publik tentang kelokalan Indonesia, tetapi melalui media baru,” ucap Dibal.
Ia menambahkan, hadirnya media baru memungkinkan peluang inovasi. Dibal pernah mencoba memadukan seni tari dengan layar untuk ditampilkan di media baru. Hasilnya, gerakan tari membentuk komposisi baru.
Kompas/Ferganata Indra Riatmoko
Warga menari di sejumlah tempat peletakan sesaji dalam kirab jatilan dalam tradisi Suran di Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (3/9/2020). Tradisi Suran digelar oleh keluarga seniman petani Pedepokan Tjipto Boedojo setiap bulan Sura dalam penanggalan Jawa. Tahun ini tradisi itu digelar untuk sarana tolak bala memohon keselamatan dari pandemi Covid-19.
Menurut Garin, alih wahana seni pertunjukan dari panggung ke layar gawai tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada syarat-syarat khusus agar seni yang ditampilkan bisa sampai ke audiens dengan baik. Pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni diperlukan.
”Transformasi sesuatu yang klasik ke modern butuh pengetahuan dan keterampilan yang detail. Misalnya, saat menggarap Setan Jawa dengan gamelan di luar negeri, saya perlu tahu bagaimana suara gamelan. Lalu, apakah akan cocok dengan mikrofon yang ada dan sebagainya,” kata Garin.