Kemendikbud Lanjutkan Program Organisasi Penggerak
Program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap dilanjutkan mulai 2021, meskipun hasil evaluasi kritis dan menunjukkan ada persoalan.
Oleh
Mediana
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tetap melanjutkan Program Organisasi Penggerak. Kementerian berusaha menyempurnakan teknis implementasi dengan memetakan sekolah sasaran dan membahas rencana anggaran biaya.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Iwan Syahril dalam pernyataan resmi Selasa (15/12/2020) di Jakarta, menceritakan, Inspektorat Jenderal Kemendikbud telah melakukan evaluasi dan salah satu butir rekomendasinya adalah menyiapkan mekanisme untuk menghindari penumpukan sekolah sasaran.
Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan juga membantu organisasi masyarakat (ormas) peserta POP menyusun desain implementasi pelaksanaan program. Desain itu akan disesuaikan dan dilengkapi dengan rencana anggaran biaya (RAB) yang berpedoman pada Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2021.
Pembahasan RAB dilakukan agar dana bantuan pemerintah (APBN 2021-2023) untuk POP bisa digunakan dengan sebaik-baiknya sehingga peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan tercipta.(Iwan Syahril)
"Pembahasan RAB dilakukan agar dana bantuan pemerintah (APBN 2021-2023) untuk POP bisa digunakan dengan sebaik-baiknya sehingga peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan tercipta," ujar Irwan.
Hasil evaluasi ormas pelaksana POP yang telah dilakukan meliputi administrasi, teknis substantif, dan verifikasi lapangan. Saat ini, tercatat ada 156 organisasi dengan 183 jumlah proposal kegiatan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan yang dinyatakan lolos untuk kemudian melanjutkan ke tahap selanjutnya. Adapun tahapan berikutnya adalah pengajuan nota kesepahaman (MoU) antara pihak ormas dengan dinas pendidikan.
Direktur Pendidikan Profesi Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemebdikbud Praptono mengatakan, ormas lolos seleksi wajib mengunggah dokumen nota kesepahaman paling lambat 14 Desember 2020 pukul 23.59 WIB. Di dalam surat tersebut, masih terlampir nama ormas Lembaga Pendidikan Ma\'arif Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Guru Republik Indonesia, meskipun ketiganya sempat menyatakan mundur tetapi menunggu evaluasi dari penyelenggaran POP hingga Januari 2021.
"Bagi ormas lolos, sudah MoU, tetapi belum unggah berkas, akan diberikan waktu susulan sesuai ketentuan. MoU itu dasar pemetaan sekolah dan pembahasan RAB," tutur dia.
Pembina Yayasan Satriabudi Dharma Setia, Erlina VF Ratu, mengaku, pihaknya telah mengunggah berkas MoU. Selain itu, masa vakum karena evaluasi POP dimanfaatkan untuk tetap berhubungan dengan calon guru-guru sasaran. Dia menilai, keputusan pemerintah melanjutkan POP positif. Ormas penggerak seperti yayasan tempatnya bisa berpartisipasi melatih guru. dan dari sisi pemerintah lebih efisien.
Ketua Presidium Gernas Tastaka Ahmad Rizali menyampaikan, program Gernas Tastaka di bawah bendera Nusantara Utama Cita tetap ikut. Pihaknya sudah membuat komitmen dengan beberapa dinas pendidikan kabupaten/kota, tetapi mereka menunggu proses pemilihan umum kepala daerah 9 Desember 2020.
"Semua pemda sasaran sudah setuju sejak berbulan - bulan lalu, namun karena Pilkada mereka menunggu kepastian. Dalam bbrp hari mendatang, kami baru akan ada MoU. Jika pemerintah memaksa tidak boleh, ya sudah," kata dia.
Sesuai Surat Inspektorat Jenderal Kemdikbud Nomor 6876/G.64/WS/2020 tentang Hasil Reviu POP Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan yang dikeluarkan tanggal 25 September 2020, proses evaluasi melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan dan berjalan 28 Juli -7 Agustus 2020. Kajian itu menghasilkan 13 kesimpulan. Sebagai contoh kesimpulan, pemilihan ormas pelaksana swakelola SMERU tidak sesuai dengan prosedur pengadaan barang dan jasa, SMERU tidak memenuhi persyaratan mengenai laporan keuangan teraudit, dan tim pengawas swakelola memiliki konflik kepentingan berkaitan dengan jabatannya sebagai kuasa pengguna anggaran.
Kesimpulan penting lainnya adalah terdapat perbedaan kriteria dan istilah dalam penentuan kategori proposal, indikator penilaian proposal tidak sesuai dengan kriteria ormas penerima bantuan, dan kurangnya independensi tim evaluasi teknis substantif.
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan kajian, surat Inspektorat Jenderal Kemendikbud itu juga menyertakan dua rekomendasi utama. Masing-masing rekomendasi terdiri dari sejumlah subrekomendasi. Rekomendasi pertama adalah kelanjutan POP untuk PAUD, TK, SD, dan SMP tahun anggaran 2020. Rekomendasi kedua yaitu pelaksanaan POP SMA/SMK tahun anggaran 2021 harus memperhatikan sejumlah hal.
Salah satu subrekomendasi adalah mempertimbangkan kembali ormas-ormas yang tidak lulus administrasi terkait dokumen Akte Pendirian Ormas berdasarkan UU No 17/2013 pasal 83. Ormas berbadan hukum sebelum UU itu tetap diakui. Ormas berbadan hukum sebelum proklamasi dan konsisten mempertahankan NKRI tetap diakui keberadaan dan kesejarahannya.
Wakil Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Dudung Abdul Qodir saat dihubungi terpisah, menyampaikan, pihaknya sudah mengetahui hasil temuan dan evaluasi Inspektorat Jenderal Kemendikbud, BPKP, dan KPK. Hasil kajian tersebut sudah jelas.
Apabila POP Kemendikbud tetap jadi dilanjutkan, PGRI menghormati keputusan itu. Hanya saja, PGRI tetap memutuskan tidak akan berpartisipasi sebagai peserta POP. Keputusan ini adalah hasil rapat seluruh pengurus tingkat provinsi sampai kabupaten/kota.
"Kami memandang, permasalahan mendasar seputar tata kelola guru yang mendesak diperbaiki. Kami juga memandang bahwa yang berhak mengembangkan kualitas guru adalah organisasi profesi guru. Ini adalah sikap kami," ujar Dudung.
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, berpendapat, sejak awal POP dikeluarkan cenderung bermasalah. Proses penentuan dan kualifikasi ormas lolos sudah memicu polemik. Penilaian terindikasi tidak proporsional. Meski memberikan catatan kritis, Inspektorat Jenderal Kemdikbud membolehkan POP dilanjutkan. Ini disayangkan.
Isu tiga ormas besar -PGRI, Lembaga Pendidikan Ma\'arif Nahdlatul Ulama, dan Muhammadiyah-akan terus bergabung atau tidak semestinya harus sudah clear terlebih dulu dengan Kemendikbud.
Menyangkut isu nota kesepahaman pemda dan ormas POP, Satriwan memandang pemda tidak totalitas bekerja sama. Kemungkinannya bermacam - macam, seperti komunikasi kurang tuntas dan tak semua ormas peserta POP punya hubungan bagus dengan pemda. Rekam jejak pengalaman ormas melatih guru berbeda-beda.
"Sementara, kami mengakui bahwa persoalan dan kebutuhan guru banyak. Sangat beragam. Ini isu mendasar yang semestinya butuh segera teratasi," kata dia.