Para guru meminta pemerintah daerah berhati-hati dan tidak gegabah membuka sekolah di masa pandemi Covid-19 ini. Mereka tidak ingin sekolah menjadi kluster Covid-19.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Para guru akan mengikuti dan mematuhi pemerintah daerah dan orangtua jika memutuskan sekolah memulai pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. Namun, para guru meminta pemerintah daerah berhati-hati dan tidak gegabah membuka sekolah di masa pandemi ini.
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus benar-benar memastikan dan mengecek langsung kesiapan sekolah satu per satu. Bagi guru, kesehatan dan keselamatan mereka dan keluarganya serta para siswa adalah yang utama. Mereka tidak ingin sekolah menjadi kluster Covid-19.
Survei tentang Kesiapan Guru dalam Pembelajaran Tatap Muka Januari 2020 yang diselenggarakan Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) pada 24-27 November 2020 menunjukkan, 61 persen dari 320 responden setuju sekolah dibuka kembali secara bertahap mulai Januari 2021. Sementara 27 persen responden setuju sekolah dibuka setelah ada vaksin Covid-19 dan 12 persen setuju sekolah dibuka setelah tahun ajaran baru atau pada Juli 2021.
Para responden terdiri dari guru, kepala sekolah, dan manajemen sekolah atau yayasan dari jenjang pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah di 100 kabupaten/kota di 29 provinsi. Mereka berasal dari sekolah negeri (64,1 persen) dan sekolah swasta (35,9 persen).
”Dalam survei ini, responden juga memberikan masukan dan catatan-catatan terkait persiapan menuju pembelajaran tatap muka pada Januari 2021,” kata Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim ketika memaparkan hasil survei tersebut dalam jumpa pers daring pada Kamis (3/12/2020).
Dari catatan yang dihimpun P2G, kata Satriwan, para guru pada dasarnya akan mengikuti dan mematuhi keputusan pemerintah daerah karena mereka berada dalam struktur birokrasi di daerah. Meskipun begitu, pemerintah daerah harus memastikan sekolah benar-benar siap menyelenggarakan pembelajaran tatap muka (PTM) di masa pandemi.
Delapan syarat
Menurut para guru, kata Satriwan, sekolah harus menyiapkan dan melaksanakan minimal delapan komponen atau syarat jika PTM dimulai pada Januari 2021. Delapan komponen ini ialah protokol kesehatan yang dibuat pemerintah pusat/daerah, sosialisasi kepada orangtua dan siswa, kesiapan prosedur standar operasi (SOP) PTM, kesiapan budaya 3M (memakai masker, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak) di sekolah, kesiapan infrastruktur sekolah, koordinasi semua pemangku kepentingan, kesiapan manajemen sekolah/yayasan, serta kesiapan anggaran.
”Kesiapan anggaran ini sangat vital karena semua sarana dan prasarana untuk menyiapkan pembukaan sekolah bergantung kepada anggaran. Ini paling berat disiapkan sekolah karena dana BOS (bantuan operasional sekolah) sangat terbatas,” ujar Satriwan.
Karena itu, kata Satriwan, P2G meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah membuat anggaran alokasi khusus untuk memenuhi dan melengkapi sarana dan prasarana sekolah selama pandemi. Anggaran juga dibutuhkan untuk tes usap para guru, siswa, dan tenaga kependidikan sebelum sekolah dibuka.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda juga mengatakan, dana BOS tidak mungkin mencukupi untuk menyiapkan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk pembukaan sekolah. Karena itu, sekolah membutuhkan skema bantuan di luar dana BOS untuk menyiapkan pembukaan sekolah di masa pandemi.
”Saya mendorong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan realokasi dari anggaran 2021 yang saat diketok (disetujui) belum teralokasi untuk bantuan skema bagi sekolah untuk pengadaan (sarana dan prasarana) protokol kesehatan. Alternatif lain, sisa anggaran bantuan kuota internet yang sebesar sekitar Rp 1,3 triliun bisa dimanfaatkan untuk skema bantuan sekolah,” kata Syaiful.
Dia meminta Kemendikbud dan dinas pendidikan menyiapkan secara maksimal delapan komponen yang diminta para guru tersebut, termasuk tes usap sebelum pembelajaran tatap muka dimulai. ”Saya mendukung ini harus berjalan karena (tes usap) ini termasuk prasayarat yang paling memenuhi keamanan untuk mencegah kluster sekolah,” katanya.