Hasil Sayuran dari Pekarangan Mengurangi Belanja Harian
Menghadapi krisis pandemi Covid-19, sejumlah inisiatif dan praktik baik lahir dari masyarakat, salah satunya gerakan mandiri pangan dengan cara mengelola lahan pekarangan rumah sendiri.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 membawa dampak dalam berbagai kehidupan masyarakat. Bahkan, kehidupan rumah tangga pun ikut terpuruk seiring terganggunya roda perekonomian. Kendati berada dalam situasi sulit, sejumlah perempuan tidak mau menyerah begitu saja. Mengelola pekarangan dengan menanam berbagai sayuran menjadi salah satu cara untuk menyiasati pengeluaran pangan untuk kebutuhan makanan sehari-hari.
Meskipun menanam sudah menjadi bagian dari aktivitas keseharian, kondisi pandemi yang membuat masyarakat tinggal di rumah berbulan-bulan justru menjadi peluang bagi para perempuan/ibu untuk serius mengelola lahan pekarangannya.
Bahkan, pekarangan rumah yang sangat sempit pun tidak menjadi halangan bagi para ibu yang rumahnya di wilayah perkotaan untuk menanam berbagai sayuran. Cukup dengan memanfaatkan pot atau polybag, tanaman sayuran pun bisa tumbuh dan dipanen sehingga akhirnya bisa di konsumsi keluarga tanpa harus membeli dari pasar.
Di Kota Salatiga, Jawa Tengah, misalnya. Semenjak pandemi dimulai, sejumlah perempuan (terutama para ibu) yang tergabung dalam balai perempuan (BP), yang didampingi Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) menggalakkan gerakan kemandirian pangan untuk. Bahkan, beberapa anggota BP di Kota Salatiga juga mengembangkan pertanian kecil di daerah urban melalui teknik hidroponik yang tentu saja menghasilkan bahan pangan untuk kebutuhan rumah tangga dan juga dijual sebagai penambah ekonomi keluarga.
Gerakan kemandirian pangan ini dilakoni oleh para ibu dari berbagai latar belakang pekerjaan mulai dari buruh tani, pedagang gorengan/cemilan, pedagang kelontong, ibu rumah tangga, hingga pegawai negeri maupun pegawai swasta.
Kami hanya punya area kosong sekitar 1x11 meter di samping rumah. Saya menggunakan pot dan polybag untuk menanam berbagai sayuran, mulai dari kangkung, bayam, buncis, kacang panjang, hingga sayuran lainnya.(Kristi Handayani)
”Kami hanya punya area kosong sekitar 1x11 meter di samping rumah. Saya menggunakan pot dan polybag untuk menanam berbagai sayuran, mulai dari kangkung, bayam, buncis, kacang panjang, hingga sayuran lainnya. Ternyata lumayan juga, selama tiga bulan ini saya bisa irit sekitar Rp 15.000 per hari karena tidak membeli sayuran di luar. Apa yang ada di rumah bisa di masak,” ujar Kristi Handayani, Sekretaris Balai Perempuan Mangunsari, Kota Salatiga, kepada Kompas, Minggu (22/11/2020).
Pakan lalu, Kristi bersama anggota BP Mangunsari berbagi cerita tentang praktik baik gerakan kemandirian pangan di daerah urban di masa pandemi, yang diselenggarakan KPI secara daring pada Senin (16/11/2020) dan Selasa (17/11/2020). Jangankan pekarangan rumah, tanah sempit pun di depan pagar rumah pun bisa dimanfaatkan untuk menanam bahan sayuran.
Melihat semangat para ibu-ibu anggota KPI dalam mengelola pekarangan, pada Agustus 2020 lalu, sekitar 35 anggota KPI dari Kota Salatiga, yaitu BP Mangunsari, Blotongan, Kutowinangun Lor, dan Noborejo, dibekali dengan pelatihan daring bagimanan mengelola pekarangan rumah masing-masing.
”Mereka diajari mulai dari tahap pembibitan, pemeliharaan, dan pengolahan tanaman,” ujar Sekretaris Cabang Kota Salatiga Satuf Hidayah.
Hasilnya semenjak September lalu, beberapa anggota KPI mulai menikmati hasil dari tanaman tersebut antara lain bayam, sawi, terong, cabai, dan berbagai sayuran yang cepat panen. Bahkan, beberapa ibu mengembangkan budidaya dalam ember (budidamber) dengan memelihara ikan lele.
Jualan secara daring
Bahkan, di awal November 2020, semua hasil olahan pangan dan juga tanaman/bibit dipamerkan dalam bazaar daring melalui Zoom Meeting dan disiarkan langsung melalui media sosial (Facebook) Sekretariat Nasional KPI.
Gerakan kemandirian pangan lewat produksi sumber pangan dari pekarangan rumah, menurut Sekretaris Jenderal KPI Mike Verawati Tangka, merupakan bagian dari upaya perempuan menghadapi kebutuhan pangan di masa pandemi. Langkah tersebut juga untuk menggalang solidaritas bantuan pangan dan membangun dapur umum.
Di luar itu, gerakan pangan dari pekarangan rumah juga dilakukan karena melihat ada bantuan pangan dari pemerintah, yang dinilai tidak mengandung nutrisi, atau tidak sehat dikonsumsi oleh masyarakat seperti ibu hamil dan anak-anak.
”Inisiatif balai perempuan tersebut juga melahirkan gerakan menanam bahan pangan hidroponik, menghubungkan konsumen dan penjual, mengembangkan pemasaran alternatif secara daring, serta pelatihan pengolahan bahan makanan,” ujar Mike.
Apa yang dilakukan BP Kota Salatiga sebenarnya juga dikembangkan sejumlah perempuan dan kelompok perempuan di sejumlah daerah demi menopang kebutuhan pangan bagi keluarga di masa pandemi. Bahkan, di wilayah urban seperti Jakarta dan sekitarnya, gerakan mengelola pekarangan dengan sayuran semakin marak di masa pandemi ini.