Walau memimpin perusahaan media nasional, Jakob Oetama tetap peduli kepada mereka yang membutuhkan meski dia tidak dikenalnya. Keteladanan ini menjadi warisan berharga yang akan dikenang penerusnya.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dimas Basudewo (43) terkejut ketika wartawan harian Kompas, Umar Samsuri, menyambangi kediaman orangtuanya di Depok, Jawa Barat, medio 2001-2002. Umar datang sebagai utusan Jakob Oetama untuk menyerahkan santunan kepada Ngatidjo MW yang sedang sakit keras.
Ngatidjo pun terkejut mendapatkan santunan dari Jakob. Ia memang pensiunan wartawan. Posisi terakhirnya redaktur senior. Walakin tidak pernah bekerja di Kompas Gramedia. ”Saya tanya ke Bapak, ’Pak Jakob kenal sama Bapak’? ’Tidak’, jawab Bapak. Kok, bisa Bapak tidak kenal beliau, tetapi dapat santunan,” ujar Dimas, Kamis (10/9/2020).
Ngatidjo berpulang tahun 2004. Sebelumnya Umar beberapa kali menyambanginya untuk menanyakan kondisi kesehatan dan memberikan santunan. Bahkan Pemimpin Redaksi Harian Kompas saat itu, Suryopratomo, hadir di pemakaman untuk mengucapkan belasungkawa dan memberikan santunan secara langsung. ”Pak Jakob tidak kenal orang secara personal, tetapi sampai sebegitu besar perhatiannya,” katanya.
Tak lama berselang, Dimas mendapatkan panggilan kerja dari tabloid Bola, salah satu anak usaha Kompas Gramedia. Panggilan ini mengingatkannya pada kebaikan hati Jakob. Timbul tekad untuk bertemu beliau ketika sudah mulai bekerja untuk berterima kasih.
Ia beberapa kali berjumpa dengan Jakob, mulai dari rapat kerja di Pacet, Jawa Timur, hingga acara olahraga di Simprug, Jakarta Selatan. Salah satu hal yang berkesan untuknya ketika perayaan ulang tahun Jakob ke-80.
Saat itu tidak ada arahan khusus dari pimpinan. Semua karyawan spontan berkumpul di Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, untuk mengucapkan selamat. Ternyata tersedia jajanan pasar untuk karyawan. Hal yang sederhana, tetapi membanggakan sebagai bagian dari Kompas Gramedia. ”Kagum dengan sosok beliau yang begitu perhatian. Humanis banget,” ujarnya.
Jakob mengajarkan banyak nilai lewat perbuatannya. Beberapa yang membekas ialah sederhana bersahaja dan terus bersyukur.
Selalu bersyukur
”Selamat pagi, Bung,” sapa Jakob kepada Karto Karolus Saragih (48). Ia berbalik dan membeku setelah melihat si pemilik suara. Saat itu ia masih anak baru. Timbul kekaguman melihat penampilan Jakob yang sederhana.
Itu satu-satunya perjumpaannya dengan Jakob selama bekerja di Kompas Gramedia. Perjumpaan tanpa sengaja karena Jakob masuk lewat pintu belakang dan menyapanya, alih-alih masuk dari pintu depan. ”Sapaan pagi itu perwujudan sebuah karakter. Setidaknya buat saya. Karakter yang mengarah pada integritas dan loyalitas,” ucap Karto, karyawan Kompas Gramedia tahun 1997-2019 yang bermukim di Tangerang Selatan, Banten.
Wejangan Jakob juga membekas dalam dirinya. Salah satunya, ”Selalu bersyukur, Be grateful”. Ia sebisa mungkin menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya, hidup menjadi lebih bahagia dengan selalu bersyukur. ”Belakangan saya sadar, bersyukur itu penting. Orang bersyukur, orang yang bahagia. Karyawan bahagia, perusahaan pun sukses,” ucapnya.
Jakob, menurut dia, menghadirkan perusahaan yang terdiri dari manusia-manusia, bukan robot. Perusahaan seperti ini membuat betah untuk berkarya. Di sisi lain, Jakob menghargai jasa dan kerja karyawannya lebih dari cukup. Jakob memang telah berpulang, tetapi keteladanannya akan tetap dikenang.