Indonesia dinilai belum punya banyak penulis skenario yang baik. Padahal, penulisan skenario menjadi salah satu faktor penting agar industri film Indonesia bisa bersaing.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menurut sejumlah pelaku industri film, Indonesia masih kekurangan penulis naskah yang kompeten. Regenerasi penulis diperlukan agar ada penyegaran di industri perfilman. Ini juga penting untuk keberlanjutan ekosistem film.
Sutradara Anggy Umbara dalam konferensi pers virtual, Senin (7/9/2020), mengatakan, tidak banyak orang yang memenuhi kriteria sebagai penulis naskah film layar lebar. Tidak semua penulis naskah dapat memproyeksikan gagasan dari sutradara maupun produser film. Itu sebabnya, masih banyak sutradara di Indonesia yang turut menulis naskah.
”Ada banyak penulis, tetapi tidak semua memiliki ’kualitas’ untuk masuk ke (industri) film layar lebar. Tidak semua penulis bisa menghasilkan karya yang komersial. Selain itu, tidak semua penulis bisa membawakan kemauan (visi) sutradara dan produser,” kata Anggy.
Hal ini bukan masalah baru. Pada 2019, produser film Mira Lesmana mengatakan hal yang sama. Indonesia dinilai belum punya banyak penulis skenario yang baik. Padahal, penulisan skenario menjadi salah satu faktor penting agar industri film Indonesia bisa bersaing. Ia pun kesulitan mencari orang-orang yang kompeten (Kompas, 8/3/2019).
Saat dihubungi secara terpisah, Ketua Asosiasi Penulis Indonesia untuk Layar Lebar (Pilar) Salman Aristo mengatakan, jumlah penulis yang tergabung dalam Pilar sekitar 90 orang. Masih ada penulis lain di luar asosiasi sehingga jumlah penulis yang terdeteksi sedikitnya 100 orang.
Kendati jumlahnya relatif banyak, Salman setuju bahwa industri film masih kekurangan sumber daya manusia yang kompeten sebagai penulis naskah film. Menurut dia, ini karena ekosistem film Indonesia belum fokus pada aspek edukasi untuk para pelaku industri film.
Berkaca pada Korea Selatan, pemerintah dinilai berperan penting untuk mendukung para sineas muda yang berani mendobrak stereotip lama dalam film. Pemerintah membentuk Badan Film Korea dan menyuntikkan dana hingga 1 juta dollar AS bagi sineas independen untuk biaya produksi film. Badan tersebut juga mencarikan distributor internasional untuk pemasaran film (Kompas, 11/2/2020).
Selain itu, Korea Selatan membuat Korean Academy of Film Arts yang mencetak para pekerja film, termasuk sutradara Parasite, Bong Joon-ho. Bioskop-bioskop alternatif pun mendapat subsidi agar konsisten menampilkan film berkualitas.
”Ekosistem film yang baik terdiri atas beberapa mata rantai, yaitu investasi, produksi, distribusi, dan edukasi. Kita masih kurang sekali di aspek edukasi sehingga jalannya ekosistem film menjadi pincang. Dengan edukasi, kita bisa melakukan regenerasi penulis naskah,” ucap Salman.
Menurut sutradara Rako Prijanto, industri perfilman butuh ide-ide segar dari para penulis. Ide tersebut akan menjadi alternatif baru bagi para pembuat dan penikmat film. Ide cerita yang beredar selama ini dinilai monoton karena mengulang pola kesuksesan film-film laris sehingga variasi ide dibutuhkan.
Keragaman ide cerita pun dinilai sebagai salah satu penentu keberlanjutan industri film. Ini modal kuat untuk mengembangkan ekosistem film. Terlebih, industri film kini tidak hanya berkembang di bioskop, tetapi juga di platform digital, misalnya Netflix dan Disney+.
”Kita sedang bergerak dari platform konvensional seperti bioskop ke platform digital. Film-film di platform digital, kan, ceritanya banyak yang tidak umum. Itu sebabnya cerita baru yang kreatiflah yang akan dicari (pembuat film) ke depan,” ucap Rako.
Untuk mendorong regenerasi penulis dan eksplorasi ide segar, perusahaan film Falcon Pictures membuat kompetisi penulisan naskah bertajuk Falcon Script Hunt. Submisi karya dibuka pada 1 September-31 Oktober 2020.
Dewan juri yang terdiri atas tujuh sutradara akan memilih tujuh naskah terbaik. Naskah terpilih akan diangkat menjadi film oleh para sutradara. Ketujuh sutradara itu ialah Anggy Umbara, Rako Prijanto, Ifa Isfansyah, Herwin Hermanto, Indra Gunawan, Danial Rifki, dan Fajar Bustomi.
”Sesuai temanya, yaitu Cerita Hidup, saya harap ada tulisan atau ide yang sangat dekat dengan kehidupan penulis. Saya pikir tema yang realistis, membumi, dan menangkap peristiwa kecil di sekitar itu sangat penting. Manfaatkan ini untuk menulis sesuatu sejujur mungkin,” kata Ifa.
Produser Falcon Pictures, Frederica, melalui keterangan tertulis berharap menemukan ide-ide segar di kompetisi ini. Ia pun berharap ajang ini bisa mendorong publik untuk tetap berkarya saat pandemi Covid-19.