Sejumlah kiai NU meminta pemerintah memberikan perhatian kepada pesantren di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah diminta memperhatikan pesantren, terutama yang terdampak Covid-19. Saat ini belum semua pesantren beroperasi kembali lantaran masih menyiapkan protokol kesehatan atau belum diperkenankan oleh pemda setempat.
Hal tersebut mengemuka dalam pertemuan sejumlah kiai sepuh Nahdlatul Ulama (NU) di tengah pandemi Covid-19, Kamis (25/6/2020), di Aula Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. Pertemuan untuk mendiskusikan kondisi pesantren ini dimoderatori Katib Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Haji Yahya Cholil Staquf.
Dari Jawa Timur hadir Rois Am PBNU KH Miftahul Akhyar, KH Anwar Mansur, KH Kafabihi Mahrus, KH Hasan Mutawakil Alallah, KH Idris Hamid, KH Agus Ali Masyhuri, KH Anwar Iskandar, KH Ubaidilah Faqih, dan KHR Azzaim Ibrahimy. Sementara dari Jari Jawa Tengah hadir KH Ubaidilah Shodaqoh dan KH Muadz.
Rapat ini merupakan respons atas situasi di lapangan. Beberapa pesanten sudah memulai aktivitas. Akan tetapi, banyak juga pesantren yang belum beraktivitas lantaran masih menyiapkan protokol kesehatan dan ada larangan dari pemerintah setempat.
”Dunia memberi pelajaran kepada kita bahwa krisis kesehatan Covid19 saat ini juga merembet pada aspek ekonomi dan ancaman resesi. Ketika manajemen kesehatan dan ekonomi tidak teratasi, ancamannya adalah kerusuhan (chaos). Di lapangan, pesantren juga mengalami ancaman ekonomi. Maka, perlu disuarakan dengan bijak dan arif agar kebijakan anggaran pemerintah berpihak pada pesantren,” kata KH Anwar Iskandar.
Dia berharap pesantren segera beraktivitas dengan tetap menggunakan protokol kesehatan. ”Lebih penting lagi harus ada keberpihakan pemerintah kepada pesantren yang memang sangat terdampak. Saya merasa itu hal yang wajar dan hak kita (pesantren) untuk menerima fasilitas dari pemerintah,” lanjutnya.
KH Hasan Mutawakil Alallah berpandangan, pengurus pesantren harus diberi ruang otonom. Ini untuk menyikapi kegamangan pembukaan pesantren di tengah pandemi Covid-19.
"PWNU Jawa Timur telah memberikan wewenang otonom kepada setiap pesantren apakah membuka atau masih menutup aktivitas pesantrennya,” ujarnya.
Rois Am PBNU KH Miftahul Akhyar menambahkan, pesantren yang sudah memulai aktivitas belajar harus didukung semua pihak. Pemerintah dan pesantren harus saling percaya, saling memberi, dan saling mendukung. Potensi internal NU pun harus dimaksimalkan, seperti penggalangan dana oleh Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqoh Nahdlatul Ulama (Lazisnu).
KH Yahya Cholil Staquf menjelaskan, ada tiga hal yang disepakati oleh forum. Pertama, memberikan dukungan penuh kepada pesantren yang membuka kembali aktivitas dengan protokol kesehatan ketat.
Kedua, Lazisnu diminta membuat skema bantuan yang fokus membantu pesantren dalam menerapkan protokol kesehatan.
”Kemudian, mendorong pemerintah untuk lebih menekankan pada kebijakan kuratif dalam program penangan Covid-19, seperti membangun sarana fasilitas kesehatan yang lebih baik,” ucapnya.
Cholil menyatakan bahwa pembukaan pesantren tak akan memperbanyak kasus positif Covid-19. Sejauh ini, protokol kesehatan sudah diterapkan secara ketat.
”Dimulai dari isolasi mandiri santri sebelum ke pondoknya, juga rapid test yang banyak dilakukan pondok pesantren secara mandiri. Kita jangan hanya bicara kluster penularan Covid-19, tetapi juga bicaralah tentang dukungan fasilitas kepada pesantren. Itu yang kita upayakan,” katanya.