Sejumlah sekolah telah menyiapkan langkah-langkah untuk menyambut kegiatan belajar-mengajar langsung di kelas pada masa normal baru. Kesehatan penghuni sekolah, termasuk guru dan murid, menjadi prioritas.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Sejumlah sekolah mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi tatanan normal baru jika pembelajaran di sekolah mulai dibuka. Beberapa persiapan yang dilakukan terutama berkaitan dengan infrastruktur fisik yang terkait dengan kesehatan di sekolah.
Dari pengawasan lapangan yang dilakukan tim Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di sejumlah sekolah di DKI Jakarta dan Jawa Barat, beberapa sekolah sudah mulai menambah sarana cuci tangan atau wastafel di sekolah.
”Jumlah wastafel mulai ditambah dan diletakkan di tempat-tempat yang strategis di sekolah. Sabun cuci tangan cair dan tisu juga dijumpai di beberapa sekolah yang dikunjungi,” ujar Retno Listyarti, komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Minggu (21/6/2020).
Jumlah wastafel mulai ditambah dan diletakkan di tempat-tempat yang strategis di sekolah
Situasi dan kondisi sekolah-sekolah tersebut diketahui setelah Retno beserta tim pengawasan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan Kesiapan Infrastruktur sekolah dari KPAI turun ke sejumlah sekolah. Pengawasan KPAI untuk memastikan bahwa sekolah siap dan anak-anak tetap sehat ketika pemerintah kelak memutuskan membuka sekolah di suatu wilayah.
Pengawasan KPAI dilakukan sejak 15 Juni 2020 hingga 1 Juli 2020. Hingga Jumat (19/6/2020), tim KPAI sudah mendatangi SMPN 30 Jakarta, SMKN 26 Jakarta, SMKN 11 Kota Bandung, SMPN 18 dan SDN Pondok Benda 01 Kota Tangerang Selatan, serta SMPN 22 dan SMAN 2 Kota Depok.
Dari pantauan KPAI, selain menambah jumlah wastafel, ada juga sekolah yang wastafelnya sudah memiliki campuran cairan pembersih, seperti hand sanitizer tetapi lebih cair dan mengalir di keran yang disediakan, jadi tidak lagi memerlukan sabun cair. Ini di antaranya dijumpai di SMKN 26 Jakarta.
Hanya saja, dari semua sekolah yang didatangi tim KPAI, belum banyak yang menyiapkan tempat penyemprotan disinfektan untuk orang dan mobil yang masuk ke sekolah. Hal itu baru ada di SMKN 11 Kota Bandung.
Di sekolah tersebut, sejak dari pintu gerbang sudah ada tempat penyemprotan disinfektan untuk orang dan mobil yang masuk ke sekolah. Deretan tempat cuci tangan lengkap dengan sabun dan tisu juga telah siap.
Sekolah tersebut juga menerapkan aturan, untuk semua orang yang masuk lingkungan sekolah wajib diukur suhunya di gerbang sekolah. Jika suhunya di atas 37,3 derajat, yang bersangkutan diwajibkan masuk ruang isolasi sementara yang sudah disediakan sekolah.
Misalnya yang ditemukan adalah siswa yang suhu tubuhnya tinggi, maka yanng bersangkutan harus tetap berada di ruang isolasi tersebut sampai orangtuanya menjemput. Letak ruang isolasi dekat dengan pintu gerbang sekolah.
Selain persiapan infrastruktur fisik, sejumlah sekolah juga mulai memikirkan dan menyiapkan modul, jadwal pembelajaran tatap muka dan jarak jauh, ketika kelas nanti dibagi dua karena harus jaga jarak. Sejumlah pelatihan bagi para guru dilakukan, termasuk menentukan jumlah siswa yang akan masuk nantinya dan menyiapkan para guru untuk membina siswa memasuki budaya baru di sekolah.
”Di SMKN 11 Kota Bandung, kepala sekolah membentuk tim gugus tugas Covid-19 yang memiliki tugas dan fungsi penyiapan infrastruktur, sosialisasi, dan diseminasi kepada seluruh warga sekolah,” kata Retno.
Misalnya, soal jaga jarak secara fisik antarsiswa, untuk satu kelas hanya 18 siswa. Kursi dan meja yang tidak dibutuhkan mulai disingkirkan; seluruh saung di areal sekolah yang biasanya menjadi tempat anak berkerumun saat istirahat sekolah juga diberi pembatas agar anak-anak tidak menggunakan.
Sekolah masih hadapi kendala
Pekan lalu, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan hasil survei tentang ”Kesiapan Sekolah Menghadapi Kenormalan Baru Dalam Pembelajaran”. Pengumpulan data dilaksanakan 6- 8 Juni 2020 dengan 1.656 responden. Respondennya adalah guru/kepala sekolah/manajemen sekolah (yayasan) dari berbagai jenjang pendidikan PAUD/TK-SD/MI-SMP/MTs-SMA/SMK/MA yang berasal dari 34 provinsi dan 245 kota/kabupaten seluruh wilayah Indonesia.
Hasilnya mayoritas sekolah memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang status zona tempat sekolah mereka berada. Dari sisi kesiapan sarana-prasarana atau infrastruktur sekolah yang mendukung kenormalan baru, sebagian besar sekolah siap (69 persen), seperti wastafel di setiap ruangan, masker, sabun atau hand sanitizer yang lengkap di ruangan-ruangan, kesiapan UKS, dan pembatas antarmeja siswa.
Akan tetapi, survei tersebut menemukan sejumlah kendala yang paling berat untuk disiapkan atau dilakukan oleh sekolah jika sekolah dibuka kembali. Misalnya, kesiapan sarana-prasarana atau infrastruktur sekolah yang mendukung kenormalan baru, protokol kesehatan, kesiapan anggaran, sosialisasi kepada orangtua dan siswa, koordinasi dengan semua pemangku kepentingan, aturan teknis di sekolah, waktu persiapan yang terbatas, kesiapan manajemen, serta kesiapan guru.
”Komponen yang belum disiapkan atau dilakukan oleh sekolah menghadapi kenormalan baru di sekolah adalah belum ada sosialisasi kepada ortu dan siswa dan belum adanya sakrana prasarana/infrastruktur penunjang protokol Kesehatan di sekolah pada masa kenormalan baru,” ujar Satriwan Salim, Wakil Sekjen FSGI.
Sementara mengenai waktu yang tepat membuka sekolah kembali, mayoritas sekolah (55,1 persen) menjawab akan membuka sekolah jika kondisi sudah normal kembali, kapan pun waktunya. Namun, ada juga yang menjawab akan membuka sekolah pada tahun ajaran baru Juli 2020 dan akan membuka sekolah di awal semester genap (Januari 2021).