Pembelajaran Daring di Luar Pulau Jawa Belum Maksimal
Di luar Jawa, masih banyak siswa yang tidak memiliki gawai. Sinyal internet di daerah tersebut pun sering kali lambat sehingga menyulitkan siswa untuk belajar secara daring.
Catatan: Untuk Humaniora Hari Guru
Pembelajaran secara dalam jaringan selama masa pandemi Covid-19 di sekolah-sekolah luar Pulau Jawa berjalan kurang maksimal. Keterbatasan sarana dan prasarana membuat mayoritas siswa tidak bisa mengikuti pelajaran.
Di Sumenep, Madura, Jawa Timur, dan Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, misalnya, sejumlah siswa tidak bisa mengikuti pembelajaran secara daring karena tidak memiliki gawai. Sebagian siswa yang memiliki gawai pun ada yang sulit mengikuti pembelajaran karena kemampuan gawai yang kurang mendukung, kesulitan sinyal internet, dan ketiadaan paket data internet.
Guru Sekolah Dasar Negeri Batuputih Laok 5, Sumenep, Avan Fathurrahman (39), saat dihubungi dari Surabaya, Jumat (1/5/2020), mengatakan, sebagian besar siswanya tidak memiliki gawai. Sinyal internet di daerah tersebut pun sering kali lambat sehingga menyulitkan siswa untuk belajar secara daring.
Untuk menyiasati hal itu, dia berkeliling ke rumah siswa dan memberikan pembelajaran secara langsung. Siswa-siswa yang tidak memiliki gawai juga berhak mendapatkan pembelajaran. Kegiatan tatap muka selalu mengikuti protokol kesehatan, seperti menjaga jarak, mengenakan masker, dan mencuci tangan sebelum pelajaran dimulai.
Kawasan Indonesia yang luas tidak bisa disamaratakan. Harus ada regulasi untuk pembelajaran alternatif karena tidak bisa semua melakukan pembelajaran daring.
”Kawasan Indonesia yang luas tidak bisa disamaratakan. Harus ada regulasi untuk pembelajaran alternatif karena tidak bisa semua melakukan pembelajaran daring,” kata Avan.
Di Kota Kupang, guru SMK Swasta Wirakarya, Benediktus Namang, mengatakan, dari 100 siswa di sekolah itu, hanya 15 siswa yang mampu mengikuti pembelajaran daring. Padahal, yang memiliki gawai ada 25 siswa, tetapi 10 di antaranya beralasan tidak memiliki paket data internet dan kemampuan gawai tidak memadai.
”Jumlah 15 siswa itu dari kelas satu sampai dengan kelas tiga. Untuk siswa lain yang tidak mengikuti kegiatan belajar secara daring, guru-guru pun tidak menerapkan sistem offline yang dianjurkan kepala dinas pendidikan karena menghindari pertemuan fisik guru dengan siswa. Tetapi bagi siswa ini guru atau sekolah tetap punya kebijakan membantu mereka. Misalnya, mengambil nilai-nilai ulangan sebelumnya atau melakukan tanya jawab secara langsung lewat telepon seluler jika pandemi Covid-19 ini berlangsung masih lama,” kata Benediktus.
Dinas pendidikan akan membantu siswa yang tidak memiliki gawai dan siswa yang telah memiliki gawai tetapi tidak memiliki pulsa data. Bantuan ini diberikan secara bertahap, dimulai dari sekolah-sekolah di dalam Larantuka Kota, kemudian beralih ke kecamatan dengan jaringan internet yang relatif stabil.
Sementara Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Flores Timur, yang juga guru SMP Sanctisima Trinitas Hokeng, Flores Timur, Damsianus Tukan mengatakan, terkait pandemi Covid-19 ini, IGI Flores Timur bekerja sama dengan dinas pendidikan dan olahraga setempat membantu siswa menyelenggarakan kegiatan belajar-mengajar secara daring dengan meluncurkan sistem pembelajaran virtual melalui webinar IGI Flores Timur yang dikemas dalam aplikasi Bel Flores Timur. Ketika aplikasi ini diaktifkan akan diuji coba pada siswa SMP dan SMA.
Di Mataram, Nusa Tenggara Barat, guru mata pelajaran Fisika yang juga Wakil Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Mataram Bidang Kurikulum Burhanudin mengatakan, untuk penerapan kegiatan belajar-mengajar (KBM) selama masa pandemi Covid-19, tidak ada masalah dengan kurikulumnya.
”Hal itu karena pemerintah pusat sudah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4 Tahun 2020 tentang KBM di masa pandemi ini. Selain itu, ada kebijakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB mengenai masa kegiatan belajar di rumah,” kata Burhanudin.
Menurut Burhanudin, dalam masa Pandemi Covid-19, mereka tetap melaksanakan pelayanan KBM secara daring antara siswa dan guru, yaitu menggunakan Google Classroom, Google Form, Whatsapp Group, dan e-mail. Dalam pelaksanaannya, guru mata pelajaran dan wali kelas, serta guru Bimbingan dan Konseling (BK) selalu bekerja sama untuk memantau kondisi dan keaktifan siswanya.
”Jika ada siswa binaannya tidak aktif dalam KBM daring, wali kelas dan BK bekerja sama untuk mengetahui kondisi siswa tersebut. Selain itu, setiap dua minggu sekali, guru-guru mengirim laporan perkembangan kegiatan KBM daring,” kata Burhanudin.
Terkait kurikulum yang cocok saat masa pandemi, menurut Burhanudin, kurikulum yang sekarang tidak ada masalah. Hanya saja, perlu penegasan terkait pengaturan untuk menuju merdeka dalam belajar.
”Untuk belajar di masa darurat ini, baik daring maupun nondaring, tujuan utamanya adalah pengganti hak dasar siswa untuk belajar di sekolah. Oleh karena itu, pembelajaran yang bermakna lebih diutamakan daripada pembelajaran kejar target materi atau kejar kiteria ketuntasan minimal. Fokus belajar anak-anak di rumah, jangan sampai kuantitas. Yang penting siswa tetap belajar dengan penugasan atau cara lainnya,” kata Burhanudin.
Sekretaris Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Bali Margiyanto mengatakan, pembelajaran secara dalam jaringan yang diterapkan selama masa pandemi penyakit Covid-19 menjadi penerapan sistem pendidikan berbasis teknologi informasi. ”Hal ini positif dan sesuai kebijakan pemerintah dalam menyambut era revolusi industri 4.0,” kata Margiyanto.
Kondisi pendidikan di Indonesia, termasuk di Bali, di tengah pandemi penyakit Covid-19 saat ini, menurut Margiyanto, memberikan kesempatan kepada orangtua murid untuk terlibat dengan ikut mendampingi dan mengawasi anak mereka ketika proses belajar-mengajar jarak jauh secara daring berlangsung.
Margiyanto, yang juga guru bidang studi pendidikan Agama Islam dan budi pekerti di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Denpasar dan Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Denpasar, menyatakan, orangtua juga berperan menjadi guru di rumah bagi anak mereka.
Menurut Margiyanto, guru-guru di IGI sudah menyiapkan model pembelajaran berbasis STEAM (science, technology, engineering, art, and mathematics) dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi sebelum terjadi wabah Covid-19. Pembelajaran berbasis STEAM dikenalkan IGI serangkaian Hari Pendidikan Nasional 2019.
Baca juga: Guru Butuh Pelatihan agar Pembelajaran Jarak Jauh Lebih Efektif
”Kesiapan guru-guru diuji dan dapat dipraktikkan dalam situasi (pandemi penyakit Covid-19) seperti sekarang,” ujar Margiyanto. Di sisi lain, menurut dia, kesiapan orangtua menjadi penting dalam kondisi saat ini. ”Kendala apabila orangtua kurang memahami teknologi,” ujarnya.
Margiyanto mengatakan, sudah banyak aplikasi teknologi informasi yang dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk pembelajaran jarak jauh secara daring, di antaranya Google Classroom, baik oleh guru, sekolah, maupun murid. ”Tantangannya adalah bagi murid atau siswa tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah pertama. Mereka perlu didampingi sehingga dapat mengerjakan pelajarannya,” katanya.