STEAM Kian Diminati di Sekolah dan Perguruan Tinggi
Pelajaran sains, teknologi, enjiniring, seni, dan matematika atau STEAM kian diminati di berbagai lembaga pendidikan. Hal itu membutuhkan kreativitas guru dalam mendidik murid dan mahasiswa.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Pelajaran sains, teknologi, enjiniring, seni, dan matematika atau STEAM kian diminati di berbagai lembaga pendidikan. Kuncinya ada pada kreativitas guru mendidik siswa dan mahasiswa mengenai keseimbangan teori dan praktik agar tercapai pemahaman mendalam diiringi kecakapan penerapan.
"Ada kecenderungan pada mahasiswa di beberapa tahun terakhir lebih menyukai penerapan langsung, tetapi tidak mengindahkan teori," kata Rektor Universitas Tarumanagara Agustinus Purna Irawan ketika membuka peluncuran lomba Green Mech dan Robot 4 Mission untuk Regional I di Jakarta, Sabtu (18/1/2020).
Ia menjelaskan, STEAM membutuhkan pemahaman teori dan praktik, serta tidak bisa dijalankan dengan sudut pandang instan yang menginginkan bisa langsung menghasilkan produk. Jadi, ada teori bersifat baku sehingga ditetapkan sebagai standar regional dan internasional. Akan tetapi, ada pula teori yang berkembang dan bisa terus diuji relevansi penerapannya dengan perkembangan zaman.
Ada kecenderungan pada mahasiswa di beberapa tahun terakhir lebih menyukai penerapan langsung, tetapi tidak mengindahkan teori.
Menurut Agustinus, hal itu menjadi tantangan bagi para guru dan dosen untuk memberi materi pelajaran yang seimbang. Pendekatan STEAM untuk peserta didik dari Generasi Z ke bawah tak bisa lagi hanya dengan memberi tugas berdasarkan pengkajian teoritis.
Diskusi sudah menjadi keniscayaan, bukan sekadar untuk mendengar penjelasan dosen, tetapi masukan dari mahasiswa maupun pelajar terkait suatu permasalahan. Keterlibatan mereka di dalam proyek maupun praktik langsung di lapangan sudah menjadi keharusan.
"Satu hal yang merupakan kelebihan mahasiswa dan pelajar masa kini adalah keberanian mengeksplorasi desain. Ekspresi individual mereka lebih kentara dibandingkan angkatan generasi terdahulu. Asalkan mereka tetap tertib memenuhi standar keamanan, kekuatan, dan dampak terhadap lingkungan, kemampuan STEAM generasi kini bisa sangat unggul," ujarnya.
Antusias
Lomba Green Mech dan Robot 4 Mission (R4M) Regional I diikuti sekolah-sekolah dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Selain lomba ini, di bulan Februari juga ada lomba di Regional II yang mencakup Indonesia Tengah dan Timur serta Regional III di Sumatera Utara. Pemenang setiap regional akan diadu pada lomba tingkat nasional sebelum dikirim ke Thailand untuk lomba tingkat internasional.
Mulia Anton, pendiri Rumah Edukasi yang menyelenggarakan lomba Green Mech dan R4M di Indonesia menjelaskan para peserta bertambah karena makin banyak SD, SMP, dan SMA sederajat yang ikut serta. Untuk Regional I misalnya, di tahun 2020 diikuti 45 tim dari 20 sekolah. Padahal tahun-tahun sebelumnya kegiatan itu hanya diikuti 10 sekolah. Setiap sekolah mengirim 2-3 tim.
"Kami juga menyediakan pelatihan STEAM rutin bagi guru-guru berbagai jenjang kelas. Ternyata, guru-guru yang mengikuti pelatihan mempraktikkan materi pelatihan di sekolah masing-masing," tutur Anton.
Setelah itu, sekolah-sekolah mulai membuka kegiatan ekstrakurikuler STEAM atau bisa juga robotika. Mereka kemudian memberanikan diri mengikuti lomba Green Mech dan R4M.
Kepala Laboratorium Fisika Berkelanjutan Universitas Parahyangan, Janto V Sulungbudi yang bertindak selaku kepala dewan juri menjelaskan, karya struktur Green Mech dan R4M oleh siswa kian membaik, terutama sekolah-sekolah yang beberapa kali ikut lomba. Untuk tahun ini tantangan Green Mech adalah membangun struktur pelontar bola.
Setiap jenjang memiliki ujian berbeda. Tingkat SD diminta membangun empat strujtur, SMP membangun lima struktur, dan SMA enam struktur. Setiap struktur harus terdiri dari prinsip sains. Terdapat 20 prinsip yang boleh dipilih tim, antara lain bidang miring, jungkat-jungkit, inersia, roda, dan efek domino.
Untuk R4M, setiap tim diminta membuat koding dan merakit robot dengan misi bisa memasukkan balok-balok plastik ke dalam kotak sesuai dengan warna-warna yang ditentukan. Ada pula pembuatan mobil bertenaga "roda terbang" yang memanfaatkan tegangan dari karet gelang untul memberi lontaran dan mobil "roda gila" bertenaga inersia.
"Dari segi manajemen emosi juga kian baik. Memang masih ada satu hingga dua tim yang memiliki gejolak di antara anggotanya. Ini salah satu pelajaran STEAM, yaitu semua persoalan dipecahkan dengan kepala dingin, bukan saling menyalahkan," kata Janto.
Selain sekolah, minat memelajari STEAM merambah hingga lembaga kursus. Salah satunya adalah Robologee. Staf General Manager Robologee Agus Tavip Mukti mengatakan, semakin banyak sekolah belerja sama dengan lembaga kursus tersebut untuk membuat ekstrakurikuler robotika.
Peminat STEAM yang belajar di Robologee berusia mulai dari balita hingga siswa SMA. Selain itu, tidak ada lagi batasan bahwa STEAM hanya cocok dipelajari laki-laki karena anak perempuan juga sama antusiasnya.