JAKARTA, KOMPAS – Bentara Budaya Jakarta didukung oleh Gramedia Pustaka Utama menyelenggarakan diskusi mengenang karya dan kiprah NH Dini dengan tajuk “Pada Sebuah Novel” pada Rabu, (19/12/2018), pukul 14.00 di Bentara Budaya Jakarta, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta. Acara diskusi ini menjadi obituari kenangan atas berpulangnya sang sastrawan pada 4 Desember 2018 di Semarang.
Hadir sebagai pembicara dalam diskusi ini antara lain, sastrawan dan guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Sapardi Djoko Damono, Rektor Institut Kesenian Jakarta Seno Gumira Ajidarma, dan novelis Intan Paramaditha. Masing-masing pembicara akan membahas pertemuan mereka dengan karya-karya NH Dini serta peran kehadirannya bagi perkembangan kesusastraan di Indonesia.
NH Dini lahir di Semarang, 29 Februari 1936. Pengalaman menulis diasahnya sejak masih di bangku sekolah dengan mengisi kolom di majalah dinding serta menulis sajak dan cerita pendek. Pada tahun 1952, sajak NH Dini dimuat dalam majalah Budaja dan Gadjah Mada di Yogyakarta. Sementara itu, cerpen-cerpennya sering mengisi halaman-halaman sastra Majalah Kisah dan Mimbar Indonesia.
Sebagai pengarang yang produktif, NH Dini telah menulis puluhan buku. Beberapa novelnya yang terkenal, antara lain Pada Sebuah Kapal (1972), La Barka (1975), Padang Ilalang di Belakang Rumah (1978), Keberangkatan (1987) dan sebagainya.
Bersama kakaknya, Teguh Asmar, NH Dini juga mendirikan perkumpulan seni “Kuntjup Seri” di Semarang yang kegiatannya berlatih karawitan, bermain sandiwara, dan menyanyi tembang Jawa serta lagu-lagu Indonesia. Sejak tahun 1986, NH Dini juga membina anak-anak untuk menulis di Pondok Sekayu, Desa Kedung Pani.
“Kita tentu merasa kehilangan seorang pengarang besar, yang sepanjang hidupnya mendedikasikan diri bagi kesusastraan. Untuk mengingat karya dan kiprahnya, acara seperti ini juga akan diselenggarakan di kota-kota lainnya seperti Bentara Budaya Yogyakarta, Bentara Budaya Solo, Bentara Budaya Bali, Surabaya dan di kota kelahiran NH Dini, yaitu Semarang,” ujar Frans Sartono, Direktur Program Bentara Budaya.