JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan manusia, termasuk perempuan dan anak-anak hingga kini masih di bawah rata-rata nasional. Dibandingkan dengan seluruh provinsi di Tanah Air, indeks pembangunan manusia dan indeks pembangunan gender di Provinsi Papua berada di posisi paling bawah.
Karena itu, upaya pencapaian kesetaraan dan keadilan jender serta upaya pemenuhan dan perlindungan hak anak, termasuk pemberdayaan dan perlindungan perempuan, perlu ada perhatian khusus dan intervensi khusus dari pemerintah pusat. Kebijakan dan program terhadap perempuan dan anak-anak di Papua harus benar-benar menyentuh langsung dan tepat sasaran.
Hasil kajian atas profil perempuan dan anak di empat kabupaten/kota di Papua, yakni Kota Jayapura, Kabupaten Nabire, Jayawijaya, dan Asmat yang dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Papua (Liptek-Papua) yang dipaparkan Jumat (14/12/2018) di Jakarta, menemukan sejumlah situasi dan kondisi yang perlu mendapat perhatian.
Persoalan paling besar yang dihadapi perempuan-perempuan di Provinsi Papua adalah tingkat kekerasan yang masih sangat tinggi. Dari penelitian yang dipimpin Marlina Flassy dari Liptek-Papua, terhadap 480 responden di empat kabupaten, dengan 2.348 orang terungkap bahwa perempuan Papua banyak mendapatkan kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual.
“Perempuan belum sepenuhnya mendapatkan akses untuk mengenyam pendidikan formal dan informal, karena faktor ekonomi, adat, dan lain-lain. Sosialisasi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan UU Perlindungan Anak belum maksimal di Papua,” katanya
Dari sisi kesehatan ibu dan anak, hingga kini pemeriksaan kesehatan belum maksimal. Sementara di Papua tidak ada gugus tugas perempuan dan anak mulai dari tingkat provinsi sampai ke kabupaten.
Tingginya angka kekerasan pada perempuan dan anak, juga dipengaruhi oleh peredaran minuman keras sangat bebas dan tidak terkontrol di Papua. “Perlu regulasi yang mengatur pembatasan peredaran minuman keras di Papua,” kata Marlina.
Pada tahun 2017, Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Papua turun menjadi 61.89 dibandingkan tahun 2016 pada angka 64.73.
Menteri PPPA Yohana Susana Yembise saat membuka Lokakarya Hasil Penelitian Kondisi Perempuan dan Anak di Papua, Jumat petang, menegaskan, kajian atas kondisi perempuan dan anak di Papua merupakan langkah KPPPA untuk mendapatkan kondisi serta profil perempuan dan anak Papua yang riil.
“Sebagai menteri asal dari Papua, saya melihat Papua sangat tertinggal dibanding provinsi lain. Untuk masuk Papua dengan program dan kebijakan dari Jakarta, bingung mau masuk dengan cara seperti apa. Sepetinya tidak ada referensi, tidak ada dasar temuan-temuan, yang bersifat ilmiah yang bisa kita pakai untuk menjawab tantangan di Papua,” kata Yohana yang didampingi Deputi Partisipasi Media Kementerian PPPA Indra Gunawan.
Yohana menyatakan, Papua benar-benar tertinggal. Provinsi lain sudah memiliki profil dan potret perempuan dan anak, tetapi Papua belum. “Perlu sentuhan pemerintah pusat. Kami dari kementerian masuk, kami gandeng tokoh adat dan agama. Tapi rasanya belum sempurna belum menyentuh karena belum ada dasar yang bisa kita pakai,” katanya.
Jadi acuan
Dia menegaskan, hasil kajian tersebut diharapkan bisa menjadi acuan untuk lembaga saat akan masuk membangun tanah Papua. “Jadi bukan hanya pergi membawa bantuan dan serahkan saja, tanpa harus melihat situasi di segala bidang di Papua, khususnya masyarakat Papua,” tegas Yohana yang menyatakan sejauh ini belum ada data akurat terkait potret atau profil perempuan dan anak di Papua.
Indra Gunawan menambahkan penelitian dilakukan antara bertujuan untuk mengukur pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, politik, hukum dan HAM, serta pemenuhan hak dan kualitas hidup anak. Selain itu mengukur perlindungan bagi perempuan Papua dari tindak kekerasan baik fisik, psikis, verbal dan seksual, serta mengukur tingkat perhatian pemerintah daerah, baik dari eksekuif maupun legislatif terhadap upaya peningkatan kesejahteraan perempuan dan anak Papua.
Mengenai hasil kajian kondisi perempuan dan anak di Papua, baik Marlina maupun Indra Gunawan menyatakan, hasil kajian tersebut saat ini dalam tahap penyelesaian. Diharapkan hasil kajian tersebut sudah rampung dan diluncurkan pada akhir 2018 atau setidaknya pada awal 2019 mendatang.