SEMARANG, KOMPAS — Pemerintah pusat menjamin keberlanjutan perkuliahan di daerah terdampak gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah. Tenda darurat menjadi penanganan jangka pendek sambil menyiapkan transfer kredit perkuliahan dan kuliah daring atau jarak jauh.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir di kampus Universitas Diponegoro, Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (6/10/2018), mengatakan, hingga saat ini, pemerintah masih mendata jumlah mahasiswa dan sivitas akademika yang terdampak bencana di Sulteng.
Berdasarkan tinjauan Nasir, Rabu (3/10/2018), ada sekitar tujuh kampus di Palu yang terdampak cukup parah, di antaranya Universitas Tadulako, Universitas Muhammadiyah Palu, dan Universitas Terbuka. Begitupun Institut Agama Islam Negeri Palu (di bawah Kementerian Agama).
”Saat ini, situasi masih tanggap darurat atau masa evakuasi. Namun, menurut tim teknis, kerusakannya sekitar Rp 238 miliar. Saya sudah meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga menyisir keuangan bersama Menteri Keuangan agar penyelesaian bisa dilakukan pada 2019,” kata Nasir.
Nasir menambahkan, untuk jangka pendek, guna memastikan perkuliahan tetap berjalan, pihaknya mengirimkan tenda darurat. Ini penting karena jelang musim hujan. ”Sejauh ini baru 10 tenda darurat dengan kapasitas minimal 50 orang. Akan kami kirim lagi 30-40 tenda,” katanya.
Kemristek dan Dikti pun telah bertemu dengan pengurus Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) yang sepakat menjalankan program bantuan. Mahasiswa pendidikan kedokteran, misalnya, akan disebar ke PTN-PTN yang memiliki fakultas kedokteran.
Menurut Nasir, dengan cara itu, perkuliahan menggunakan sistem transfer kredit. Meskipun melanjutkan kuliah di kampus lain, statusnya tetap sebagai mahasiswa kampus asal. ”Selain itu, dilakukan juga perkuliahan daring, seperti Universitas Indonesia yang sudah menjembatani,” ujarnya.
Beasiswa bagi korban bencana pun disiapkan. Nasir mencontohkan, pihaknya menyiapkan sekitar 6.000 beasiswa bagi korban gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat. Hal serupa juga akan dilakukan bagi korban gempa-tsunami Sulteng. Pendataan masih terus dilakukan.
Rektor Undip Yos Johan Utama menuturkan, pihaknya siap menerima mahasiswa asal Sulteng untuk berkuliah (sit in) di Undip. ”Ada sekitar 50 kamar, masing-masing menampung empat orang. Gratis. Untuk biaya keperluan sehari-hari, kami carikan orangtua asuh,” ujarnya.
Yos menambahkan, hal itu dilakukan seiring pertemuan MRPTNI, yang juga telah memetakan segalanya. Misalnya, ada mahasiswa yang orangtuanya meninggal, orangtua masih hidup tetapi terbatas secara ekonomi, serta yang kehilangan harta benda. ”MRPTNI ini seperti keluarga,” ujar Yos.