Ekopedagogik dan Upaya Menanggulangi Pencemaran Citarum
SOREANG, KOMPAS — Kesadaran peduli lingkungan dari usia dini dapat diterapkan melalui pendidikan di sekolah. Dengan menggunakan teknik ekopedagogik, pengajar menanamkan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dari kehidupan sehari-hari siswa.
Pentingnya pendidikan akan kebersihan pada anak usia dini diyakini bisa mengatasi sejumlah persoalan, seperti pencemaran lingkungan.
Pakar literasi dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Yunus Abidin, Jumat (24/8/2018), memaparkan, masyarakat berkembang dalam beberapa tren yang dapat memengaruhi kehidupan dan lingkungan. Perubahan ini meliputi pergeseran demografis, ekonomi, teknologi, dan eksploitasi sumber daya alam.
Yunus berujar, jika generasi muda tidak memiliki kesadaran lingkungan sejak kecil, perubahan ini berdampak kepada kerusakan alam karena mereka lebih mementingkan eksploitasi tanpa melihat pentingnya kelestarian alam.
Dengan menggunakan ekopedagogik, lanjutnya, peserta didik dari tingkat dasar hingga lanjut bisa memahami pentingnya menjaga lingkungan demi masa depan.
Ekopedagogik merupakan teknik pembelajaran yang menekankan kepada peserta didik untuk lebih peduli lingkungan. Menurut Yunus, pembelajaran ini perlu dilakukan dengan multiliterasi sehingga bisa memberikan dampak langsung kepada peserta didik. Tidak hanya pemahaman teoretis, tetapi juga praktik secara langsung dengan menggunakan media-media yang sesuai perkembangan zaman.
”Tidak hanya buku teks, tetapi juga bisa dengan menggunakan media lain, seperti video dan brosur. Pengajar juga bisa memberikan contoh nyata kepada peserta didik dan dekat dengan mereka. Anak-anak tidak akan bisa mengerti dengan cepat jika materi yang diberikan pengajar jauh dari pemahaman mereka,” tuturnya dalam Seminar Nasional Ekopedagogik di Ciparay, Kabupaten Bandung.
Praktik langsung, kata Yunus, dapat dilakukan dengan memberikan contoh dari sikap guru yang peduli lingkungan, misalnya dengan membuang sampah pada tempatnya. Dengan berbagai tema kegiatan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, murid bisa mengasah daya kritis dan kreatif sehingga mampu menerapkan pola hidup bersih dan sehat sejak dini.
Hadir dalam seminar itu, Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sudayatna menyatakan, Indonesia dihadapkan pada masalah lingkungan hidup yang serius, terutama pengelolaan sampah dan limbah. Generasi muda perlu diberikan pembelajaran untuk peduli kelestarian alam.
Menurut Sudayatna, masyarakat dewasa telanjur sulit untuk diarahkan peduli lingkungan sehingga generasi muda menjadi harapan dalam menerapkan budaya peduli kesehatan dan kebersihan lingkungan hidup. Pemahaman dari dini ini menjadi modal jangka panjang karena membentuk karakter yang peduli kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup.
Pencemaran citarum
Sudayatna mencontohkan dari fenomena pencemaran lingkungan di sepanjang Sungai Citarum. Ia berujar, pemahaman masyarakat yang peduli lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan mampu mengurangi pencemaran yang sangat merugikan ini.
”Pencemaran lingkungan harus diidentifikasi dari sumbernya. Jika berasal dari masyarakat, kita perlu memberikan pemahaman meskipun secara bertahap. Jika berasal dari limbah industri, perlu ada penegakan hukum dan penyuluhan sehingga mereka tidak membuang limbah ke bantaran sungai,” tuturnya.
Komandan Sektor 5 Citarum Harum Kolonel Inf Dadang Rahadiansyah memaparkan, dengan memberikan pengertian dan contoh kepada masyarakat, dalam enam bulan terakhir terlihat perubahan. Masyarakat sudah tidak terlihat membuang sampah di bantaran sungai.
”Jika ada warga yang kedapatan, akan kami proses dan berikan pengertian. Sekarang sudah tidak sebanyak dulu meskipun masih ada sampah yang menumpuk,” ujarnya.
Dadang menambahkan, Citarum merupakan salah satu aliran sungai yang berperan penting di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sebanyak 80 persen air Citarum dikonsumsi penduduk DKI Jakarta dan digunakan masyarakat sepanjang alirannya. Sungai ini juga mengairi 420.000 hektar sawah dan alirannya menjadi pemasok listrik 1.888 megawatt dari tiga waduk, yaitu Jatiluhur, Saguling, dan Cirata.
”Butuh proses panjang dan koordinasi dari berbagai lembaga terkait. Semoga masyarakat umumnya, dan generasi muda khususnya, bisa lebih peduli lingkungan, terutama Citarum,” ucapnya.