JAKARTA, KOMPAS – Kemampuan sekolah menyediakan berbagai kegiatan yang menarik merupakan salah satu alternatif mengisi waktu luang siswa sehingga mereka tidak melulu menghabiskan waktu bermain gawai. Kegiatan hendaknya mengolah kemampuan fisik, mental, dan sosial siswa.
"Di sekolah ada lima ekstrakurikuler wajib, antara lain pramuka, sendratari, dan teknologi informasi dan komunikasi," tutur Kepala SDN 1 Ungaran, Yogyakarta Dwi Atmi Sutarini di Jakarta, Senin (23/7/2018).
Dwi dan sembilan kepala SD dan SMP lain berada di ibukota untuk memberi pemaparan pencapaian program pembangunan karakter di sekolah kepada Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Paska Kemdikbud). Mereka antara lain berasal dari Sumbawa (Nusa Tenggara Timur), Bantaeng (Sulawesi Selatan), Malang (Jawa Timur), dan Medan (Sumatra Utara).
Selain ekstrakurikuler wajib, terdapat belasan ekstrakurikuler pilihan seperti renang dan bela diri. Dwi mengungkapkan, SDN 1 Ungaran menerapkan lima hari sekolah. Hari Sabtu dikhususnya untuk kegiatan ekstrakurikuler. Adapun hari Minggu untuk beraktivitas bersama orangtua.
Sementara itu, Kepala SDPN 037 Sabang, Kota Bandung, Jawa Barat, Usep Kurniawan mengatakan bahwa pihaknya justru tidak antigawai. Di sekolah tersebut terdapat kegiatan wartawan cilik. Siswa memiliki tabloid sekolah bernama Bernas (Berita Anak Sekolah) yang isinya dibuat oleh siswa.
"Siswa menulis artikel, puisi, cerpen, dan merancang tata letak tabloid melalui telepon pintar. Pemakaiannya diawasi oleh guru," tutur Usep.
Bahkan, untuk kelas V dan VI pemakaian gawai lebih intensif karena ulangan tidak lagi menggunakan kertas dan pensil, melainkan telepon pintar. Meskipun begitu, sekolah tetap meminta siswa mengumpulkan gawai mereka kepada guru sebelum pelajaran dimulai dan hanya dipakai ketika guru mengizinkan. Misalnya untuk membantu mencari informasi terkait tugas sekolah.
Sebagai pengimbang pemakaian gawai, sekolah juga menganjurkan siswa untuk bermain permainan tradisional selama masa istirahat. "Metode ini menyehatkan fisik siswa, mengajar mereka bekerja sama sekaligus melestarikan permainan tradisional. Anak-anak SD umumnya menyenangi kegiatan fisik," kata Usep.
Koordinasi
Tidak semua sekolah bisa memastikan setiap siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini karena ada siswa yang jarak rumahnya cukup jauh dari sekolah atau pun harus mengikuti kegiatan lain di luar sekolah.
Oleh sebab itu, guru berkoordinasi dengan orangtua. Contohnya diterapkan di SMPN 1 Lamongan, Jawa Timur. Kepala sekolah tersebut, Khoirul Anak menjelaskan, setiap siswa dibekali buku kegiatan yang setiap hari wajib diisi oleh orangtua. Buku itu kemudian disetor kepada wali kelas setiap pagi.
"Orangtua mencatat segala kegiatan anak di rumah dan di luar rumah. Cantumkan nama sanggar tempat anak berkegiatan beserta nama pelatihnya. Terkadang guru juga meminta orangtua mengirim foto sebagai bukti anak memang berkegiatan di sanggar tersebut," papar Khoirul.
Hal ini untuk memastikan keberadaan anak terpantau oleh guru dan orangtua. Dengan begitu, pengasuhan antara rumah, sekolah, dan lingkungan berkesinambungan.
Pendidikan orangtua terkait literasi digital juga penting. Hany Tanua, Kepala SMPN 1 Kota Gorontalo, mengatakan sejak hari pertama sekolah, selalu rutin diadakan kelas orangtua mengenai berbagai cara pengasuhan yang baik, termasuk memanfaatkan gawai. Selain itu, pemberian informasi yang lebih intensif dilakukan oleh wali kelas kepada orangtua melalui media sosial.