Perempuan di Tanah Air Diajak Bergerak Melawan Intoleransi
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Praktik intoleransi semakin mengkhawatirkan. Tidak hanya menimbulkan keresahan, kecurigaan, dan mengancam keamanan, sikap itu mudah memecah belah komunitas hingga kebencian terhadap kaum minoritas. Ironisnya, hal itu kini rentan mulai masuk ke anak-anak.
Prihatin terhadap kondisi itu, sejumlah perempuan dari berbagai latar belakang profesi di Jakarta dan sejumlah daerah mengajak semua perempuan di Tanah Air untuk bergerak bersama. Tujuannya, menangkal segala kegiatan dan penyebaran paham intoleransi dan radikalisme di tengah masyarakat.
Ajakan tersebut diawali dengan Deklarasi Warga Perempuan Bergerak di Jakarta, Selasa (3/7/2018). Deklarasi itu dibacakan secara bergantian oleh Sabrina T Fitrianti selaku Koordinator Warga Perempuan Bergerak, Arimbi Heroepoetri (Pusat Kajian dan Pengembangan Berdikari), Livia Iskandar (Komunitas Insan Psikologi Indonesia), Selly Martini (Rumpun, Bandung), dan Lely Zaelani (Hapsari, Sumatera Utara).
”Hal ini tidak bisa diatasi hanya dengan berdiam diri. Karena itu, kami sadar bahwa sudah saatnya ada aksi nyata untuk menangkal segala kegiatan yang merobek pelangi kebangsaan kita,” kata Selly.
Karena itu, Livia mengajak semua perempuan di Tanah Air untuk bergerak menyatukan kembali kesatuan bangsa Indonesia yang berpedoman pada Bhinneka Tunggal Ika dan sesuai nilai-nilai Pancasila.
Warga Perempuan Bergerak dibentuk karena perempuan adalah populasi terbesar di Indonesia. ”Kami merasa perlu untuk memperjuangkan kepentingan dan pendapat kaum perempuan agar menjadi perhatian para pengambil keputusan sehingga sumbangan suara serta aksi perempuan dalam pembangunan keadaban bangsa dihargai dan dihormati,” ujar Lely.
Sabrina menegaskan, setelah deklarasi Warga Perempuan Bergerak, mereka akan menggerakkan perempuan dari berbagai profesi, termasuk ibu rumah tangga, melalui aktivitas nyata guna meningkatkan ketangguhan warga perempuan dan anak untuk melindungi keluarganya dari isu radikalisme, mencegah perpecahan antarkomunitas.
Gerakan bersama perempuan di Tanah Air sangat penting, seiring gerakan kelompok-kelompok intoleran yang terus memengaruhi masyarakat. Karena itu, Arimbi mengajak semua perempuan berbuat sebisa mungkin, membuka ruang-ruang diskusi dan dialog dengan masyarakat sekitar.
”Kami mau menyampaikan bahwa ini ada masalah dalam kehidupan berkeluarga, kita ribut dengan saudara dan keluarga. Kita tidak boleh takut dan bersembunyi. Kami mengajak semua insan masyarakat Indonesia untuk bergerak,” kata Arimbi.
Dimulai dari keluarga
Gerakan melawan intoleransi bisa dilakukan mulai dari lingkungan keluarga. Misalnya, sebagai ibu rumah tangga, perempuan diajak membentengi keluarga dengan mengajarkan kepada anak-anak untuk tidak terpengaruh, apalagi terseret, dalam arus pemikiran intoleransi. Ruang diskusi dan perjumpaan dengan masyarakat harus terus ditingkatkan, salah satunya melalui seni budaya atau memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.
Melalui Warga Perempuan Bergerak, kata Sabrina, diharapkan perempuan-perempuan di Tanah Air akan bangkit, berbicara, dan melawan berbagai paham intoleransi dan radikalisme.
”Sebenarnya, banyak yang merasa muak dan frustrasi melihat kondisi saat ini, tapi tidak tahu mau ke mana dan bicara kepada siapa. Karena itu, kami mencoba mengumpulkan perempuan-perempuan untuk berbicara dan melawan intoleransi,” kata Sabrina.