DEPOK, KOMPAS — Mimbar akademis seharusnya dipakai komunitas kampus untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Mimbar kampus tidak boleh disalahgunakan untuk menyebarkan paham radikalisme. Pemerintah menyiapkan sanksi bagi siapa saja yang terbukti memanfaatkan mimbar kampus untuk kepentingan itu
Pernyataan ini disampaikan Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir di Depok, Jawa Barat, Selasa (5/6/2018). “Yang namanya mimbar akademis tidak boleh disalahgunakan. Jika ingin menggunakan untuk kepentingan ilmiah, silahkan saja,” kata Nasir kepada jurnalis.
Pemerintah tidak membatasi mahasiswa belajar paham apa saja selama untuk kepentinga akademis. Begitu pun dosen yang melakukan penelitian, tidak ada larangan untuk itu. “Saya dulu juga belajar tentang paham Karl Marx, Lenin untuk kepentingan ilmu kuliah, sekadar ingin tahu apa materinya. Tetapi saya bukan pengikut pahamnya,” kata Nasir.
Pasca penggerebekan di Universitas Riau di Pekanbaru, Riau, Sabtu (2/6/2018) lalu, Nasir mengingatkan ke pengelola perguruan tinggi untuk lebih waspada. Pengawasan terhadap akativitas kampus harus lebih ditingkatkan. Berbasis data kemahasiswaan, dosen, dan pegawai perguruan tinggi, pemerintah lebih intens melakukan pengawasan. Meskipun tiga orang terduga teroris yang ditangkap di Riau adalah alumni kampus tersebut, namun pengawasan berkembangnya paham radikal tetap akan diperketat.
“Kami sudah tugaskan rektor harus wajib memantau dosen, mahasiswa, pegawai kampus,” kata Nasir. Tidak hanya rektor, tugas pengawasan itu juga harus dilakukan para pengelola perguruan tinggi yang lain. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dilibatkan jika sudah cukup alasan melibatkannya.
Mengenai pengawasan yang dimaksud, kata Nasir, pemerintah tidak perlu menerbitkan aturan baru semacam normalisasi kehidupan kampus / badan koordinasi kemahasiswaan. “Tidak perlu ada aturan baru semacam normalisasi kehidupan kampus. Aturan yang ada sudah cukup. Yang penting tindakan rektor tegas, jelas, terukur,” kata Nasir. (NDY)