JAKARTA, KOMPAS -- Kolaborasi antara pemerintah, industri, peneliti, dan akademisi sangat diperlukan untuk optimalisasi pengolahan data berukuran raksasa. Dengan kolaborasi, pemanfaatan teknologi analisis data berukuran raksasa bisa lebih mudah diimplikasikan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik.
Dekan Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, Mirna Adriani, menuturkan, data berukuran raksasa saat ini relevan dimanfaatkan di berbagai bidang. Misalnya, bidang telekomunikasi, manufaktur, kesehatan, retail, sektor publik, pendidikan, dan penelitian.
“Untuk itu, kolaborasi harus diperkuat, terutama dari akademisi dan industri. Tujuannya agar proses pengembangan teknologi dan pemanfaatan big data (data raksasa) bisa lebih cepat tercapai,” ujarnya di sela-sela seminar International Workshop on Big Data and Information Security (IWBIS) 2018 di Jakarta, Sabtu (12/5/2018).
Menurut Mirna, selama ini berbagai riset sudah dilakukan oleh pihak akademisi dan peneliti, namun karena tidak terintegrasi dengan industri, hasil riset terkadang belum berorientasi pada produk. Untuk itu, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia memberikan program bagi mahasiswa untuk bekerja sama dengan sejumlah perusahaan dalam pengelolaan data yang sesuai dengan kebutuhan.
“Dalam satu proyek, mahasiswa diminta melakukan praktik untuk mengelola masalah yang diajukan perusahaan. Dengan begitu, mahasiswa bisa secara konkret memanfaatkan big data untuk menyelesaikan permasalahan yang dibutuhkan perusahaan,” katanya.
Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia Ricky Joseph Pesik menambahkan, sebagai negara dengan jumlah penduduk dan luas wilayah yang besar, Indonesia berpotensi menghasilkan dan menggunakan data berukuran raksasa. Data ini merupakan sumber penting untuk mendukung kemajuan bangsa, terutama pada perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia.
“Namun, potensi big data yang dimiliki harus diimbangi dengan kemampuan dalam pengelolaan data. Jangan sampai data ini justru tidak dikelola dengan baik dan bangsa kita hanya sebagai ‘penonton’ pihak lain yang mengeksplorasi keberagaman data kita,” ujarnya.
Untuk mendukung hal tersebut, Mirna menyarankan, pengumpulan data raksasa harus bisa diintegrasikan dari berbagai sektor. Selama ini, kendala yang dihadapi dalam proses pengelolaan data ialah data yang masih tersebar dan format yang belum seragam. Pemerintah diharapkan bisa mengintervensi dalam pengumpulan data masyarakat ini.
Selain itu, dosen senior departemen Ilmu Komputer School of Computing (SoC) dari National University of Singapore (NUS), Stephane Bressan mengatakan, upaya pengelolaan data raksasa perlu didukung dengan etika dan perlindungan data pribadi. Data saat ini dianggap sebagai komoditas baru yang dikatakan lebih memiliki nilai keberlanjutan daripada minyak.
Pemanfaatan data raksasa ini sudah dilakukan oleh perusahaan besar, seperti Facebook, Google, Amazon, dan Microsoft. Perusahaan ini mengolah data melalui proses ekstraksi data dan dengan alogaritma bisa menjadikan data tersebut sebagai informasi yang bernilai.
“Perlindungan data pribadi ini harus ditingkatkan di tengah pesatnya pemanfaatan data raksasa,” katanya.