JAKARTA, KOMPAS — Kecurangan yang mewarnai pelaksanaan ujian nasional berbasis komputer perlu dicermati para pemangku kepentingan. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Totok Suprayitno mengatakan, meski sudah berbasis komputer, modus-modus baru untuk mencurangi ujian nasional berbasis komputer bisa saja muncul.
”Kami menunggu hasil investigasi dugaan kecurangan pada UNBK (ujian nasional berbasis komputer) SMP di Surabaya. Ini perlu dibahas dengan pemangku kepentingan, termasuk Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai regulator,” ujarnya di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, menemukan indikasi kecurangan dalam pelaksanaan UNBK tingkat SMP/MTs di sebuah SMP negeri, Kamis. Diduga ada oknum di sekolah tersebut yang mencoba meretas data soal dalam ujian mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang diujikan pada hari terakhir.
”Saya langsung laporkan dugaan kecurangan ini ke Polrestabes Surabaya agar cepat ditangani,” kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini di Surabaya, didampingi Kepala Dinas Pendidikan Muhammad Ikhsan dan sejumlah kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.
”Ada 5 dari 35 komputer yang terhubung dengan jaringan lain yang bisa diakses teknisi sekolah. Diduga terjadi peretasan soal ujian sesi pertama,” ucapnya.
Polisi mengusut
Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Rudi Setiawan mengatakan, pihaknya akan segera mengusut indikasi kecurangan itu. Pihak yang terlibat, antara lain teknisi, pihak sekolah, siswa, dan dinas pendidikan, akan dimintai keterangan.
Barang bukti berupa komputer dan telepon seluler milik teknisi juga akan diperiksa untuk melihat aliran data yang diretas. ”Kami akan menyelidiki agar kecurangan UNBK terungkap dan bisa diantisipasi agar tidak terulang tahun depan,” ucapnya.
Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Fahriza M Tanjung mengatakan, terobosan pemerintah untuk membuat UNBK hingga tahun ketiga ini sebenarnya patut diapresiasi. UNBK telah memutus rantai perjalanan soal yang rumit serta hampir menghapus masalah klasik kebocoran soal dan kunci jawaban.
”Namun, banyak hal prinsip yang harus dievaluasi dalam UNBK tahun ini,” katanya.
Terkait soal high order thinking skill (HOTS), lanjut Fahriza, bukan hanya dikeluhkan siswa SMA, melainkan juga siswa SMP, khususnya untuk mata pelajaran Matematika.
”Berdasarkan analisis kami dan laporan dari guru-guru daerah, telah terjadi pemahaman yang salah oleh pembuat soal terhadap konsep HOTS itu sendiri,” ujar Fahriza.
Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengatakan, keluhan siswa SMP juga terkait soal mata pelajaran Bahasa Inggris yang diujikan pada hari ketiga.
”Banyak siswa yang mengeluhkan bahwa pokok soal pada mata pelajaran Bahasa Inggris terlalu panjang uraiannya. Dengan jumlah soal 40 butir dan waktu 120 menit, jika dirata-ratakan ada waktu 3 menit untuk tiap soal. Waktu yang sedikit untuk menyelesaikannya. Apalagi pokok soalnya membutuhkan penalaran mendalam,” tutur Heru.
Menurut Heru, jika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdalih bahwa soal-soal UNBK disesuaikan dengan standar internasional, hal itu menjadi aneh. Kenapa evaluasinya saja yang berstandar internasional.
”Lalu, bagaimana dengan sarana prasarana, kualitas guru, kurikulumnya, dan pembelajarannya. Apakah sudah berstandar internasional?” tanya Heru.