Ke depan, wisatawan bisa melihat langsung komodo tanpa perlu menyeberang ke Pulau Rinca atau sekitarnya. Wisata ini bisa menjadi alternatif bagi yang punya dana dan waktu lebih terbatas.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Komodo, Varanus komodoensis tidak hanya bisa dipantau di pulau-pulau di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Pemda setempat berinisiatif agar komodo bisa dilihat wisatawan di Cagar Alam Wae Wuul, sekitar 18 km arah timur Labuan Bajo. Jika terealisasi, perlu persiapan matang, melibatkan para pihak terkait. SDM warga lokal perlu disiapkan.
Sabtu (23/9/2023). Waktu menunjukkan pukul 06.30 Wita. Kompas bersama tim media dari PT Smelting, Joe dan Raka, bergegas dengan mobil bertolak dari tempat penginapan di Labuan Bajo menuju lokasi pelepasliaran enam ekor komodo di Dusun Menjaga Desa Macang Tangkar, Kecamatan Komodo.
Tias, pengemudi yang juga warga lokal, cukup paham medan perjalanan. Pada kilometer 15, kami berbelok ke arah kanan. Perjalanan sejauh 3 km. Kondisi jalan masih buruk, berbatu, berlubang, dan lebar jalan sekitar 3 meter. Sisi kiri-kanan jalan dipenuhi semak belukar. Salah menyetir mobil bisa tergores dahan yang menjulur.
Kami pun tiba di titik ketinggian, sebelum mobil menuruni lereng, menuju tempat acara. Tias memberhentikan mobil sebentar. Pemandangan alam yang tersaji di depan begitu menarik.
Sinar matahari pagi menyeruak membentuk garis-garis panjang menikam air laut. Tampak sebuah dusun kecil nan indah tersembunyi di tengah cekungan dua bukit. Persis di bibir pantai. Atap seng rumah warga memancarkan cahaya terpapar sinar pagi.
Air laut yang bening dan hijau tampak begitu teduh. Tiga pulau kecil yang hadir di depan dusun itu semakin mempercantik panorama alam Wae Wuul. Sejumlah perahu nelayan parkir di depan dusun itu. Tampilan pemandangan itu mirip puncak Waringin di Kota Labuan Bajo.
Hanya Wae Wuul masih menyuguhkan pemandangan unik lain, yakni bukit-bukit kecil bergelombang di sisi kiri dusun dengan padang sabana kecokelatan yang membalut tegakan lekuk bukit-bukit kecil itu. Sungguh memesona.
Sepanjang ruas jalan 3 km itu terpancang enam tegakan plang informasi di bagian kiri-kanan jalan yang bertuliskan, ”Tanah Milik Pribadi”. Rupanya tanah-tahan di luar Kota Labuan Bajo sudah dijual ke pengusaha dari luar Nusa Tenggara Timur. Harganya pun naik tidak main-main.
Sebidang tanah kosong dengan papan nama kepemilikan berada pada posisi di lokasi pemandangan yang memesona tadi. Sebuah alat berat sedang parkir di depan bidang tanah tersebut. Belum ada aktivitas di dalamnya.
Usai memotret, kami menuruni lereng dengan kemiringan sekitar 40 derajat memakai mobil. Harus hati-hati. Batu-batuan melintang di tengah jalan. Kami akhirnya tiba di lokasi acara.
Babinsa, Bhabinkantibmas, staf BKSDA, sejumlah anak SD Menjaga, dan aparatur desa sudah lebih awal datang. Ibu-ibu Desa Macang Tangkar tampak sibuk. Mereka mengangkat piring, senduk, baskom berisikan makanan, dan air mineral dalam kemasan, masuk ke salah satu ruang kelas SD. Persiapan makan siang.
Hari itu adalah hari pelepasliaran enam komodo hasil pengembangbiakan Taman Safari Indonesia. Pengembangbiakan dan pelepasliaran itu menjadi bagian dari kerja sama antara Taman Safari Indonesia, PT Smelting, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Bupati Manggarai Barat Edistalaus Endi yang hadir saat pelepasliaran komodo itu menegaskan, kawasan itu bisa dimanfaatkan sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Manggarai Barat. Tentu ini akan dikoordinasikan dengan berbagai pihak, dan diatur tata laksananya.
”Ke depan, wisatawan yang ingin melihat hewan komodo tidak harus menyeberang ke pulau, tetapi cukup datang ke tempat ini. Biaya juga lebih murah. Kecuali mereka yang ingin snorkeling, menyelam, dan berpetualang di sana,” katanya.
Jika kebijakan ini terealisasi, Desa Macang Tangkar akan berubah. Akan ada wisatawan yang datang ke desa itu, sekaligus membawa dampak ekonomi bagi warga. Masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari situ.
Sekretaris Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Manggarai Barat Kris Mesima mengatakan, dengan kehadiran komodo di CA Wae Wuul, ada alternatif lain bagi wisatawan yang hendak melihat komodo. Pengunjung yang sudah berusia di atas 50 tahun atau wisatawan dengan alasan tertentu dapat melihat komodo di CA Wae Wuul.
Meski demikian, tidak serta-merta kebijakan itu diberlakukan. Tentu ada mekanisme. Perlu koordinasi dengan berbagai pihak terutama Balai Besar Konservasi SDA NTT dan Balai Konservasi SDA Taman Nasional Komodo. Ada desain khusus.
”Komodo ini ada di dalam cagar alam. Wilayah yang tidak mudah disinggahi semua orang. Tentu ada mekanisme atau prosedurnya. Wisatawan juga butuh pengamanan khusus,” kata Kris.
Tidak hanya itu. Infrastruktur jalan menuju CA Wae Wuul pun perlu dipersiapkan dengan baik, dan sumber daya masyarakat setempat. Perlu dibangun pemahaman yang sama antara para pihak.
Luas CA Wae Wuul 1.484,8 hektar. Kawasan ini membentang dari pantai sampai ke arah perbukitan, berjarak sekitar 4km dari titik pantai. Terdapat pula rusa timor sebagai pakan utama komodo.
Pengamatan selama perjalanan menuju dusun Menjaga, sejumlah gerombolan sapi dan kambing milik warga di wilayah itu sedang mencari makan. Sebagian kawasan itu merupakan CA Wae Wuul. Agar komodo tidak memburu ternak warga, perlu ada kerja sama yang baik antarmasyarakat dan pengelola cagar alam.
Ke depan, wisatawan yang ingin melihat hewan komodo tidak harus menyeberang ke pulau. Tetapi, cukup datang ke tempat ini.
Menurut Kris, semua itu perlu diatur sebelum penerapan Desa Macang Tangkar sebagai destinasi wisata. Masyarakat bisa diajak bekerja sama atau diberi pemahaman. Jika mereka bisa mengamankan ternak peliharaan, destinasi lebih muda diberlakukan.
Mengenai ketimpangan kesejahteraan antara pelaku usaha destinasi wisata superprioritas dan kehidupan masyarakat lokal yang masih jauh di bawah standar, ia mengatakan, lompatan kemajuan Labuan Bajo tak sebanding persiapan sumber daya masyarakat lokal. Ada kesenjangan mencolok di bidang ini.
”Memang ada pelatihan bahasa Inggris bagi pedagang pasar, pelaku UMKM, pengemudi, pemandu wisata, dan kelompok tukang ojek. Ini dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat, dan mahasiswa dari perguruan tinggi tertentu. Pemda sedang menyiapkan itu,” kata Kris.
Tidak hanya itu. Suplai kebutuhan daging, buah-buahan, sayur, bumbu dapur, dan seterusnya untuk hotel-hotel pun mestinya oleh warga lokal. Tidak harus didatangkan dari luar. Efek domino dari pariwisata superprioritas itu harus dialami seluruh lapisan masyarakat.
Meski terlambat, harus diupayakan. SDM warga lokal disiapkan secara menyeluruh, di semua sektor. Jika tidak, kesenjangan itu bakal terus melebar. Suatu saat, orang dari luar lebih menikmati destinasi superprioritas itu. Siapa yang super dialah pemenang.