Ketika Tongsis Dilarang di Singapore Airshow
Di Indonesia, penggunaan tongkat narsis atau tongsis lumrah ditemukan di mana-mana. Bagi wartawan, tongsis pun bisa membantu dalam proses peliputan, seperti saat membuat rekaman laporan reportase dengan video atau video blog (vlog). Oleh karena itu, kami cukup terkejut ketika tahu, tongsis dan tongkat monopod dilarang di acara pameran kedirgantaraan Singapore Airshow 2018 bersama senjata dan benda berbahaya lainnya.
”Benar, di Singapore Airshow tidak bisa membawa tongsis, bisa dilihat di list barang-barang terlarang,” kata Jayne Low, perwakilan staf public relations perusahaan dirgantara Dassault Falcon, yang mengundang Kompas bersama dua wartawan lain dari kantor berita Antara dan The Jakarta Post, untuk meliput pameran dirgantara Singapore Airshow pada 6-8 Februari 2018.
Senin (5/2) malam itu, Jayne baru saja menjemput kami di Bandara Internasional Changi, Singapura, untuk mengantar kami ke hotel di kawasan Bugis Street. Selama tiga hari bersama Dassault Falcon, Kompas mendapat kesempatan meliput ajang pameran internasional yang diadakan hanya 2 tahun sekali itu.
Pameran Singapore Airshow melibatkan hingga 1.062 perusahaan penerbangan dari seluruh dunia. Berbagai peluang bisnis dan kerja sama, baik antara pemerintah maupun perusahaan yang bergerak di bidang penerbangan, biasanya tercipta dalam acara yang khusus dibuka untuk para pelaku bisnis pada 6-9 Februari.
Adapun pada akhir pekan ini, 10-11 Februari, Singapore Airshow khusus dibuka untuk publik.
Sebagai produsen jet eksekutif, Dassault Falcon membawa pesawat jet eksekutif terbarunya, Dassault Falcon 8X, ke pameran dirgantara ini. Menurut pihak Dassault Falcon, pesawat jet eksekutif jarak jauh itu baru saja dibeli seorang pengusaha ternama di Indonesia.
Singapore Airshow melibatkan hingga 1.062 perusahaan penerbangan dari seluruh dunia.
Dassault Falcon memberi kesempatan bagi wartawan untuk melihat-lihat seri terbaru jet eksekutifnya itu. Dalam benak kami, sudah terbayang rencana membuat reportase video tentang fasilitas dan interior elegan pesawat kelas atas dengan harga termurah 57,5 juta dollar AS itu.
Rasa semangat pun menggebu-gebu, apalagi mengingat hanya ada dua pesawat Dassault Falcon di Indonesia. Sebelum 8X, ada pengusaha lain di Indonesia (nama juga dirahasiakan) yang membeli Dassault Falcon 2000LXS. Sungguh kesempatan langka.
Untuk memudahkan proses liputan, beberapa dari kami sudah menyediakan tongsis atau tongkat monopod (pole/totem). Selain untuk membantu liputan, tentu tebersit keinginan berfoto-foto santai di depan berbagai ragam pesawat dan benda-benda kedirgantaraan yang dipamerkan ketika ada waktu luang. Tidak ada yang tahu sebelumnya bahwa tongsis ternyata dilarang masuk arena pameran.
Senin malam itu, dalam perjalanan di taksi menyusuri jalanan Singapura yang tertata apik, Jayne menunjukkan situs web Singapore Airshow dan menunjukkan daftar benda yang dilarang.
Benar, tongsis dan monopod tidak diperbolehkan masuk arena pameran bersama dengan benda-benda lain yang memang berbahaya, seperti senjata api, petasan, pisau, borgol, gas air mata, dan obat-obat terlarang.
Ade Marboen, teman wartawan dari Antara, spontan mengeluh. Ade telah berkali-kali meliput kegiatan dan pameran dirgantara skala internasional, tetapi mengaku tidak pernah menemukan aturan seperti itu.
Ia juga sudah berencana hendak membuat vlog (video blog) di dalam pesawat jet Dassault Falcon 8X. Tongsis dan monopod, menurut dia, membantu menstabilkan pengambilan gambar dan membantu mencapai jangkauan gambar yang lebih luas.
”Selama ini enggak masalah, kok. Dua tahun lalu juga bawa tongsis aman-aman aja. Kan, bukan buat apa-apa, cuma buat rekam video,” katanya.
Patut diabadikan
Acara Singapore Airshow memang penuh dengan hal menarik yang patut diabadikan. Bayangkan saja, dalam pameran tersebut, pesawat-pesawat unggulan dari 65 perusahaan dirgantara yang berbeda diparkir berdampingan di lapangan luas, dalam area pameran statis (static display).
Pengunjung bebas memasuki pesawat-pesawat itu dan untuk beberapa menit saja merasa seperti pengusaha taipan. Tentu saja pesawat yang dipamerkan semuanya sungguhan, bukan sekadar pesawat contoh (mock-up).
Sebagai contoh, selain jet eksekutif premium Dassault Falcon 8X dan 2000LXS yang dipamerkan, ada juga pesawat jet eksekutif Legacy 650 yang diproduksi perusahaan asal Brasil, Embraer. Pesawat jet tipe ini paling banyak dimiliki pengusaha dan politisi Indonesia. Embraer juga membawa serta seri pesawatnya yang lain, seperti Lineage 1000E.
Singapore Airshow turut menyertakan pameran pesawat militer dan berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) militer angkatan udara.
Perusahaan ternama yang memproduksi pesawat penumpang komersial, seperti Boeing dan Airbus, pun ikut membawa pesawat unggulannya untuk dipamerkan. Airbus, misalnya, menampilkan pesawat A350-1000 keluaran terbarunya yang termasuk dalam keluarga pesawat berbadan lebar dan berjarak jauh (long-range).
Bukan hanya pesawat yang bergerak di sektor komersial serta pesawat jet eksekutif, Singapore Airshow turut menyertakan pameran pesawat militer dan berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) militer angkatan udara.
Ada jet tempur berbagai seri, seperti F-16, keluaran perusahaan Amerika Serikat; Lockheed Martin, jet tempur Gripen JAS-39 C/D keluaran perusahaan Swedia, SAAB; serta jenis alutsista udara lainnya, seperti pesawat nirawak (drone) dan helikopter.
Tak cukup melihat-lihat pameran statis pesawat yang diparkir, pengunjung juga disuguhi pertunjukan demo udara yang memukau dari angkatan udara berbagai negara di Asia Pasifik.
Setiap hari, sekitar pukul 11.30 sampai 13.00, lapangan di depan aula pameran Changi Exhibition Centre dipadati pengunjung yang ingin menyaksikan pesawat jet tempur dari berbagai negara unjuk gigi.
Di tengah terpaan silaunya matahari dan angin laut yang berembus kencang, penampilan jet-jet tempur itu seolah ikut mengguncang tanah di bawahnya. Suara mesin jet yang meraung-raung itu berbaur dengan musik kencang dan komentar-komentar antusias dari pengarah demo udara.
Sebagai orang Indonesia, tentu saja kami tidak ingin ketinggalan menonton, merekam, dan memotret penampilan Tim Aerobatik Jupiter (JAT) dari TNI Angkatan Udara. Oleh karena itu, tongsis menjadi salah satu benda penting yang dibawa untuk membantu mengabadikan momen-momen berharga di Singapore Airshow.
Terganggu
Di beberapa negara, belakangan ini, penggunaan tongsis mulai dibatasi di sejumlah kesempatan dan lokasi. Di New York dan London, beberapa museum kini melarang tongsis. Sejak 2015, sejumlah klub sepak bola juga menerapkan kebijakan yang sama.
Klub sepak bola Arsenal, misalnya, tidak memperbolehkan adanya tongsis di Stadion Emirates, London, yang merupakan kandang klub binaan Arsene Wenger itu.
Beberapa kecelakaan juga pernah terjadi akibat penggunaan tongsis. Sebut saja berita heboh yang sempat viral tentang seorang pria di Wales, Inggris, yang pernah tersambar petir karena menggunakan tongsis untuk berfoto di Taman Nasional Breacon Beacons. Tongsis yang umumnya terbuat dari tongkat besi merupakan konduktor listrik yang kuat.
Larangan penggunaan tongsis di Singapura sendiri bukan pertama kali terjadi di Singapore Airshow. Sebelumnya, Museum Nasional Singapura telah memasukkan tongsis dalam daftar barang terlarangnya dengan pertimbangan keselamatan dan keamanan.
Meski dua tahun yang lalu, penyelenggara Singapore Airshow tidak melarang penggunaan tongsis, kali ini, mereka tampaknya tidak mau mengambil risiko. Pada akhirnya, sejumlah wartawan tidak jadi membawa tongsis selama tiga hari meliput. Memilih aman, benda itu kami tinggalkan di koper masing-masing di hotel.
Tanpa bantuan tongsis, daya jangkau gambar yang diharapkan bisa cukup luas juga tidak berhasil dicapai.
Tanpa bantuan tongsis dan tongkat monopod, proses peliputan, khususnya reportase menggunakan video, sedikit terganggu. Memang pada akhirnya, Kompas dan wartawan lainnya tetap bisa merekam interior pesawat Falcon 8X dan acara pameran dengan baik.
Namun, proses perekaman perlu diulang beberapa kali karena banyak gambar yang tidak stabil. Selain itu, tanpa bantuan tongsis, daya jangkau gambar yang diharapkan bisa cukup luas juga tidak berhasil dicapai.
Ade yang awalnya sempat ingin membuat vlog di atas pesawat jet eksekutif Falcon 8X pun membatalkan rencananya. Pada akhirnya, ia, sebagaimana Kompas, tidak jadi merekam diri sendiri saat sedang berjalan-jalan menjelajah pesawat bisnis tersebut, tetapi hanya mengambil video kondisi interior pesawat.
Pengamanan ketat
Meski sekilas terkesan remeh, pihak penyelenggara tidak main-main dengan aturan tersebut. Iseng, Kompas bertanya kepada seorang petugas keamanan di gerbang masuk arena pameran.
Ia mengatakan, tongsis atau selfie stick bisa saja melukai orang lain ketika diacungkan tinggi-tinggi di tengah keramaian. ”Selain itu juga pengunjung diharapkan fokus ke pameran, bukan sibuk foto-foto,” katanya.
Sebagaimana aspek lainnya di ”Negeri Singa” tersebut, pengamanan dan penegakan aturan di pameran Singapore Airshow pun cukup ketat. Sebelum masuk ke dalam aula pameran, semua pengunjung diperiksa dengan menyeluruh sebelum melalui pintu metal detector.
Benda elektronik, seperti laptop, tablet, telepon seluler, dan kamera, diminta dikeluarkan dari tas dan diletakkan di tempat terpisah, mirip seperti saat hendak naik ke pesawat di bandara.
Kendaraan yang diperbolehkan masuk ke arena pameran di Changi Exhibition Centre pun terbatas. Hanya mobil yang memiliki stiker resmi Singapore Airshow 2018 yang boleh masuk ke lokasi. Transportasi daring, seperti Grab dan Uber, dilarang memasuki Changi.
Penyelenggara bahkan memberlakukan jam-jam khusus di mana taksi diperbolehkan melintas masuk untuk menjemput dan mengantar penumpang.
Aturan-aturan itu khususnya lebih ketat diberlakukan selama 6-9 Februari ketika pameran dibuka untuk kepentingan dagang. Pada 10-11 Februari, saat pameran dibuka untuk publik, aturan itu sedikit dilonggarkan. Namun, batasan tertentu tetap saja diberlakukan untuk memastikan acara berlangsung lancar dan aman.
Lucunya, pengamanan yang ketat itu bisa juga bobol. Selama acara pameran berlangsung, tetap saja Kompas menemukan beberapa orang yang membawa tongsis. Setidaknya, ada dua orang yang berhasil menyelundupkan barang ”terlarang” itu. Ketika diajak mengobrol, ternyata mereka juga berasal dari Indonesia!