Buruknya mitigasi dan abai dalam merawat hutan memicu banjir dan bandang terus berulang di Pidie.
Oleh
ZULKARNAINI MASRY
·2 menit baca
SIGLI, KOMPAS — Banjir bandang yang menerjang tiga desa di Kecamatan Tangse, Kabupaten Pidie, Aceh, menyebabkan 120 rumah rusak berat dan ringan. Banjir terus berulang karena mitigasi masih lemah.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Ilyas, Senin (1/11/2021), menuturkan, akibat banjir di Pidie itu, 69 rumah rusak berat dan 51 rusak ringan. Warga yang rumahnya rusak mengungsi ke rumah kerabat dan posko pengungsian.
”Hujan deras yang mengguyur menyebabkan air Krueng (Sungai) Peunalom meluap mengirimkan lumpur dan kayu ke permukiman,” kata Ilyas.
Banjir bandang menerjang Tangse pada Jumat (29/10/2021) sore. Selain merusak rumah, banjir juga membuat tebing sungai sepanjang 2,5 kilometer ambles. Bahkan, jalan di sisi tebing juga ambles. Akibatnya, kendaraan tidak bisa melintasi.
Sejak kemarin, petugas dan warga membersihkan material bandang. Namun, jalan yang putus belum bisa dilalui. Warga menggunakan jalan alternatif sebagai akses antardesa.
Pemprov Aceh telah menyalurkan bantuan masa darurat berupa pangan dan dan sandang pada para korban.
Pengurangan risiko bencana bisa dicegah dengan mitigasi menyeluruh (Nazli Ismail).
Dosen Ilmu Kebencanaan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, Nazli Ismail, menuturkan, banjing bandang di Tangse dan kawasan sekitar merupakan bencana alam yang terus berulang. Namun, ironisnya, tidak ada mitigasi serius untuk mencegahnya.
”Kalau kita bilang hujan, itu kehendak Tuhan yang tidak bisa dicegah. Namun, pengurangan risiko bencana bisa dicegah dengan mitigasi menyeluruh,” kata Nazli.
Berdasarkan catatan Nazli, banjir bandang paling dahsyat terjadi pada 1980-an. Kemudian pada 2010, 2015, dan 2017. Banjir bandang menyebabkan rumah warga rusak, warga kehilangan pendapatan, dan fasilitas publik rusak.
Nazli mengatakan, banjir akan terus berulang jika pemerintah tidak melakukan mitigasi. Mitigasi dilakukan dengan menghentikan pembalakan liar, merawat sungai, dan sosialisasi siaga bencana kepada warga.
Nazli menemukan, banyak potongan kayu bekas pembalakan liar yang hanyut dibawa air bah. ”Banjir adalah cara alam menyampaikan kepada manusia bahwa ada sesuatu yang keliru dalam mengelola alam,” katanya.