Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia harus memiliki andil dalam membentuk tatanan baru, seperti ikut serta dalam mengatasi perubahan iklim.
Oleh
Joice tauris santi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa Indonesia harus memiliki andil dalam membentuk tatanan baru, seperti ikut serta dalam mengatasi perubahan iklim. Isu perubahan iklim merupakan ancaman global yang juga sama besarnya dengan pandemi Covid-19.
Peran ini tidak hanya terbatas pada pemerintah, tetapi juga partisipasi swasta. Elemen pembiayaan dalam menurunan emisi karbon sangat penting sehingga diperlukan berbagai inisiatif juga dari sektor jasa keuangan untuk ikut berperan dalam melestarikan lingkungan. Sudah banyak pengelola dana besar yang mengalihkan sebagian investasinya pada instrumen investasi yang mendukung pelestarian lingkungan.
”Kita juga harus mampu mendudukkan Indonesia dalam konteks ancaman global ini dan sekaligus mendudukkan kita dalam konteks kesiapan kita. Dengan demikian, kita tidak didikte, tetapi justru ikut membentuk apa yang disebut tatanan global baru,” kata Sri Mulyani dalam Environmental, Social, and Corporate Governance (ESG) Summit secara daring, Selasa (27/7/2021).
Sri Mulyani meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia agar selalu aktif mempersiapkan berbagai inisatif untuk membantu pelestarian lingkungan, seperti mendorong emisi obligasi hijau.
Dalam kesempatan sama, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan, saat ini sudah terbentuk inisiatif keuangan berkelanjutan Indonesia. Sudah ada 13 bank dan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) yang mendukung emisi instrumen keuangan berkelanjutan dan ramah lingkungan. OJK saat ini sedang menyusun peta jalan tahap kedua penerapan keuangan berkelanjutan berbasis ESG. OJK juga mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek yang inovatif dan feasible.
Salah satu upaya nyata yang dilakukan OJK dalam mendukung pelaksaaan ESG adalah memberi insentif bagi emiten yang ingin menerbitkan surat utang berwawasan lingkungan atau green bond.
”Kita mengeluarkan peraturan OJK tentang penerapan keuangan berkelanjutan. Salah satunya, insentif pengurangan biaya pungutan sebesar 25 persen dari biaya pendaftaran dan pernyataan pendaftaran green bond,” kata Wimboh.
Saat ini obligasi berbasis ESG sudah diterbitkan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur Indonesia sebesar Rp 500 miliar di bursa Indonesia. Di bursa Singapura, ada obligasi hijau yang diterbitkan oleh Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, dan PT Barito Pasific Indonesia Tbk dengan jumlah total Rp 27,4 triliun. Sementara penyaluran kredit dan pembiayaan kepada sektor ekonomi berorientasikan hijau mencapai Rp 809,75 triliun.
Daya tarik tinggi
Wimboh mengingatkan bahwa ada korelasi positif antara pelaksanaan ESG dan valuasi saham. ”Sehingga penting bagi perusahaan untuk bergerak berdasarkan ESG, ada insentif karena perusahaan menjadi memiliki daya tarik lebih tinggi,” ujarnya.
Dicontohkan, indeks saham Sri Kehati yang berisi 15 emiten di pasar modal yang ketat menjalankan ESG telah digunakan oleh 11 manajer investasi untuk menjadi dasar penerbitan reksa dana berbasis ESG. Total dana kelolaan saat ini mencapai Rp 2,5 triliun. ”Kinerja indeks Sri Kehati juga lebih baik dari IHSG,” kata Wimboh.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengungkapkan, BEI telah meluncurkan ESG Leaders Index untuk memenuhi permintaan tinggi dari reksadana juga produk exchange traded fund (ETF) berbasis ESG. Pelaku pasar, kata Inarno, harus bersiap menerapkan prinsip-prinsip ESG, juga turut mengintegrasikan ESG dalam setiap kebijakan dan strategi bisnis.
Dalam melaksanakan prinsip ESG, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Sunarso mengatakan kadang mendapatkan surat dari investor global yang memang berorientasi pada ESG, seperti fund manager Blackrock.
”Isi surat tersebut kurang lebih berisi mengenai pemberitahuan bahwa perusahaan tersebut telah mengalokasikan investasinya untuk perusahaan yang berorientasi ESG. Oleh karena itu, mau tak mau, BRI juga harus menerapkan hal yang sama untuk mempertahankan valuasinya di pasar. CEO Blackrock itu kirim surat kepada CEO di mana dia berinvestasi. Intinya adalah bahwa telah terjadi realokasi investasi global yang mengarah kepada sustainability investment,” kata Sunarso. Sunarso mencatat, investasi global pada instrumen ESG pada 2016 senilai Rp 324.000 triliun dan meningkat menjadi Rp 565.000 triliun pada 2020.
Saat ini, BRI telah memiliki Rp 579,7 triliun aset kredit berkelanjutan. Nilai tersebut merupakan 64,7 persen dari total kredit yang disalurkan BRI hingga Maret 2021. Dari segi pembiayaan, pada 2019 BRI menerbitkan sustainability bond senilai 500 juta dollar AS dengan kupon 3,95 persen per tahun dan tenor 5 tahun. Sunarso juga menjelaskan, para investor ESG di BRI sebagian besar merupakan investor institusi, seperti BlackRock, Vanguard, Royal London, dan JP Morgan.