Hujan deras, sedimentasi sungai, hingga pembalakan masih menjadi penyebab utama bencana alam di Aceh. Tutupan hutan semakin menyusut akibat peralihan lahan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Sebagian besar daerah di Aceh diguyur hujan deras sejak dua hari berturut-turut. Dampaknya, banjir merendam permukiman warga.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), pada Minggu (11/7/2021), 20 desa di Aceh Besar dan Aceh Jaya direndam banjir. Sementara banjir di Aceh Barat, Aceh Selatan, dan Nagan Raya mulai surut.
Di Aceh Besar, misalnya, banjir merendam perumahan di Kecamatan Peukan Bada. Ketinggian air mencapai 1 meter. Tidak ada warga yang mengungsi. Sementara di Aceh Jaya, banjir masih merendam rumah warga.
Kepala BPBA Ilyas mengatakan, intensitas hujan yang tinggi memicu banjir di sejumlah tempat. Beberapa sungai meluap karena debit air naik signifikan. Hingga Minggu malam, di Banda Aceh, Aceh Besar, dan kawasan sekitarnya masih diguyur hujan intensitas sedang.
”Jika hujan terus turun, banjir akan kembali melanda beberapa daerah, terutama dataran rendah, seperti Banda Aceh, Aceh Besar, dan kawasan barat Aceh,” ujarnya.
Banjir menjadi bencana paling kerap terjadi di Aceh. Dalam setahun, jumlahnya bisa 90 kejadian. Pada 2020, dampak kerugian karena banjir Rp 153 miliar. Banjir merusak harta benda milik warga dan merusak infrastruktur.
”Banjir paling banyak disebabkan meluapnya air sungai dan pembalakan liar,” kata Ilyas.
Ilyas mengatakan, banyak sungai di Aceh dangkal karena sedimentasi. Kerusakan hutan di hulu sungai membuat daya dampung air tanah berkurang dan mempercepat erosi sungai. Akibatnya, saat hujan deras sungai tidak mampu menampung debit air.
”Tutupan hutan semakin susut karena aktivitas pertanian dan perkebunan. Aktivitas tambang di daerah hulu juga membuat daya tampung air tanah lemah. Kesadaran warga untuk sungai juga rendah,” kata Ilyas.
Koordinator Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kelas I Blang Bintang Zakaria Ahmad mengatakan, sebagian besar wilayah di Aceh berpotensi dilanda hujan hingga sepekan ke depan. Zakaria mengingatkan warga agar waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi.
”Hujan potensial merusak tanggul-tanggul sungai, kemudian memicu terjadi longsor, guguran bebatuan, dan erosi,” kata Zakaria.
Kejadian pada Sabtu (10/7), misalnya, tebing jalan nasional di Gunung Paro, Aceh Jaya, longsor. Akibatnya, arus lalu lintas terganggu dan baru kembali lancar setelah material longsor dibersihkan.