Kerusakan hutan, daerah aliran sungai, buruknya infrastruktur mitigasi menyebabkan banjir akan terus terulang. Pemerintah diharapkan menyusunkan strategi mitigasi bencana banjir agar bencana ini tidak terus menjadi ancam
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Kerusakan hutan dan daerah aliran sungai hingga buruknya infrastruktur mitigasi membuat banjir kerap terjadi di sebagian daerah di Aceh. Pemerintah diharapkan menyusunkan strategi mitigasi tepat guna mencegah berulangnya hal ini.
Pengajar Konservasi Lingkungan di Universitas Serambi Mekkah Teuku Muhammad Zulfikar Senin (7/12/2020) mengatakan, mitigasi harus dilakukan menyeluruh. Mulai dari pemulihan hutan, perbaikan infrastruktur, hingga tata ruang sesuai fungsi kawasan.
“Kerusakan hutan akibat pembalakan liar, perambahan, tambang liar, dan galian C terjadi di hulu daerah aliran sungai. Selama ini tidak pernah ditangani serius,” kata Zulfikar.
Zulfikar menyarankan, pemerintah menyusun rencana jangka panjang mitigasi banjir di Aceh. Jika tidak ada, Aceh selamanya dalam ancaman banjir.
Selain menelan dua korban jiwa, banjir membuat 3.000 hektar lahan pertanian di Aceh Utara terancam gagal panen. Sejumlah jembatan rusak dan beberapa mobil warga diseret arus.
Ribuan warganya hingga kini juga masih mengungsi. Tempat tinggalnya masih terendam banjir. Di beberapa titik, banjir mulai surut. Namun, warga diminta waspada banjir susulan.
Mulyadi, warga Aceh Utara, dihubungi Senin (7/12/2020) mengatakan, di Kecamatan Pirak Timur, ketinggian air di permukiman warga antara 50 sentimeter hingga 1 meter. “Sebagian besar masih bertahan di posko pengungsi. Ada juga yang sudah kembali ke rumah,” kata Mulyadi.
Mulyadi menuturkan, sebagian lokasi air sudah surut. Di jalan nasional Kota Lhoksukon, misalnya, pada Minggu (6/12/2020) tidak bisa dilalui kendaraan. Namun, jalan itu kini sudah bisa dilalui. “Banyak petani yang rugi karena tidak bisa panen padi padahal sebagian sudah masa panen,” kata Mulyadi.
Sebagian besar masih bertahan di posko pengungsi. Ada juga yang sudah kembali ke rumah
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Sunawardi mengatakan, banjir terjadi karena sungai-sungai di sana meluap setelah hujan intensitas tinggi mengguyur selama dua hari. “Lebih kurang 18.000 lebih warga harus mengungsi,” kata Sunawardi.
Sunawardi mengatakan, keselamatan warga dengan mengevakuasi ke lokasi yang aman menjadi prioritas utama. Pada Minggu, sebagian warga terpaksa naik ke atap rumah karena air terus bertambah. Tim reaksi cepat masih disiagakan di titik-titik yang rawan untuk antisipasi korban jiwa.
Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib mengatakan banjir telah menyebabkan kerugian besar. Salah satunya, kerusakan Bendungan Krueng (Sungai) Pasee. Muhammad berharap Pemprov Aceh dan pemerintah pusat memprioritaskan perbaikan bendungan itu.