Kasus Covid-19 di Indonesia saat ini ibarat surutnya air laut setelah gempa besar. Situasi ini seolah aman, tetapi menyimpan pesan agar bersiaga menghadapi potensi tsunami Covid-19.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
Keberadaan varian B.1.617 di Indonesia pertama kali dilaporkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi awal Mei 2021. Namun, B.1.617 ternyata sudah ada di Tanah Air sejak Januari 2021.
Setidaknya, sampel yang mengandung B.1.617.2 telah ditemukan dari spesimen pelaku perjalanan di Jakarta pada 7 Januari. Berikutnya, seorang pasien di RSUP Dr Mohammad Hoesin, Palembang yang diambil sampelnya pada 8 Januari juga kedapatan membawanya. Jeda waktu yang panjang antara pengambilan sampel dan pelaporan penemuan varian ini disebabkan keterlambatan surveilans genomik di Indonesia.
Indonesia tidak akan bisa menghindari lonjakan kasus Covid-19, terutama karena tingginya mobilitas penduduk selama sebulan terakhir dan longgarnya penerapan protokol kesehatan.
Hingga saat ini, sudah 10 kasus yang membawa varian India ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Varian ini juga diduga sudah mengalami transmisi lokal. Ini karena sebagian kasus ditularkan oleh orang yang tidak pernah ke luar negeri atau berinteraksi dengan pelaku perjalanan dari luar negeri.
Data di bank data genom SARS-CoV-2, GISAID, menunjukkan, keberadaan varian B.1.617.2 yang ditemukan dari analisis genomik di Indonesia pada pertengahan April 2021 termasuk empat besar, yaitu mencapai 14 persen. Sekalipun secara total keberadaan varian ini hanya 1 persen dari sampel genom SARS-CoV-2 yang ditemukan di Indonesia, jumlahnya cenderung meningkat.
Menurut Riza, B.1.617.2 menjadi subvarian yang paling luas penyebarannya, dibandingkan dua turunan lainnya. Penyebabnya subvarian ini memiliki kemampuan lebih menular.
Seperti dilaporkan Public Health England (PHE), 7 Mei 2021, varian B.1.617.2, memiliki kecepatan transmisi setara dengan B.1.1.7. Ini didasarkan pada peningkatan tajam jumlah kasus varian B.1.617.2 yang diidentifikasi, yaitu penambahan 202 kasus menjadi 520 kasus dalam sepekan.
Memiliki kecepatan penularan setara dengan varian B.1.1.7, itu berarti B.1.617.2 memiliki kemampuan menular 50-70 persen lebih tinggi daripada versi awal SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, China. Dengan temuan ini, Pemerintah Inggris kemudian menetapkan B.1.671.2 sebagai "variant of concern" atau varian yang diperhatikan.
Menyusul Inggris, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (10/5/2021) mengumumkan bahwa tiga mutan dalam varian baru dari India ini sebagai variant of concern dan menjadi ancaman kesehatan global. Sebuah varian mendapat label ini jika terbukti lebih menular, lebih mematikan atau lebih resisten terhadap vaksin dan perawatan.
Kepala Teknis WHO untuk Covid-19, Maria Van Kerkhove, dalam pertemuan pers mengatakan, sejumlah studi pendahuluan diketahui varian B.1.617 lebih mudah menular. Namun demikian, untuk menyimpulkan apakah mereka bisa menyiasati vaksin dan bisa menambah keparahan, masih harus diteliti lebih jauh.
Mutasi ganda
Genom B.1.617 terkenal memiliki mutasi ganda. Namun, varian ini sebenarnya memiliki setidaknya 13 hingga 17 mutasi. Tiga di antara mutasi ini, yang paling jadi perhatian adalah yang terjadi pada protein paku virus, yang memengaruhi kemampuannya masuk ke tubuh manusia.
Ketiga mutasi itu terletak pada E484Q, yaitu terjadinya substitusi asam glutamat ke glutamin yang memberikan varian ini berpotensi mengikat secara lebih kuat ke hACE2 atau reseptor ACE2 pada manusia, serta berpotensi lebih bisa menghindari sistem imun inang. Mutasi berikutnya terletak pada L452R, yaitu substitusi leusin ke arginin, yang memberikan afinitas yang lebih kuat dari protein paku untuk reseptor ACE2 dan penurunan kemampuan pengenalan sistem kekebalan. Mutasi ini, jika diambil secara individual, tidak unik untuk variannya.
Secara simultan, varian ini juga memiliki mutasi P681R, yaitu substitusi prolin ke arginin, yang dikhawatirkan dapat meningkatkan infektivitas tingkat sel dari varian "dengan memfasilitasi pembelahan protein prekursor S ke konfigurasi aktif S1/S2." Subvarian B.1.617.3 dan B.1.617.1 sama-sama memiliki mutasi L452R dan E484Q. Sedangkan B.1.617.2 tidak memiliki mutasi E484Q. Namun, B.1.617.2 memiliki mutasi T478K yang tidak ditemukan di B.1.617.1 dan B.1.617.3.
Dalam analisis genomik dan struktural terperinci dari B.1.617 yang dirilis sebagai pracetak di bioRxiv.org pada 3 Mei 2021, Sarah Cerian dari National Institute of Virology (NIV), India berhasil mengidentifikasi delapan mutasi pada protein paku virus, yang memudahkannya masuk ke sel manusia. Dua di antaranya memungkinkan menjadi lebih mudah menular, dan yang ketiga menyerupai mutasi pada varian dari Brasil, P.1, yang bisa menghindari antibodi.
Sedangkan publikasi ahli virologi Pragya Yadav, juga dari NIV pada 5 Mei 2021 di bioRxiv.org menyebutkan, hamster yang terinfeksi B.1.617 memiliki lebih banyak peradangan di paru-paru mereka dibandingkan yang terinfeksi varian lain. Hal ini memicu kekhawatiran, varian ini bisa meningkatkan keparahan.
Sekalipun ada kekhawatiran, kabar baik datang dari Inggris. Sekretaris Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock, seperti diberitakan BBC pada Selasa (17/4) menyebutkan, vaksin masih bisa melawan varian India ini. Kepercayaan diri ini didapatkan dari data bahwa sebagian besar orang yang terinfeksi varian baru ini di Bolton, adalah yang belum mendapatkan vaksin Covid-19.
Cegah penularan
Kita telah melihat bagaimana varian baru dari India ini telah menyebabkan lonjakan kasus di banyak negara sehingga memicu terjadinya kematian massal. Selain di India, lonjakan itu juga terjadi di negara-negara tetangganya, seperti Nepal, Srilanka, Bangaladesh, dan Pakistan.
Bahkan, gelombang baru Covid-19 yang membawa varian baru dari India ini juga telah melanda Singapura, yang selama berbulan-bulan berhasil menekan penularan. Pada Minggu (16/5), Singapura melaporkan 38 kasus baru sehingga total sudah ada 193 infeksi domestik di bulan Mei ini, dibandingkan dengan 55 pada April dan hanya sembilan pada Maret.
Banyak dari mereka yang dikonfirmasi sebagai kasus baru dalam beberapa pekan terakhir itu terinfeksi varian B.1.617. Hal ini menyebabkan Singapura memperketat pembatasan.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, Indonesia tidak akan bisa menghindari lonjakan kasus Covid-19, terutama karena tingginya mobilitas penduduk selama sebulan terakhir dan longgarnya penerapan protokol kesehatan. "Terutama setelah gagalnya kita membendung arus mudik dan juga keramaian selama liburan hari raya," kata dia.
Situasi ini, menurut Ede, merupakan ladang subur bagi penularan varian baru B.1.617 dan varian lain yang lebih menular. "Mengantisipasi situasi ini, resepnya masih sama, yaitu menguatkan pencegahan, deteksi, dan respons," kata dia.
Pencegahan dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, termasuk mencegah kerumunan, selain mempercepat vaksinasi, terutama untuk kelompok lanjut usia. Sedangkan deteksi, harus dilakukan dengan memperkuat tes, lacak, dan karantina. Berikutnya, sebagai respons adalah mempersiapkan layanan rumah sakit untuk menghadapi potensi ancaman tsunami Covid-19, yang sepertinya hanya soal waktu saja bakal melanda.