Peringatan dari India
Dua pelajaran berharga dari India untuk dunia: jangan mengulang kesalahan serupa dan kasus ini menjadi ujian solidaritas bangsa-bangsa untuk bekerja sama menghadapi pandemi.
Mengejutkan! Itulah India pada akhir tahun 2020 ketika memperlihatkan landainya laju infeksi Covid-19. Banyak yang bertanya-tanya sekaligus terheran-heran, mengapa kasus Covid-19 bisa menurun di India ketika di banyak kawasan kasusnya justru masih tinggi.
Data Our World in Data memperlihatkan, kurva epidemiologi Covid-19 India yang pada 16-17 September 2020 mencapai puncaknya dengan lebih dari 93.000 kasus sehari terus turun hingga level terendah dengan 11.199 kasus per hari pada 14 Februari 2021.
Di hadapan para pemimpin negara yang menghadiri Forum Ekonomi Dunia, akhir Januari lalu, Perdana Menteri India Narendra Modi mengekspresikan kepercayaan dirinya soal infrastruktur kesehatan dan kesiapsiagaan India menghadapi Covid-19 melalui pidato.
Harian The Guardian edisi 28 April 2021 mencuplik sebagian pidato itu sebagai berikut: ”Sahabat-sahabatku, saya membawakan pesan kepercayaan diri, sikap positif, dan harapan dari 1,3 miliar penduduk India di tengah era menakutkan ini…, Diprediksi, India akan menjadi negara paling terdampak oleh korona di dunia. Disebutkan juga, akan ada tsunami infeksi korona di India, ada yang menyebut 700-800 juta rakyat India akan tertular, ada yang menyebut dua juta rakyat India akan meninggal.”
Baca juga: Mengerikan, Ini Lebih Buruk dari Fiksi Ilmiah Mana Pun
”Sahabat-sahabatku, tidak elok untuk menilai keberhasilan India dengan apa yang terjadi di negara lain. Negara yang menjadi rumah bagi 18 persen populasi dunia ini telah menyelamatkan kemanusiaan dari bencana besar dengan mengendalikan korona dengan efektif.”
Namun, ”keberhasilan” India itu hanya berlangsung hingga pertengahan Februari 2021. Setelah itu, kasus baru perlahan meningkat. Bahkan sejak Maret 2021 kasus tersebut mulai meroket dengan kurva epidemiologi yang melesat naik tajam.
Baca juga: Mari Belajar dari Kengerian akibat Covid-19 di India
Dalam edisi Mei 2021, India Today menyebutkan bahwa setelah merasa berhasil mengendalikan pandemi, pemerintah pusat dan negara bagian di India mulai melonggarkan pembatasan dan protokol kesehatan. Hal ini membuai publik hingga mereka berani melepas masker di tempat umum dan turut berpartisipasi dalam festival keagamaan Kumbh Mela di Haridwar dan kampanye pemilu di lima negara bagian.
Setelah merasa berhasil mengendalikan pandemi, pemerintah pusat dan negara bagian di India mulai melonggarkan pembatasan dan protokol kesehatan.
”Di negara dengan penduduk 1 miliar jiwa, pandemi tidak bisa hilang dengan cepat,” ujar Virendar Singh Chauhan, Direktur Pusat Rekayasa Genetika dan Bioteknologi Internasional di Delhi. ”Akan selalu ada peluang munculnya gelombang kedua jika kita tidak hati-hati. Kita beruntung memiliki 3-4 bulan pelandaian kasus, kita tidak seharusnya berpuas diri.”
Baca juga: Covid-19 di India Semakin Tidak Terkendali
Pada Sabtu (1/5/2021), India kembali melaporkan rekor kasus harian Covid-19 sebanyak 401.993 kasus dengan 3.523 kasus meninggal. Total kasus Covid-19 India pun menyentuh 19,1 juta dengan total kasus meninggal mencapai 211.853. Meski begitu, banyak yang menilai bahwa data itu tidak merekam kedalaman duka sesungguhnya yang menyelimuti seantero India. Kasus sesungguhnya diyakini lebih banyak dari yang ditampilkan dalam data resmi.
Bhramar Mukherjee, ahli biostatistik sekaligus epidemiolog di University of Michigan yang memantau perkembangan di India, memperkirakan, jumlah kasus meninggal akibat Covid-19 di India bisa mencapai 4.500 sehari pada Mei ini. ”Semua tren bergerak menuju kegelapan sesungguhnya,” ujar Mukherjee, seperti dikutip The Atlantic, 26 April 2021.
Alhasil, rumah sakit-rumah sakit penuh dan kewalahan menampung pasien Covid-19, pasokan oksigen kurang, pemakaman kekurangan lahan, dan krematorium bekerja tanpa henti. Jalanan dan tempat parkir pun berubah menjadi krematorium dadakan.
Baca juga: Kematian Kasus Covid-19 Meroket, Krematorium di India Bekerja Nonstop
Asap dari tumpukan kayu kremasi jenazah mengepul di sejumlah tempat dan turut menjadi polutan udara India yang selama ini kualitasnya dilaporkan buruk. Media sosial pun dibanjiri unggahan warga, politisi, akademisi, hingga artis India yang memohon bantuan oksigen dari negara lain.
Banyak faktor
Dalam sesi langsung Facebook beberapa waktu lalu, Randeep Guleria, Direktur Institut Layanan Kedokteran India di New Delhi, menyebutkan, situasi suram yang terjadi di India adalah hasil berbagai faktor yang bertautan. Kombinasi sikap berpuas diri hingga abai terhadap protokol kesehatan setelah berhasil mengendalikan gelombang infeksi pertama, kerumunan besar penduduk dalam acara politik dan keagamaan, munculnya varian baru SARS-CoV-2, dan lambatnya program vaksinasi telah membawa India pada situasi saat ini.
”Jika (kurva epidemiologi) menanjak seperti gunung saat terakhir kali, kali ini sudah seperti roket yang melesat… nyaris lurus vertikal,” ujar Guleria.
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di Seattle, Amerika Serikat, memproyeksikan, kasus meninggal akibat Covid-19 di dunia akan mencapai 5 juta jiwa pada 1 Agustus 2021—satu juta kasus di antaranya disumbang oleh India—kemungkinan besar disebabkan menyebarnya varian B.1.617. Puncak infeksi diprediksi terjadi pekan depan dan puncak kasus meninggal diprediksi terjadi minggu ketiga Mei 2021.
Meski varian B.1.617 sudah teridentifikasi di India pada Januari 2021, otoritas India tidak menganggap ini sebagai ancaman baru. ”Kami terus memperingatkan bahwa pandemi belum berakhir, tetapi tidak ada yang mendengarkan,” kata Rakesh Mishra, Direktur Pusat Sel dan Biologi Molekular di Hyderabad, India, yang menyelidiki varian B.1.617, seperti ditulis National Geographic, 24 April 2021.
Baca juga: WHO: Varian Covdi-19 India Telah Menyebar ke Minimal 17 Negara
Para pakar menilai, varian B.1.617 yang mempunyai dua mutasi kunci ini mampu ”menghindari” antibodi yang terbentuk dari infeksi sebelumnya atau vaksin. Dua mutasi itu sama dengan varian yang ditemukan di California, AS, Afrika Selatan, dan Brasil.
Akan tetapi, eksperimen oleh lembaganya, Mishra, pada 22 April memperlihatkan bahwa varian B.1.617 tidak resisten terhadap vaksin Covid-19 AstraZeneca, salah satu vaksin yang dipakai di India. Hasil riset Mishra juga menunjukkan bahwa varian tersebut hanya menyumbang 10 persen kasus Covid-19 di India. Di Negara Bagian Maharashtra di mana varian ini dominan, kasus Covid-19 yang disebabkan oleh varian ini hanya 30 persen.
Perilaku manusia adalah penyebab ledakan kasus sekarang.
”Saya rasa perilaku manusia adalah penyebab ledakan kasus sekarang,” kata Mishra.
Baca juga: Abai Protokol Kesehatan, India Laporkan Kasus Covid-19 Tertinggi Sejak Pandemi
Kepada New York Times, 28 April 2021, Kristian Andersen, virolog di Scripps Research Institute di San Diego, mengatakan, meski varian B.1.617 berperan dalam ledakan kasus Covid-19 di India, belum jelas bagaimana perannya, termasuk jika dibandingkan dengan varian lain yang bersirkulasi di sana.
Persoalan global
Krisis kesehatan di India tak semata persoalan bagi India sendiri atau kawasan Asia Selatan, tetapi juga seluruh dunia. Amita Gupta, Kepala Johns Hopkins India Institute, menyebutkan, ”Apa yang terjadi di India penting bagi seluruh dunia, dari perspektif kemanusiaan, kesehatan masyarakat, dan keamanan kesehatan.”
Ada 92 negara di dunia yang selama ini mengandalkan pasokan vaksin Covid-19 kepada India. Dengan situasi krisis seperti sekarang, Serum Institute India (SII) yang memproduksi vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk mekanisme Covax global akan mengutamakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri India sendiri. Bahkan, India—produsen vaksin terbesar di dunia—harus mengimpor Sputnik V, vaksin Covid-19 buatan Gamaleya Institute, Rusia.
Akibatnya, pasokan vaksin Covid-19 untuk puluhan negara di dunia akan tersendat. Dengan kata lain, program vaksinasi Covid-19 global bakal terpengaruh.
Menurut Guleria, inilah saatnya dunia bisa berkontribusi kepada India dengan tidak hanya menyumbangkan vaksin Covid-19, seperti yang dijanjikan AS, tetapi mengirim material bahan produksi vaksin kepada India agar SII bisa mempercepat produksi vaksin.
Sejumlah pihak bahkan terus mendorong penghapusan sementara hak atas kekayaan intelektual vaksin Covid-19, yang diusulkan India dan Afrika Selatan di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), agar produksi vaksin Covid-19 di banyak tempat bisa digenjot.
Mukherjee menyebutkan, tak ada satu kesalahan pemerintah India pun yang membebaskan dunia untuk peduli dan turun tangan membantu India. Selain alasan moral, juga ada alasan teknis bahwa setiap wabah yang tak terkontrol, di mana pun, akan menjadi ancaman bagi wilayah lain.
Indikasi awalnya sudah terlihat. Sejalan dengan lonjakan kasus di India, negara-negara Asia Selatan lain, seperti Nepal dan Bangladesh, melaporkan ada peningkatan kasus Covid-19.
Baca juga: Jangan Lengah, Indonesia Bisa Separah India
Apabila dihayati lebih dalam, apa yang terjadi kepada India harus menjadi pelajaran bagi dunia. Bahwa pandemi masih jauh dari kata akhir, bahwa—meski sederhana—protokol kesehatan penting, bahwa kekebalan kelompok dari vaksinasi masih sebatas ilusi, dan bahwa setiap kebijakan pemimpin negara bisa membuat perbedaan antara hidup dan mati warganya. (AP)