Korupsi Pengadaan Bebek di Aceh Tenggara, Negara Rugi Rp 4,2 Miliar
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bebek itu, polisi menetapkan beberapa tersangka, yakni AB selaku penguasa anggaran dan MH selaku pejabat pembuat komitmen pada Dinas Pertanian Aceh Tenggara.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
KUTACANE, KOMPAS — Berkas dan tersangka kasus korupsi pengadaan bebek di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh, selangkah lagi menuju persidangan. Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara telah menahan tersangka. Kerugian negara dari kasus itu mencapai Rp 4,2 miliar.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara Saiful Bahri, Rabu (16/2/2022), menuturkan, penyidik dari Kepolisian Daerah Aceh telah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada kejaksaan pada Selasa (15/2/2022).
“Para tersangka ditahan selama 20 hari atau sampai perkara ini kami limpahkan ke Pengadilan Tipikor Banda Aceh,“ ujar Saiful.
Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bebek itu, polisi menetapkan empat tersangka, yakni AB selaku penguasa anggaran dan MH pejabat pembuat komitmen pada Dinas Pertanian Aceh Tenggara. Sementara tersangka lain adalah pihak rekanan dari CV Beru Dinam masing-masing KY dan YP.
Program pengadaan bebek petelur menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Tenggara tahun 2019. Adapun pagu pengadaan bebek untuk 194 kelompok ternak mencapai Rp 8,8 miliar.
Saiful menjelaskan, dalam proses lelang, ada upaya mengarahkan agar CV Beru Dinam menjadi pemenang tender. Selain itu, pelaku juga telah menyiapkan distributor atau penyedia bebek dan menyepakati harga sebelum pelaksanaan kegiatan.
“Pelaku merekayasa harga barang yang selanjutnya dijadikan dasar penyusunan harga perkiraan sendiri,“ kata Saiful.
Hasil audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, kerugian negara mencapai Rp 4,2 miliar.
Korupsi bukan hanya karena pengawasan atau sistem yang lemah, akan tetapi integritas aparatur negara rendah.
Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran (Mata) Alfian menuturkan, korupsi menghambat pembangunan dan memicu kemiskinan. Program untuk warga justru dinikmati oleh pejabat yang korup.
Menurut Alfian, korupsi memang telah direncanakan sejak penyusunan program. Kasus korupsi pengadaan bebek petelur di Aceh Tenggara menjadi contoh kasus korupsi telah diatur sebelum program dilaksanakan.
“Korupsi bukan hanya karena pengawasan atau sistem yang lemah, akan tetapi integritas aparatur negara rendah,“ kata Alfian.
Alfian mengatakan, komitmen kuat dari kepala daerah menjalankan pemerintahan yang bersih sangat penting. Komitmen tersebut akan menjadi landasan saat memilih pegawai untuk menduduki sebuah jabatan. “Proses memperoleh jabatan harusnya dilakukan dengan ketat agar jabatan strategis diisi oleh orang-orang yang punya integritas,“ katanya.
Berdasarkan data terbaru dari Badan Pusat Statistik Aceh per September 2021, jumlah penduduk miskin di Aceh 15,53 persen atau 850.000 jiwa. Angka pengangguran di provinsi penerima dana otonomi khusus itu sebesar 6,30 persen. Aceh masih menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Sumatera.
Sepanjang 2021, beberapa kasus korupsi telah ditangani oleh aparat penegak hukum di Aceh seperti kasus pengadaan sapi, pembangunan jalan di Aceh Tenggara, dan pembangunan jembatan di Pidie Jaya. Namun, masih ada beberapa kasus yang masih dalam penyidikan seperti kasus dugaan korupsi beasiswa dan sertifikasi tanah warga miskin.
Kasus lain yang sedang dalam penyidikan adalah beasiswa pendidikan dana aspirasi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tahun anggaran 2017. Penyidikan telah dilakukan sejak 2019, namun hingga kini belum ada penetapan tersangka.
Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh Indra Khairan mengatakan, nilai kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp 10 miliar dari total anggaran Rp 21,7 miliar.