Perjalanan Merawat Taman Ismail Marzuki
Taman Ismail Marzuki menjadi ikon kesenian di Jakarta. Publikasi ini menunjukkan revitalisasi terhadap TIM.
Halaman muka buku berjudul Membangun Peradaban Dunia: Semburat Asa dalam Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Jakarta.
Judul: Membangun Peradaban Dunia: Semburat Asa dalam Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Jakarta
Penulis: Untung Widyanto, Totok Amin Soefijanto, Rudiyanto
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun Terbit: 2023
Jumlah Halaman: 268 Halaman
ISBN: 978-623-346-890-9
978-623-346-891-6 (PDF)
Taman Ismail Marzuki (TIM) memiliki wajah baru. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, TIM mengalami peningkatan pengunjung pascapandemi Covid-19 hingga tahun 2023 dengan rata-rata kunjungan 5.990 orang.
Peningkatan kunjungan tidak lepas dari upaya revitalisasi TIM. Kisah revitalisasi itu tertuang dalam buku Membangun Peradaban Dunia: Semburat Asa dalam Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Jakarta (PBK, 2023).
Buku yang ditulis oleh Untung Widyanto, Totok Amin Soefijanto, dan Rudiyanto ini berisi tentang sejarah, masa kejayaan, dan wajah baru TIM. Seperti yang tertuang dalam halaman sambutan tim penulis, Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki (PKJ TIM) menjadi saksi sejarah kreativitas para seniman dan peran gubernur Jakarta. Sejak dibangun tahun 1968 hingga 2022, setidaknya ada sembilan gubernur yang berinteraksi dengan PKJ TIM.
Sejarah TIM
Buku setebal 262 halaman ini mengungkap gagasan awal membangun pusat kesenian di Ibu Kota yang sudah ada sejak tahun 1950-an. Trisno Soemardjo, pelukis dan sastrawan, telah menulis tentang perlunya sebuah pusat kesenian. Sayangnya, pada masa itu ide tersebut belum pernah terealisasi. Hal itu disebabkan pemerintah pada masa itu tidak memiliki dana dan cukup perhatian terhadap kesenian.
Pada 28 April 1966, Presiden Soekarno melantik Ali Sadikin sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ali Sadikin menilai perlunyamembangun gedung kesenian di Jakarta. Awal tahun 1968, Ali Sadikin meresmikan pemugaran gedung Balai Budaya.
Pada 9 Mei 1968, terjadi pertemuan antara Ali Sadikin dan para seniman. Dari pertemuan tersebut terdapat kesepakatan pembentukan formatur Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) yang terdiri dari Mochtar Lubis (sastrawan, wartawan), Asrul Sani (sastrawan, sutradara film), Usmar Ismail (produser film), Gajus Siagian (sastrawan, sutradara film), Djayakusuma (sutradara film dan teater), Brigjen Rudy Pirngadi (musikus), dan Zulharman Said (wartawan).
Sebulan setelah pertemuan tersebut, yakni pada 7 Juni 1968, Ali Sadikin mengukuhkan DKJ yang 25 orang diketuai Trisno Sumardjo. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kemudian membangun Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) yang diberi nama Taman Ismail Marzuki di Jalan Cikini Raya. Namanya diambil dari sosok Ismail Marzuki, sebagai putra Jakarta, komponis, sekaligus pejuang kemerdekaan.
Selang dua tahun, pada 1970 Ali Sadikin membentuk Akademi Jakarta yang berperan sebagai Dewan Penasihat bagi Gubernur DKI Jakarta untuk bidang seni dan budaya. Pembentukan Akademi Jakarta ini merupakan usulan para seniman kala itu.
Masa keemasan TIM
Sepanjang keberadaannya, PKJ TIM mengalami masa keemasan tahun 1970-an. Pada era Gubernur Ali Sadikin, TIM menampilkan pameran bersejarah dari para pelukis kondang hingga ”pemberontakan” pelukis muda. Dari peristiwa itu tercetus ide untuk memajang karya Gerakan Seni Rupa Baru.
Semangat kebebasan dan kreatif para seniman yang selalu berinovasi acapkali hasilnya mengejutkan, khususnya bagi mereka yang tak begitu mengenal dunia kesenian. Perbedaan persepsi di dunia kesenian sempat terjadi. Akibatnya, izin pertunjukan kesenian diperketat dan kebebasan para seniman untuk menampilkan kreasinya di TIM dipersulit.
Di tengah pasang surut dunia kesenian di TIM, hadir para pendekar teater, seperti Teguh Karya, Arifin C Noer, dan WS Rendra. Dalam buku bersampul warna biru ini, ditayangkan foto-foto ketika tokoh-tokoh tersebut membacapuisi tunggal yang bertujuan mengembangkan apresiasi sastra masyarakat lewat penampilan para penyair.
Acara pembacaan puisi di PKJ TIM ini menjadi tradisi dan terus berlanjut. Acara ini mendapat perhatian masyarakat. Menurut Slamet Sukirnanto, perkembangan pembacaan puisi menjadi tradisi. Pembacaan puisi lahir kembali sebagai genrebaru dalam sastra.
Komite Seni Rupa DKJ menggelar Pameran Besar Seni Lukis Indonesia pada 18-31 Desember 1974. Pameran untuk pertama kalinya diikuti oleh 83 pelukis dan memamerkan 240 karya. Semenjak itu, pameran Seni Rupa Baru Indonesia menjadi tonggak penting sejarah seni rupa kontemporer di Indonesia.
Popo Iskandar, anggota Akademi Jakarta, memaparkan bahwa TIM hendaknya terus dijadikan barometer kesenian Indonesia dan merupakan oase para seniman untuk mencipta.
Wajah baru TIM
PKJ TIM menjadi saksi sejarah kreativitas para seniman. Selain itu, semenjak dibangun tahun 1968 hingga 2022 terdapat sembilan gubernur yang berperan dalam revitalisasi TIM.
Buku ini menelisik model pengelolaan PKJ TIM melalui riset dan wawancara. Dalam pengelolaan PKJ TIM, ternyata Indonesia lebih berpengalaman dalam revitalisasi.
Tujuan revitalisasi TIM adalah mengembalikan Pusat Kesenian Jakarta-Taman Ismail Marzuki menjadi sebuah pusat kesenian (arts center) yang berisi laboratorium, etalase, dan barometer kesenian Indonesia.
Sebagaimana yang dituliskan oleh penulis, wajah baru TIM menarik perhatian generasi muda yang terpesona akan karya arsitektur Andra Martin.
Fokus utama arsitek berusia 60 tahun tersebut adalah ruang terbuka hijau di kawasan PKJ TIM. Andra menilai sesuai dengan namanya terdapat kata ”Taman” yang seharusnya porsi taman lebih dominan, tetapi kala itu dipenuhi gedung-gedung yang dihubungkan dengan jalan beraspal.
Selama proses perancangan, arsitektur PKJ TIM berorientasi pada identitas-identitas lokal, baik itu tecermin pada karakter spasial, bentuk bangunan, maupun sederet ornamentasi pada elemen bangunan.
Dirancang dengan skema rumah panggung Betawi yang salah satunya abstraksi visual lagu ”Rayuan Pulau Kelapa” karya seniman Ismail Marzuki. Andra Matin menerjemahkannya ke dalam susunan modul fasad serta lanskap pepohonan di Gedung Panjang. Fasad tersebut berfungsi sebagai sirip penangkal panas dan terik matahari yang dapat melindungi koleksi Pusat Dokumentasi Sastra HB Jassin.
Buku ini ditutup dengan kata-kata dari Gubernur Anies Baswedan saat meresmikan Galeri Seni dan Annex di TIM pada 17 Juni 2022, ”Taman Ismail Marzuki bukan tentang masa lalu. Taman Ismail Marzuki adalah juga tentang masa depan. Yang disiapkan hari ini adalah untuk masa depan. Kita melakukan revitalisasi ini bukan tentang bangunan fisik.” (LITBANG KOMPAS)