Konstruksi Identitas Kebangsaan Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa keberagaman menjadi aset dan fondasi berkembangnya masyarakat multikulturalistik di Indonesia. Namun, keberagaman sebagai suatu aset perlu dirawat dan dikembangkan.

Halaman muka buku berjudul Aku Ini Orang Indonesia: Persilangan Generasi, Budaya dan Era Zaman.
Judul: Aku Ini Orang Indonesia: Persilangan Generasi, Budaya, dan Era Zaman
Penulis: Irmawati, dkk
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit: 2022
Jumlah halaman: xxvii + 252 (280 hlm)
ISBN: 978-623-346-718-6
Perjalanan sejarah menjadi negara membawa bangsa Indonesia menjalani proses transformasi yang kompleks dan dinamis dari masyarakat tradisional agraris menuju ke arah modernisasi yang tidak saja bersifat politis, tetapi juga sosio-kultural-psikologis.
Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan luas 1.904.569 kilometer persegi memiliki 300 kelompok etnik (BPS, 2010). Data tersebut memberikan gambaran tentang keberagaman di Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda menjadi penanda diakuinya secara legal keberagaman tersebut.
Keberagaman diperkuat dengan kesepakatan menjadi satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Adanya bahasa nasional menjadi salah satu barometer semangat persatuan walaupun terdiri dari ratusan etnis dan bahasa tetapi mampu berbicara dalam bahasa Indonesia.
Pada tahun 1920-an, ancaman dari luar saat itu menjadi faktor pendorong integrasi bangsa Indonesia yang kemudian membawa Indonesia pada kemerdekaan sebagai bangsa dan negara. Upaya penerimaan pengaruh-pengaruh luar, Barat, ataupun campuran dan mempertahankan kebudayaan asli dari asal etnis telah menempatkan bangsa pada kondisi dan masa yang krusial ketika hendak merumuskan ciri keindonesiaannya dalam identitas diri dan identitas warga negara Indonesia.
Sejarah membuktikan bahwa keberagaman menjadi aset dan fondasi berkembangnya masyarakat multikulturalistik di Indonesia. Namun, keberagaman sebagai suatu aset perlu dirawat dan dikembangkan. Keberagaman bukan sesuatu yang bersifat statis dan politik menjadi stimulan dalam dinamika keberagaman tersebut.
Saat berbicara mengenai kesejarahan dan penanaman nilai kebangsaan di era Indonesia modern, Pancasila menjadi salah satu solusi yang perlu dipertimbangkan untuk meneruskan kesejarahan nilai kebangsaan. Publikasi berjudul Aku Ini Orang Indonesia: Persilangan Generasi, Budaya, dan Era Zaman (Penerbit Buku Kompas, 2022) menunjukkan bahwa Pancasila merupakan manifestasi nyata dari nilai-nilai yang diperjuangkan dalam sejarah menjadi Indonesia. Kesepakatan yang mengemuka ini menjadi menarik mengingat setiap generasi menghidupi dinamika penanaman Pancasila yang berbeda di zamannya.
Batu sandungan
Proses pembangunan melalui penataan tempat tinggal dan sarana pendidikan berdasarkan aspek kelas ekonomi, sosial, dan budaya secara tidak langsung menciptakan segregasi sosial di masyarakat. Akibatnya, proses interaksi sosial menjadi terbatas yang berpengaruh ke dalam proses pembentukan identitas diri dan identitas sosial di masyarakat.
Terbatasnya pengalaman berinteraksi dan berdialog seseorang mengurangi berkembangnya sikap saling memahami dan menghargai sehingga ”bahasa bersama” sebagai fondasi terciptanya masyarakat yang multikulturalistik menjadi terganggu. Pada saat itulah keberagaman sebagai sebuat aset justru menjadi ancaman.
Pada tahun 2000-an, keberagaman acapkali ”diganggu” oleh dominasi kelompok tertentu yang mempertanyakan keberagaman itu sendiri. Pada periode ini, radikalisme Islam di Indonesia berkembang cukup cepat, terutama di daerah perkotaan. Kurangnya eksistensi organisasi keagamaan Islam dan dukungan media sosial menyebabkan umat Muslim di perkotaan memperoleh informasi dari kelompok Islam yang eksklusif.
Berkembangnya radikalisme merupakan salah satu indikator tumbuhnya sikap etnosentrisme terhadap budaya atau agama tertentu di Indonesia. Hal ini menjadi cerminan bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya belum siap dengan keberagaman di Indonesia. Keadaan ini lambat laun bisa membawa pada perpecahan bangsa Indonesia.
Pada titik ini, keberagaman menjadi ancaman bagi bangsa dan negara. Radikalisme dan intoleransi telah menjangkau semua segmen di masyarakat Indonesia. Keberagaman mengalami tekanan sosial atas nama agama dan terancam tatkala tekanan datang dari kelompok dan paham tertentu. Di sisi lain, pendidikan yang tersegregasi dan pengalaman berelasi secara multikultur yang masih minim membuat sebagian besar masyarakat Indonesia masih mudah diprovokasi.
Kesiapan untuk hidup dalam keberagaman harus ditumbuhkan, salah satunya melalui pendidikan yang menggunakan terminologi ”keberagaman”, ”pendidikan multikultur”, di mana keberagamanan diperkenalkan dan diinternalisasikan melaui sistem interaksi dengan ragam suku bangsa dan agama. Membangun bahasa yang ”sama” diharapkan dapat membangun sikap positif, kepercayaan, dan mendorong prasangka baik terhadap keberagaman.
Strategi kebudayaan juga dianggap penting karena keberagaman yang kemudian dicari titik temunya dalam bangsa dan bahasa merupakan pendekatan kebudayaan, yang selama ini terabaikan.
Lewat dasar konstitusi, nilai-nilai Pancasila, Sumpah Pemuda, dengan bahasa persatuan diartikulasikan terus-menerus sebagai pengejawantahan nilai-nilai Pancasila. Demi memperkuat identitas dengan keberagaman yang telah dimiliki, maka perlu upaya untuk mengartikulasikan dan mengukuhkan pengejawantahan nilai-nilai Pancasila serta adanya konsistensi antara Undang-Undang dengan nilai-nilai dasar, Pancasila.
Namun, Pancasila akan menjadi tidak realistis bila kesenjangan sosial tidak diatasi. Ketidakadilan secara sosial politis merupakan salah satu faktor yang dapat mengoyak keberagaman. Bentuknya dapat berupa perbedaan perlakuan hak sebagai warga negara.
Identitas kebangsaan
Peranan lingkungan dalam masyarakat komunal seperti Indonesia dalam pembentukan identitas diri sangatlah penting. Cara individu mengembangkan identitasnya terkait erat dengan bagaimana ia menempatkan dirinya dalam relasi sosial. Relasi sosial menjadi wadah penyampaian dan pertukaran nilai, norma, adat, tradisi, dan lainnya, yang akan mengisi bangunan identitas. Individu mengatur tindak tanduknya selaras dengan apa yang menjadi pemikiran, perasaan, dan arahan perilaku dari relasi sosialnya dalam situasi tertentu. Identitas sosial seseorang menjadi matang dan utuh melalui proses interaksi dalam relasi-relasi sosial yang serasi dan bermakna.
Identitas kebangsaan pada masyarakat majemuk seperti Indonesia tentunya dipengaruhi oleh identitas etnis (etnisitas) atau agama seseorang. Kedua identitas menjadi identitas sosial pertama yang dimiliki anak Indonesia melalui enkulturasi dan sosialisasi primer dan sekunder yang dijalaninya dalam keluarga inti maupun lingkungan sosial awalnya (sekolah, tetangga, rumah ibadah). Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pembentukan etnisitas dan identitas keagamaan mendahului identitas kebangsaan bagi masyarakat umum Indonesia.
Dalam konteks masyarakat dengan keberagaman akulturatif seperti Indonesia, relasi etnisitas, identitas agama, dan identitas kebangsaan dapat memiliki beragam pola. Pola relasi tersebut akan menunjukkan sejauh mana relevansi peran nilai budaya lokal atau nilai agama dalam membangun identitas kebangsaan. (LITBANG KOMPAS)
’Identitas kebangsaan akan berkembang dan memiliki dinamikanya sendiri mengikuti perkembangan realitas sosial, ekonomi, dan politik yang terjadi dan bagaimana interaksi antar-berbagai kelompok yang ada di masyarakat berkembang.’