Nusantaria, Dunia Maritim Asia Tenggara
Kebudayaan maritim di Asia Tenggara telah terbentuk sejak zaman pra sejarah. Namun, kedatangan bangsa Barat membuat kekuatan maritim Asia Tenggara menjadi lumpuh sehingga peranannya jarang tercatat dalam sejarah dunia.

Halaman muka buku berjudul 'Nusantaria Sejarah Asia Tenggara Maritim'
Judul buku: Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim
Penulis: Philip Bowring
Penerbit: Kepusataan Populer Gramedia
Tahun terbit: 2022
Jumlah halaman: xxx + 401 halaman
ISBN: 978-602-481-801-2
Jauh sebelum bangsa-bangsa Barat datang ke Asia Tenggara dan melakukan kolonialisme di wilayah ini, kekuatan maritim Asia Tenggara mampu disandingkan dengan orang-orang Eropa. Bahkan, nenek moyang orang Asia Tenggara merupakan pelaut-pelaut terampil dan pemberani yang menjelajah seluruh lautan Asia hingga mencapai Afrika.
Inilah sedikit gambaran sejarah maritim Asia Tenggara yang ditulis oleh Philip Bowring dalam bukunya yang berjudul Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim (KPG, 2022). Philip, jurnalis dan sejarawan yang fokus pada sejarah Asia Tenggara. Baginya, Asia Tenggara adalah kepulauan yang bangsa-bangsanya memiliki peranan penting dalam persimpangan maritim dan kebudayaan terbesar di dunia.
Pembahasan tentang sejarah maritim di Asia Tenggara telah lama berkembang di kalangan sejarawan, sebut saja Anthony Reid, M.C. Ricklefs, George Coedes, dan lainnya. Kondisi ini menandakan Asia Tenggara sejak dahulu telah menarik orang-orang Barat untuk mempelajarinya, berdagang, bahkan menguasainya.
Philip ingin memperlihatkan sejarah bangsa-bangsa Asia Tenggara khususnya di bidang maritim. Dalam karyanya, Philip memulai pembahasannya sejak periode pembentukan pulau-pulau Asia Tenggara di zaman es dan kedatangan nenek moyang orang Asia Tenggara, zaman kerajaan-kerajaan, kedatangan bangsa Barat, hingga pembentukan negara-negara yang merdeka.
Publikasi ini menunjukkan nenek moyang bangsa-bangsa Asia Tenggara tidak kalah dengan orang-orang Eropa. Sebelum orang Barat datang, teknologi maritim Asia Tenggara cukup ditakuti di dunia Barat. Philip menyelipkan harapan akan kebangkitan kembali budaya maritim Asia Tenggara.
Nusantaria
Asia Tenggara terdiri dari wilayah-wilayah yang berada di Benua Asia antara Tiongkok dan India dengan pulau-pulau di lepas pantainya antara Asia dan Australia. Orang Eropa pada masa kolonial, menyebut wilayah ini sebagai Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu. Namun istilah tersebut tidak membedakan antara kelompok pulau Indonesia dengan Filipina.
Pada abad ke-13 M wilayah ini juga disebut sebagai Nusantara oleh Kerajaan Majapahit yang berpusat di Pulau Jawa. “Nusa” berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti pulau. Sehingga, Nusantara merujuk pada kawasan pulau-pulau dan pantai-pantai yang dikuasai oleh Majapahit. Istilah Nusantara kemudian dimaknai sebagai negara kepulauan oleh bangsa Indonesia.
Banyaknya istilah tentang Asia Tenggara mendorong Philip memunculkan istilah baru yakni “Nusantaria”. Istilah ini mengacu pada zona maritim yang lebih luas antara pintu masuk utara ke Selat Malaka dan Selat Luzon, dan Kepulauan Banda di ujung timur. Istilah Nusantaria tidak terbatas pada cakupan wilayah saja melainkan juga bangsa yang bersinggungan langsung dengan Asia Tenggara seperti orang Thai, Tionghoa, Tamil, dan lain sebagainya.
Penggunaan istilah Nusantaria juga seturut dengan istilah “Nusantao” yang dipakai oleh ahli arkeologi Asia Tenggara yang bernama Wilhem Solheim. Istilah Nusantao juga merujuk pada orang-orang yang berbahasa Austronesia dalam jaringan perdagangan kuno di berbagai pulau dan pantai zona Asia Tenggara.
Puncak Kejayaan
Pertemuan pertama wilayah Nusantaria dengan dunia Barat berlangsung sejak periode sebelum masehi. Saat itu perdagangan antara Barat dengan Tiongkok yang biasanya menggunakan Jalur Sutra diblokade oleh orang Parthia yang berbahaya bagi kedua bangsa tersebut. Maka ditempuhlah jalur laut yang saat itu masih jarang ditempuh oleh bangsa-bangsa Barat untuk berdagang.
Jalur laut inilah yang kemudian membuat Romawi memiliki hubungan dagang dengan India ketika mereka melakukan kontak dagang dengan Tiongkok. Saat di India, orang-orang Romawi menemukan lada, jahe, dan cengkih yang dijual murah di India. Komoditas tersebut berasal dari Nusantaria bagian timur. Orang Romawi kemudian mencari tahu ke wilayah Nusantaria sambil melakukan perjalanan menuju Tiongkok.
Narasi ini memperlihatkan bahwa wilayah Asia Tenggara menjadi jalur yang sangat penting dalam perdagangan dunia karena menghubungkan India dengan Tiongkok. Sehingga, tidak mengherankan kedua negara tersebut memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk kebudayaan dan perdagangan di Asia Tenggara.
Tingginya frekuensi pertemuan kebudayaan antara India dengan Asia Tenggara mendorong munculnya kerajaan-kerajaan baru di beberapa wilayah. Namun, pengaruh kebudayaan India dinilai mendominasi wilayah Asia Tenggara dibandingkan dengan kebudayaan Tiongkok. Penyebabnya, pedagang India lebih banyak melakukan kontak dengan orang-orang Nusantaria dibandingkan dengan pedagang Tiongkok.
Sehingga, kerajaan-kerajaan di wilayah Asia Tenggara berkembang selama satu milenium abad. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Sriwijaya, Champa, Majapahit, dan lain sebagainya. Para keluarga raja kemudian membangun dinasti untuk bersaing dengan kerajaan-kerajaan terdekatnya. Masing-masing memperkuat armada maritim dan perdagangannya sebagai bagian untuk menyuplai perekonomian kerajaan.
Pada masa kerajaan-kerajaan inilah Nusantaria mengalami puncaknya. Pelabuhan-pelabuhan seperti di Sriwijaya, negeri Champa, dan Majapahit menjadi tempat yang paling sibuk didatangi oleh pedagang-pedagang dari timur tengah hingga Tiongkok. Bahkan Kerajaan Malaka pernah menjadi wilayah yang penting karena menjadi pintu masuk menuju Asia Tenggara bahkan hingga ke Tiongkok.
Kejayaan Asia Tenggara ini sampai dicatat oleh Zheng He atau dikenal sebagai Cheng Ho ketika melakukan pelayaran ke Asia Tenggara pada tahun 1405-1430. Saat itu Zheng He mengunjungi beberapa pelabuhan penting di kerajaan-kerajaan besar di Nusantaria. Lewat pelayaran ini Zheng He yang merupakan wakil dari Dinasti Ming Tiongkok mengakui kebesaran dan pentingnya lautan Asia Tenggara.
Kehadiran Bangsa Barat
Komoditas dan perdagangan di wilayah Nusantaria membuat bangsa-bangsa Barat tertarik untuk mendatanginya. Apalagi Portugis yang saat itu memiliki armada laut yang cukup kuat telah memiliki jalur pelayaran melalui pantai barat Afrika dan telah mengelilingi Tanjung Harapan hingga sampai ke India. Portugis kemudian menjalin kontak dengan India hingga ke Asia Tenggara setelah mereka menemukan pulau penghasil rempah-rempah yakni di Maluku dan Kepulauan Banda.
Kedatangan Portugis ternyata mendorong bangsa-bangsa Barat lainnya untuk datang ke Nusantaria, sebut saja seperti Spanyol, Inggris, dan Belanda. Tujuan mereka datang ke Asia Tenggara saat itu adalah murni untuk melakukan kontak perdagangan. Namun, semua berubah setelah mereka juga turut menguasai wilayah-wilayah di Nusantaria.
Tidak hanya menguasai beberapa wilayah di Nusantaria, bangsa Barat juga menghancurkan sistem perdagangan di Asia Tenggara. Masyarakat maritim Asia Tenggara banyak yang kehilangan pekerjaan dan daya saing dagang dengan orang-orang Barat. Akibatnya, muncul kolonialisme yang menghancurkan kebudayaan maritim Nusantaria.(Litbang Kompas/DNG)