Membangun Masyarakat dengan Imajinasi Sosiologi
Guru besar purnabakti bidang ilmu Sosiologi dari Universitas Indonesia, Paulus Wirutomo mengusulkan indikator struktur, kultur, dan proses (SKP) sebagai indikator pembangunan sosietal yang sistemik-holistik.
Judul: Imajinasi Sosiologi: Pembangunan Sosietal
Penulis: Paulus Wirutomo
Penerbit: Penerbit Buku Kompas
Tahun terbit: 2022
Jumlah halaman: xviii + 494 halaman
ISBN: 978-623-346-218-1
Imajinasi sosiologi berupaya menemukan masyarakat yang baik (good society) karena manusia cenderung melihat kebaikan dan kepentingan dirinya sendiri serta melanggengkannya dengan berbagai cara. Dampaknya, kondisi struktural, kultural, dan proses sosial di masyarakat condong menjauhkan kebaikan. Dengan demikian, pembangunan harus sistemik-holistik (menyeluruh) dengan menjadikan kehidupan sosial dan budaya sebagai porosnya (pembangunan sosietal).
Sejak awal kemunculannya, sosiologi bertujuan menemukan sosok masyarakat yang baik melalui metode yang sistematis. Kehadiran masyarakat yang baik tidak hanya bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi juga keberlangsungan makhluk lain dan lingkungan alam. Namun, menemukan masyarakat yang baik tidak mudah. Sosiologi berperan menunjukkan wujud masyarakat yang baik dan memperjuangkanya secara konseptual.
Konsep pembangunan sosietal menjadi dasar untuk meletakkan pondasi pembangunan yang bertujuan membangun kehidupan sosial-budaya berkualitas sebagai wadah manusia secara individu atau kelompok menjadi masyarakat yang baik. Para sosiolog harus membedah masalah sosial dengan imajinasi sosiologi supaya mampu melihat realitas sosial di atas cara berpikir biasa (beyond common sense). Imajinasi sosiologi diperlukan supaya tidak terjebak dalam kesadaran palsu ataufalse consciousness (Marx).
Pembangunan sosietal dapat terwujud apabila ada kesepakatan nilai yang mengikat di semua sektor. Misalnya pembangunan Indonesia berlandaskan Pancasila, tetapi dalam perjalanannya pembangunan Indonesia hampir selalu terjerumus ke arah pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ini bahkan terkadang mengingkari aspek-aspek yang disepakati dan mengorbankan nilai sehingga menimbulkan kesengsaraan, termasuk kehancuran lingkungan.
Melalui buku Imajinasi Sosiologi: Pembangunan Sosietal, Paulus Wirotomo,guru besar purnabakti di bidang ilmu sosiologi Universitas Indonesia, berupaya memberikan panduan kepada pemerintah dalam memecahkan masalah sosial dengan memahami duduk persoalan sebenarnya melalui pendekatan struktur, kultur, dan proses.
Dalam bukunya, Paulus mengusulkan indikator struktur, kultur, dan proses (SKP) sebagai indikator pembangunan sosietal yang bersifat sistemik-holistik. Aspek struktural mencerminkan hubungan kekuasaan di masyarakat, mencakup kebijakan dan regulasi. Aspek kultural seperti sistem nilai, norma, kepercayaan, dan gaya hidup. Sementara, aspek prosesual mencerminkan, di antaranya, dinamika interaksi sosial.
Dalam menjabarkan konsep pembangunan sosietal, buku ini terbagi dalam 11 bab. Penjelasan awal dimulai dari pemahaman tentang sosiologi sebagai ilmu tentang masyarakat yang bercita-cita mewujudkan masyarakat yang baik dan menilai pembangunan dari berbagai perspektif yang ada. Paulus juga memunculkan diskursus tentang perdebatan konsep pembangunan sosial yang terlalu bersifat materialistik.
Dari persoalan-persoalan yang ada, pada Bab 6 Paulus mengusulkan pembangunan yang benar-benar membangun masyarakat secara utuh, menyeluruh, komprehensif, dan tidak sektoral. Uraian tentang konsep ini dijabarkan pada bab 7-9 dan merupakan bab paling substansial. Pada bab 10, secara khusus diuraikan tentang kerangka analisis struktur-kultur-proses (SKP) serta ilustrasinya dalam sejumlah studi kasus.
Pembangunan sosietal
Saat ini pembangunan sosietal belum sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah. Dalam merumuskan cita-cita pembangunan yang tecermin dalam APBN, dapat dilihat bahwa sektor ekonomi masih menjadi sektor dominan. Pembangunan yang berorientasi terhadap sektor-sektor tertentu ini menjadi penyebab krisis dan berpotensi menimbulkan arogansi sektoral.
Apabila sektor ekonomi mengklaim bahwa pertumbuhan adalah ukuran keberhasilan utama, sektor lain terancam hanya menerima sisanya (trickling-down effect). Kondisi ini menjadi cikal bakal kegagalan pembangunan karena pembangunan tidak lagi dilihat secara sistemik.
Pembangunan sektoral selalu bersinggungan dengan kehidupan sosial budaya yang memengaruhi pola interaksi dan pola relasi antarmanusia atau kelompok. Pembangunan yang menitikberatkan sektor ekonomi perlu mendapat perhatian khusus karena setiap kegiatan ekonomi selalu beririsan dengan kehidupan sosial budaya meliputi kegiatan ekonomi yang diterima masyarakat setempat, kerja sama usaha, cara bekerja sama, hak dan kewajiban buruh, dan sebagainya.
Pembangunan sosietal berupaya mengembalikan pembangunan yang bias ekonomi ke hakikat semula yang lebih mengedepankan kehidupan sosial-budaya. Saat ini mulai berkembang paradigma pembangunan yang menekankan pada unsur manusia seperti konsep people centred development (Korten, 2006), human development (PBB), MDGs (PBB), tetapi pembangunan manusia ini perlu didahului dengan membangun masyarakatnya (sosietal).
Setelah manusia mengubah orientasi pembangunan dari sektoral ke sosietal, maka masyarakat akan mampu menyeimbangkan arah pembangunannya. Kata kunci dari pembangunan sosietal adalah memperbaiki keseimbangan interaksi antara elemen struktur-kultur-proses. Melalui pendekatan ini, pembangunan akan berubah dari eksklusif (tidak adil, diskriminatif) menjadi inklusif (adil, memberikan kesamaan hak). (Litbang Kompas/IGP)